Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berselimut Kabut, Malino Kota Bunga yang Bersejarah

Kompas.com - 30/06/2012, 11:36 WIB
Kontributor Makassar, Hendra Cipto

Penulis

MAKASSAR, KOMPAS.com — Malino Kota Bunga, Sulawesi Selatan. Berada di ketinggian 1.500 meter dari permukaan laut, hawanya pasti sejuk dan diselimuti kabut. Malino merupakan lereng sebelah barat Gunung Bawakaraeng, tepatnya di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang memiliki banyak keistimewaan seperti bunga-bunga, hutan pinus, air terjun, sayur segar, markisa, dan buah naga. Tempat paling enak untuk berwisata.

Malino di sebelah tenggara Kota Makassar berjarak tempuh 90 kilometer. Kita bisa menggunakan motor ataupun mobil menelusuri jalur berkelok-kelok dan menanjak selama 2-3 jam. Sepanjang jalan, kita bisa menikmati keindahan alamnya, mulai dari Bendungan Bili-bili yang sangat luas mengalirkan air ke jutaan hektar sawah dan kebun, lembah, dan lapisan bukit hijau terhampar di depan mata. Semakin jauh kita berkendara, semakin terasa dinginnya hawa pegunungan menembus hidung, tenggorokan, hingga ke dada.

Sebelum tiba di Malino, kita terlebih dahulu menemukan hutan pinus dengan bunyi fauna seperti kicau burung nuri, burung jalak, burung gelatik, dan kera hitam berloncatan menyambut orang yang datang. Setibanya di Malino, kita melihat banyaknya bunga dengan corak warna berbeda-beda menghiasi indahnya alam. Terhampar, pohon pinus, bunga akasia, jabon, beringin, ekaliptus, edelweis, turi, kenanga, dan beberapa jenis perdu.

Bukan hanya itu, kita juga bisa menemukan banyak objek wisata seperti air terjun Takapala, air terjun Lembanna atau yang lebih dikenal dengan air terjun seribu tangga, juga permandian Lembah Biru yang airnya sangat sejuk. Pengunjung bisa menyewa kuda untuk ditunggangi menuju tempat wisata yang ingin dikunjungi. Jika kita lebih jauh lagi, di daerah yang lebih tinggi, terlihat tanaman sayur-mayur yang hijau.

Petani di Malino menanam kol, vetsai, bawang prei, kentang, tomat, dan stroberi. Semua bisa dinikmati dengan harga setempat. Sementara itu di daerah Pattapang, ada hamparan hijau kebun teh. Pokoknya asyik deh.

Ada satu yang istimewa di Malino, yaitu perkebunan markisa. Rasa markisa Malino sungguh khas, paduan antara manis dan masam yang pas. Di pasar, pengunjung bisa menikmati langsung buah markisa yang ranum atau membeli hasil olahan penduduk setempat berupa sirup dan selai.

Jika ingin bermalam dan menikmati keindahan Malino selama beberapa hari, terdapat fasilitas penginapan. Ada vila, penginapan, dan hotel yang lengkap dengan restoran serta fasilitas olahraga dan hiburan. Sepulang dari berwisata, kita bisa memboyong oleh-oleh khas daerah ini, seperti buah Markisa, dodol ketan, Tenteng Malino, apel, wajik, dan stroberi.

Malino juga terkenal sebagai tempat wisata sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Terdapat lubang-lubang penghadangan (bunker) yang merupakan peninggalan penjajah Jepang, dan kini banyak dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Setelah Gubernur Jenderal Caron pada tahun 1927 memerintah di "Celebes en Onderhoorigheden", ia telah menjadikan Malino pada tahun 1927 sebagai tempat peristirahatan.

Sebelum memasuki Kota Malino, terdapat sebuah tembok prasasti di pinggir jalan dengan tulisan: "MALINO 1927". Tulisan tersebut cukup jelas dan seketika itu pula dapat dibaca setiap orang yang melintas di daerah itu. Namun, prasasti ini dijahili oleh tangan-tangan vandalis.

Malino 1927 bukan berarti Malino baru dikuasai Belanda pada tahun itu. Jauh sebelumnya, Belanda sudah berkuasa di wilayah Kerajaan Gowa, terutama pasca-Perjanjian Bungaya pada 18 November 1667. Di sini juga pernah diadakan Konferensi Malino yang dilaksanakan pada 15-25 Juli 1946, diprakarsai oleh Gubernur Jenderal Dr HJ van Mook, untuk membicarakan dan menggagas pendirian Negara Indonesia Timur (NIT). Juga pernah dilaksanakan, perjanjian perdamaian Malino I dan Malino 2 yang diprakarsai oleh HM Jusuf Kalla.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com