Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meniti Tulang-belulang Tentara Jepang

Kompas.com - 13/07/2012, 11:51 WIB
Roderick Adrian Mozes

Penulis

KOMPAS.com - Perang Dunia II yang terjadi pada kurun waktu 1939-1945 menyisakan tragedi yang mendalam bagi setiap negara yang terlibat. Perang tersebut terjadi di tiga medan yaitu Eropa, Afrika Utara, dan Asia Pasifik.

Perang di kawasan Asia Pasifik sendiri dimulai ketika Jepang secara tiba-tiba menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai pada 7 Desember 1941. Dari situlah perang yang kerap disebut Perang Asia Timur Raya itu dimulai.

Indonesia secara langsung masuk dalam sengitnya Perang Dunia II. Hal ini mengingat pada saat itu Jepang menjajah Indonesia dan banyak penduduk Indonesia yang dijadikan tentara untuk menopang kekuatan militer Jepang.

Bahkan sejumlah daerah di Indonesia menjadi medan perang sebut saja kota Biak yang berada di kawasan Indonesia timur. Kota Biak sendiri terletak di Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua.

Tidak heran jika di Biak ada banyak peninggalan Perang Dunia II. Sebut saja lokasi jatuhnya pesawat pembom Catalina milik tentara sekutu, lalu Gua Binsari atau kerap disebut Gua Jepang yang menjadi tempat persembunyian tentara Jepang.

Gua jepang memiliki daya tarik tersendiri. Selain keindahan stalaktit, gua ini menyisakan bekas-bekas peninggalan tentara Jepang. Seperti peluru, mortir, helm perang, senjata api hingga tulang-belulang tentara Jepang yang gugur.

"Data menyebutkan ada 10.700 tentara Jepang di seluruh kawasan Biak. Nah, di Gua Binsari ini ada 3.000 tentara yang bersembunyi," kata Yusuf Rumaropen (48), penjaga situs Gua Binsari, saat ditemui Kompas.com, di Gua Binsari, Biak, Kabupaten Biak Numfor, Papua, Jumat (6/7/2012).

Menurut Yusuf, Gua Binsari adalah gua alam. Ketika tentara Jepang menemukan gua tersebut mereka langsung menjadikannya tempat persembunyian.

"Dulu pintu masuknya tidak selebar yang sekarang, kecil dan sempit. Sehingga tentara sekutu kesulitan untuk menemukannya. Bahkan dulu kalo ada pesawat Sekutu yang lewat di atas pasti langsung ditembaki oleh Jepang," tambahnya.

Oleh karena itu, sekutu mengirimkan mata-mata untuk mengamati area Gua Binsari. Mereka melakukan hal tersebut setelah mengetahui bahwa tempat itu menjadi persembunyian tentara Jepang. Tentara sekutu mengirimkan pesawat pembom untuk meluluhlantakan Gua Binsari.

"Gua ini dibom oleh sekutu pada 7 Juni 1944, pada saat itu ada 3.000 tentara Jepang di dalamnya. Selain menjatuhkan 2 bom, sekutu juga melemparkan drum-drum bahan bakar lalu kemudian ditembaki, sehingga drum tersebut meledak dan membakar gua tersebut," kata Yusuf.

Ketika turun masuk ke dalam gua, Kompas.com menemukan sisa -sisa penyerangan tersebut. Beberapa drum terlihat di gua yang memiliki kedalaman sekitar 45 meter dan panjang 180 meter tersebut. Bekas peluru nampak jelas di permukaan drum.

Ruangan-ruangan tempat tentara berisitirahat tidak lagi terlihat, karena gua ini runtuh pada saat di bom. Namun, ketika melihat berbagai barang peninggalan yang berhasil ditemukan seperti granat, peluru, senjata api, hingga helm dengan lubang bekas peluru mampu menghadirkan gambaran akan hiruk-pikuk di gua ini.

Menyadari potensi wisata sejarah dari gua ini, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Biak Numfor, memperbaiki tempat ini. Selain itu mereka membuat anak-anak tangga agar turis mudah masuk ke dasar gua.

Sebuah monumen terlihat berdiri di area tersebut, menurut Yusuf monumen tersebut dibuat oleh Pemerintah Jepang untuk mengenang para tentara mereka yang gugur dalam Perang Dunia II.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Travel Update
Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Travel Update
Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE Meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE Meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com