Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surga Hong Ngoc dan Tragedi Agent Orange

Kompas.com - 02/12/2013, 16:38 WIB
SEKILAS tak ada yang berbeda dari kesibukan di pusat suvenir Hong Ngoc, di wilayah Hai Duong, Vietnam. Puluhan perajin menyulam dengan cekatan berbagai lukisan bermotif pemandangan Vietnam. Mereka sesekali mengobrol dan menyapa wisatawan yang singgah sebelum bertolak ke Teluk Halong.

Perajin tampak ceria dan percaya diri. Beragam produk hasil kerajinan setempat, seperti batu dan kayu ukir, lukisan sulaman, lukisan dari batok kelapa, kain tenun, dan tas, diekspor ke sejumlah negara.

Segalanya tampak normal kecuali—jika diperhatikan—mereka memiliki keterbatasan fisik. Dari 180 perajin di Hong Ngoc, setengahnya adalah kaum difabel. Mereka adalah korban yang tersisa dari Perang Vietnam. Kaum yang selamat di antara anggota keluarga yang tewas. Seperempat dari mereka menjadi yatim piatu sejak kecil.

”Kami semua telah melewati masa-masa sedih, tetapi di sini hidup saya lebih berarti,” ujar Minh (45), bukan nama aslinya, saat Kompas berkunjung akhir September lalu.

Meski perang telah berakhir, sulit bagi keluarganya melupakan tragedi 40 tahun lalu. Minh masih berada dalam kandungan ibunya saat pasukan Amerika Serikat (AS) menyemprotkan cairan yang dikenal dengan Agent Orange di sepanjang dataran tinggi dan hutan lebat serta mangrove di selatan Vietnam, termasuk di desanya. ”Ibu saya bercerita, orang ketakutan dan bersembunyi. Saat itu mereka belum mengetahui dampak Agent Orange,” ujarnya.

Setelah Minh lahir, keluarganya baru menyadari dirinya bertumbuh dengan salah satu kaki lumpuh. Selepas perang, tidak hanya keluarga Minh yang menjadi korban Agent Orange. Racun herbisida ini juga mengakibatkan mutasi gen yang menimbulkan cacat dan penyakit berbahaya pada hampir 5 juta jiwa atau sekitar 4 persen dari total 90 juta jiwa penduduk Vietnam.

Agent Orange merupakan cairan berbahan kimia sejenis herbisida yang berfungsi meluruhkan daun dan mematikan tanaman. Tentara AS menyemprotkan Agent Orange di wilayah selatan Vietnam. Tujuannya membersihkan seluruh area agar pasukan militer dapat mendeteksi keberadaan gerilyawan lokal. Penyemprotan tidak hanya dari udara, tetapi tentara juga menyisir sepanjang kawasan Delta Mekong dengan perahu demi memastikan tak ada yang tersisa. Penyemprotan meluas hingga wilayah utara serta daerah-daerah perbatasan Laos dan Kamboja.

Salah seorang saksi mata, Thi Tu Thuy, menceritakan, orang-orang berusaha menyelamatkan diri. Ayahnya yang saat itu ikut berjuang dalam perang berteriak menyuruh seluruh anggota keluarga bersembunyi. Setelah itu, keheningan menghinggapi kawasan hingga pasukan militer meninggalkan lokasi. Thi Tu Thuy yang saat itu masih berusia 6 tahun bersyukur selamat. Namun, dirinya baru menyadari belakangan bahwa bahan kimia telah terpapar dalam tubuhnya melalui udara, air, dan makanan. ”Telinga saya jadi berlubang,” ujar wanita yang kini menjadi Vice Head of ASEAN Department, Radio the Voice of Vitenam.

Adik Thi Tu Thuy saat itu masih dalam kandungan ibu mereka yang turut berjuang sebagai gerilyawan. Setelah lahir, adiknya baru diketahui mengalami kelumpuhan pada kaki kanannya.

Salah seorang korban, Dinh (56), terkena racun ini saat berada di perbatasan Laos. ”Rumput mati. Pohon-pohon mati. Kami berjuang mendapat makanan dan air dari hutan tersisa. Banyak yang terinfeksi racun itu saat minum di sungai,” tuturnya, sebagaimana diceritakan Edward Tick dalam artikel ”Fallen Leaves, Broken Leaves: Agent Orange’s Legacy in Viet Nam” di Utne Magazine, Third World Resurgence, dan ProQuest Annual, 2005.

Korban diadvokasi

War Legacies Project—lembaga non-profit di Vermont, AS, yang mengadvokasi para korban perang—menyebutkan, penyemprotan Agent Orange berlangsung terus-menerus dalam rentang 10 tahun dan telah merusak 5 juta hektar dataran tinggi dan hutan mangrove atau seperempat luas wilayah Vietnam. Penyemprotan terjadi berulang hingga empat kali di sejumlah lokasi sehingga telah merusak 3.181 desa.

Tentara AS baru menghentikan misi pada Oktober 1971 setelah menyemprotkan 43 juta liter atau 11,4 juta galon. Tidak hanya itu, lebih dari 30 juta liter atau sekitar 8 juta galon Agent White, Blue, Purple, Pink, dan Green juga telah dilepaskan. Sisa bahan kimia diangkut ke pangkalan udara Da Nang, Bien Hoa, dan Tuy Hoa, lalu dibuang ke Pasifik selatan.

Tragedi Agent Orange menyisakan kepedihan mendalam. Negeri itu tidak hanya terpuruk karena kondisi alam yang hancur. Paparan racun terbawa hingga generasi berikutnya. Selain cacat, banyak dari mereka yang juga menderita kanker prostat, kanker saluran pernapasan, myeloma berganda, diabetes tipe II, penyakit Hodgkin, dan limfoma.

Setelah empat dekade berlalu, Pemerintah AS mulai membersihkan racun kimia itu pada titik-titik utama yang terkontaminasi, setelah rutin menyantuni para korban. ”Ini langkah awal mengubur warisan masa lalu kita,” ujar David Shear, Duta Besar AS untuk Vietnam, tahun lalu, seperti dikutip The Guardian. Pembersihan dilakukan dengan memanaskan lapisan tanah yang tercemar pada temperatur tinggi untuk memecah dioksin menjadi senyawa tak berbahaya. Program ini diperkirakan selesai dalam empat tahun dan menghabiskan dana 43 juta dollar AS.

Seorang veteran perang bernama Doan Xuan Tiep tersentuh akan begitu banyaknya korban perang. Dia membangun pusat pertolongan kemanusiaan Hong Ngoc pada 1993 dan memberdayakan anak-anak cacat untuk menghasilkan karya-karya kerajinan. Tiep menyediakan tempat tinggal dan terapi fisik. Kini sudah 500 orang yang sebagian di antaranya cacat dan yatim piatu ikut dalam produksi kerajinan tiga bengkel usaha miliknya. Hong Ngoc semakin berkembang setelah menarik kerja sama dengan berbagai usaha perjalanan serta pemasaran melalui situs.

Banyaknya penyandang cacat telah dan akan terus menjadi permasalahan sosial di Vietnam hingga 10 atau 20 tahun ke depan. Para korban bisa jadi menganggap hidupnya bencana karena harus terus bergantung pada pertolongan.

Hanya segelintir yang merasa amat beruntung bisa bergabung di pusat kerajinan Hong Ngoc hingga berhasil mandiri dan produktif. Bagi mereka, Hong Ngoc lebih bagai sebuah surga. (Irma Tambunan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com