Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Pembuatan Gong Tujuh Generasi dari Pancasan

Kompas.com - 26/11/2014, 15:40 WIB
Fira Abdurachman

Penulis

DARI luar penampilannya biasa saja. Sama seperti rumah pada umumnya. Tidak mewah dan tidak luas juga. Hanya terdapat papan nama yang tergantung di dindingnya bertuliskan “Gong Pancasan”.

Saat masuk ke pintu yang ada di sampingnya, langsung udara panas menyerebak. Bara dan api di tengah ruang gelap disertai suara bising pukulan palu besar ke sebongkah lempengan besi merah menyambut. Sekitar 20 pekerja berkeringat panas untuk membuat gong. Dari tempat inilah gong yang merupakan alat musik gamelan terus lestari di tanah air. 

Sesuai namanya, pabrik Gong Pancasan berada di kawasan Pancasan, tak jauh dari kawasan Empang, Bogor, Jawa Barat. Pabrik gong ini sudah memasuki keturunan atau generasi ketujuh dari keluarga H. Sukarna, seorang seniman Sunda. Saat ini H. Sukarna berusia 86 tahun dan mulai menurunkan pekerjaannya kepada anak–anaknya.

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Seorang pekerja sedang membakar bahan pembuat gong di Pabrik Gong Pancasan, Bogor, Jawa Barat.

"Di mana daerah yang masih menggunakan alat musik tradisional, pasti masih pakai gamelan dan butuh gong," kata Karna, salah seorang pekerja di pabrik Gong Pancasan.

Karna dan pekerja lainnya juga masih kerabat dan memiliki hubungan darah dengan keluarga pemilik pabrik. “Banyaknya juga masih keturunan. Dulu bapaknya sekarang anaknya atau keponakan, sampai ada yang cucunya jadi pekerja di sini”, kata Karna.

Bagi pemula biasa diberi tugas yang ringan sambil belajar. "Seperti cara memegang palu, kan nggak bisa asal pukul saja," katanya.

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Pabrik Gong Pancasan, Bogor, Jawa Barat.

Ia juga mengungkapkan, sistem kerja di pabrik Gong Pancasan memegang prinsip kekeluargaan. Kerja mulai pagi sekitar jam 7 sampai jam 4 sore. "Kan kerjanya dekat api, jadi panas. Suasananya kerjanya jangan dibikin panas juga. Dibikin santai dan adem," ujar Karna. 

Setiap hari setidaknya pabrik bisa menghasilkan 6 gong kecil buat gamelan. Kalau gong ukuran besar biasa memakan waktu 2 hari. Bahan yang digunakan juga tergantung kelas dan harganya. Karna mengatakan, "Perunggu lebih mahal. Kelasnya nomor satu. Di bawahnya ada kuningan".  Kadang pabrik juga menggunakan bahan besi untuk membuat gong. Semua tergantung pemesanan. Setiap set gamelan harganya beragam, kisaran Rp 15 juta sampai Rp 75 juta.

Pemesan juga datang dari berbagai kalangan. Paling jamak adalah sanggar seni, sekolahan, termasuk kalangan pemda. "Biasa kalau ada pilkada bupati atau wali kota tuh ramai pesanan he-he-he," ucap Karna. Tak terkecuali juga  turis asing. "Kalau turis biasanya tahu dari internet. Datang beli satuan buat suvenir saja," sambungnya.

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Gong yang sedang diproses di Pabrik Gong Pancasan, Bogor, Jawa Barat.

Di sini juga terdapat bagian pengecekan yang dikerjakan oleh para seniman. Mereka biasa mengecek suara dan nada dari gong-gong yang sudah selesai dibuat. Gong sendiri adalah bernada gamelan atau pentatonis.

Namun ada juga gong yang dipesan dengan nada diatonis atau biasa dikenal dengan sebutan nada do-re-mi-fa-sol-la-si-do. "Tergantung daerahnya, seperti gambang kromong-nya betawi nadanya do-re-mi tapi banyaknya gamelan itu ya pentatonis," jelas Karna.

Bila tidak sesuai, gong akan diperbaiki dengan mengubah ukuran lebar permukaan gong. "Pernah paket gong-nya sudah sampai ternyata nadanya salah. Akhirnya dikirim balik ke sini dan kita perbaiki," ujarnya.

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Pabrik Gong Pancasan, Bogor, Jawa Barat.

Pelestarian gamelan dan gong tidah cukup berdasarkan keahlian semata tetapi juga membutuhkan kekuatan dedikasi dan cinta pada seni dan budaya bangsa. Selama 2 abad, Pabrik Gong Pancasan berdiri tanpa takut menghadapi badai kapitalisme, krisis ekonomi, dan lunturnya nilai nasionalisme.  Di tempat kecil dan sederhana inilah, nyatanya gong tetap menggema dan tidak hilang digerus waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com