Kali ini kami ingin menyesap keindahan Danau Toba dengan cara yang sedikit berbeda. Bukan dengan menyeberang menggunakan kapal menuju Pulau Samosir, tidak juga dengan menceburkan diri ke dalam danau yang tercipta dari letusan gunung berapi raksasa (supervolcano) pada 75.000 tahun silam. Berkemah di atas bukit menjadi pilihan untuk mencoba menikmati kemegahan Danau Toba.
Jalan menuju bukit tidaklah mudah, beberapa kali Fikria, fotografer Kompas.com, harus menghentikan mobil dan melihat jalur yang memungkinkan untuk dilewati. Beberapa kali mobil harus melewati lubang besar, suara mobil semakin keras bersamaan dengan makin dalamnya pedal gas diinjak.
"Jalur kiri ada parit lebar sama jurang, jadi mobil harus sedikit mepet kanan, pokoknya ikut arahan ya," kata Bang Aman, rekan kami di Medan yang turut serta dalam perjalanan kali ini.
Kami akhirnya tiba di puncak bukit sekitar pukul 20.30 WIB. Meskipun gelap, kami masih bisa melihat bayang kemegahan Danau Toba dengan bantuan cahaya bintang pada malam itu.
"Kita berada di ketinggian 1400 mdpl, itu di depan sudah Danau Toba. Kawasan ini merupakan titik terdekat dari Medan untuk melihat Danau Toba", kata Yudha, rekan kami yang lain.
Tenda segera didirikan dan api unggun dinyalakan untuk mengusir hawa dingin yang mulai menyentuh kulit. Ditemani teh dan kopi panas, kami duduk menghangatkan tubuh. Tak sabar rasanya untuk menanti sinar fajar menyentuh Danau Toba.
Bunyi alarm membangunkan kami, semburat jingga fajar telah terlihat di ufuk timur dan sinarnya jatuh menyinari Danau Toba yang berselimutkan kabut tipis. Mata hanya bisa terpana melihat danau yang memiliki panjang 87 kilometer dan lebar 27 kilometer tersebut. Hasil letusan maha dahsyat pada 75.000 silam menyisakan danau dikelilingi undakan bukit hijau yang memanjakan mata.
Pemandangan pohon-pohon pinus yang tumbuh di sepanjang bukit barisan dan Gunung Sinabung yang masih mengeluarkan asap bisa dinikmati juga di bukit ini. Keramba ikan menjadi penanda keberadaan kampung-kampung di pinggir danau toba.
"Kalau melihat maha karya seperti ini, rasanya enggan untuk berpaling. Membuat sadar betapa kecilnya manusia. Makanya saya tidak pernah menolak jika diajak ke Danau Toba, selalu saya luangkan waktu," kata Bang Aman.
Fikria segera memasang kamera untuk membuat foto timelapse Danau Toba. Rekan kami Yudha asik menggoreng ikan asin dan memasak mi instan untuk sarapan kami.
"Woi makan kelen (kalian) woi, sudah masak ini", kata Yudha.
Menikmati sarapan sambil disuguhkan dengan keindahan alam Danau Toba membuat nasi hangat dengan lauk ikan asin dan mieinstan pagi itu terasa nikmat.
"Bagi kami kenikmatan itu seperti ini, berkemah dan menikmati keindahan alam dari bibir kaldera supervolcano Toba", kata Fikria.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.