Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengalaman Unik Belanja di Pasar Sanggeng Manokwari

Kami tiba di Pasar Sanggeng di Distrik Manokwari Barat usai 20 menit berkendara dari Distrik Pasir Putih. Gedungnya terdiri dari dua tingkat, berwarna biru tua dengan ornamen jingga. Sekilas, bentuknya serupa dengan Pasar Tanah Abang di Jakarta.

Saya menepikan motor dan bersiap turun. Rekan yang saya bonceng, Iky memilih bertahan menjaga motor. Ia yang sudah lebih lama tinggal di Manokwari berujar, faktor keamanan di sini agak-agak bermasalah.

Tujuan kami ke Pasar Sanggeng ialah memburu sejumlah bahan makanan nonkemasan. Bahan makanan nonkemasan di pasar tentu lebih murah dan segar ketimbang di pasar swalayan terbesar di kota ini, pikir kami.

Baik trotoar maupun tepi jalan, seluruhnya dijejali oleh mama-mama penjaja noken (sejenis tas khas Papua), sayur-mayur, dan tentu saja pinang-sirih-kapur yang mustahil absen dari kehidupan orang-orang Papua.

Sayur kangkung, yang bercokol di pucuk daftar belanja, segera saya sambar. Kangkung-kangkung itu tampak segar, gemuk, dan lebar-lebar seperti baru diboyong dari Pegunungan Arfak di sisi tenggara kota.

Seikat kangkung dijual Rp 5.000 oleh mama-mama penjaja. Saya membeli tiga ikat. Kebetulan, si mama ini pun menjual beberapa jagung.

Saya melanjutkan transaksi, “Jagung harga berapa, kah, Mama?”

“Satu sepuluh ribu,” tegas mama.

Mahal betul, saya menggumam. Kepalang bertanya, saya putuskan membeli tiga bonggol jagung yang masih terbungkus daunnya itu.

Dengan tangan menjinjing kantong plastik berisi kangkung dan jagung, saya meneruskan langkah hingga ke suatu turunan gang di sebelah kiri. Gang tersebut rupanya sisi belakang gedung pasar.

Terpal-terpal bernaungan, para penjaja pun berjejalan di samping kiri-kanan. Cuaca masih panas. Saya segera menyasar seorang ibu penjaja bawang.

Saya memanggilnya “ibu” sebab perawakannya sama sekali bukan perawakan Melanesia. Si ibu agaknya orang Bugis, yang juga cukup sering ditemui di Papua.

Dengan cekatan, ia meraup bawang yang hendak saya beli ke atas timbangan. Saya menyerahkan uang Rp 40.000 buat membayar sekilo bawang.

“Mama, kubis berapa (harganya), kah?”

“Yang kecil 5 ribu, yang besar 10 ribu,” jawabnya dengan logat khas Papua.

Tanpa perlu teliti, mata siapapun niscaya sanggup menaksir bahwa ukuran kubis yang kecil tak sampai separuh kubis besar. Sontak, akal sehat saya memilih menebus dua buah kubis berukuran kecil.

Dengan harga yang sama, saya memperoleh total kubis yang lebih berat. Hal yang persis sama sejurus kemudian saya lakukan juga ketika menebus dua ikat sawi hijau.

Buruan tuntas. Saya menghampiri Iky yang nyaris lumer dibekap terik siang akibat menjaga motor di pinggir jalan.

“Di sini harganya memang genap-genap,” jawabnya tersenyum.

Di sana, tak ada harga-harga selain kelipatan Rp 5.000, terutama pada lapak mama-mama Papua. Entah apa penyebabnya. Mungkin, mereka merasa repot buat menyiapkan uang-uang kembalian.

Namun, Iky kecewa dengan jagung hasil buruan saya yang ditebus seharga Rp 10.000 tetapi masih terbungkus daun. Saya balik melesat ke pasar, untuk beberapa saat kemudian kembali dengan tiga bonggol jagung yang sudah telanjang. Berapa harga masing-masing jagung itu? Sama-sama Rp 10.000.

Jadi, apakah harga sayur yang dijual ditentukan atas dasar pertimbangan "yang penting genap?"

Keunikan-keunikan ini boleh jadi tak hanya berlaku di Pasar Sanggeng atau Manokwari. Memang, Tanah Papua selalu sarat keunikan yang patut untuk dijelajahi.

https://travel.kompas.com/read/2018/12/15/160600827/pengalaman-unik-belanja-di-pasar-sanggeng-manokwari

Terkini Lainnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Travel Update
Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Travel Update
Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE Meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE Meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke