Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tarian Tradisional Khas Nagekeo Tampil di Festival Pantai Enagera

Selain itu juga dilakukan pada upacara-upacara kenegaraan di Kota Mbay, ibu kota Kabupaten Nagekeo.

Ada juga musik khas Nagekeo sudah pentas di tingkat nasional di Palu, Sulawesi Tengah beberapa tahun lalu. Musik tradisional itu adalah musik Ndoto dari Kampung Wajo, Kecamatan Keo Tengah. Ada juga tarian Todagu dari Kelurahan Natanage, Kecamatan Boawae yang juara I tingkat Propinsi NTT saat Jambore Pariwisata di Kabupaten Alor, 2018 lalu.

Untuk melestarikan dan mempertahankan tarian dan musik tradisional ini di era globalisasi yang terus menggempur pelosok-pelosok Nusantara, Pemuda Mauponggo Event Organizer, Kabupaten Nagekeo berani mengambil keputusan dengan keterbatasan anggaran dengan menggelar Festival Pantai Enagera pertama di Lembah Sawu, di bawah kaki gunung api Ebulobo, Kecamatan Mauponggo.

Selama ini Lembah Sawu yang eksotis serta pantai pasir putih Enagera tersembunyi dari berbagai promosi dan publikasi media massa.

Menggelar sebuah acara besar bermodalkan tekad dari pemuda milenial Mauponggo dengan mengambil keputusan singkat, cepat dan pasti untuk menggelar Festival Pantai Enagera pertama ini demi mementaskan berbagai musik dan tarian tradisional yang mengandung banyak makna di baliknya.

Tekad dan niat baik dari pemuda Mauponggo berhasil melaksanakan festival pertama tingkat Kabupaten Nagekeo hingga hari penutupan, Selasa (5/3/2019). Festival ini digelar dari Selasa (26/2/2019) hingga penutupan Selasa (5/3/2019) berjalan dengan lancar dan aman.

Inilah 15 musik dan tarian tradisional yang dipentaskan selama Festival itu berlangsung, baik yang dibawakan oleh masyarakat setempat maupun siswa dan siswi dari berbagai Kecamatan di Kabupaten Nagekeo.

Tarian dibawakan oleh siswa SMPK Kotagoa, Kelurahan Natanage, Kecamatan Boawae. "Toda" artinya sendang, "gu" artinya bambu. Jika diterjemahkan secara harafiah bahwa todagu berarti tarian sendang dengan alat musik bambu. Untuk diketahui bersama bahwa Kelurahan Natanage, Kecamatan Boawae berada di bawah kaki gunung api Ebulobo di bagian utaranya.

Maria Fransiska Awi, Ketua Sanggar Bahagita Remaja Kotagoa kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2019) menjelaskan, era tahun 1980-an, tarian Todago juga juara I di pementasan budaya tingkat Provinsi NTT. Dan kini, tahun 2018, tarian ini yang dipentaskan di Jambore Pariwisata Tingkat Provinsi NTT yang dilaksanakan di Kabupaten Alor meraih juara I umum.

Fransiska menjelaskan, makna dari tarian Todagu adalah tarian kemenangan bagi kaum laki-laki yang pulang perang di masa silam. Jadi kaum laki-laki Nagekeo saat merayakan kemenangan perang menari-nari dengan tarian Todagu diiringi musik bambu.

Tarian ini mengungkapkan kegembiraan setelah menang perang. Sementara khusus untuk kaum perempuan sebut tarian Tea Eku. Tarian Tea Eku berarti kaum perempuan atau para istri menyambut suami dan kaum laki-laki yang pulang perang dengan membawa kemenangan.

Menurut Fransiska, Pemuda Nagekeo di Jakarta sudah memiliki kelompok tarian Todagu yang selalu tampil dalam berbagai acara budaya dan pariwisata di Jakarta.

“Kami bangga dengan warisan leluhur yang tetap dipertahankan hingga di era globalisasi ini,” katanya.

2. Tarian Enagera

Tarian ini dibawakan oleh siswa SMP Satu Ata Gusu. Tarian ini mengisahkan leluhur orang Keo sebagai penjaga Pantai Ena atau pantai berpasir dengan nama Gera Gae. Selain keturunannya menamakan pantai di bagian selatan itu dengan sebutan Pantai Enagera juga ada tarian Enageranya.

Pemangku adat Keturunan Gera Gae, Laurensius Ame menjelaskan, pantai yang berada di bagian selatan dari Kabupaten Nagekeo diberikan langsung oleh leluhur dengan nama Pantai Enagera. "Ena" dalam bahasa Keo berarti pasir sedangkan "Gera" itu nama leluhur pertama di kawasan Selatan ini. Nama panjang dari leluhur itu adalah Gera Gae.

3. Tarian Beghu

Tarian ini sebagai ungkapan kalender adat atau budaya orang Nagekeo dalam sistem pertanian tradisional. Tarian ini berasal dari Kampung Lejo, Desa Selalejo, Kecamatan Mauponggo.

Gabinus Mega menjelaskan, tarian ini untuk ungkapkan kalender adat dalam sistem pertanian. Pemain musik bambunya ada tujuh orang. Tarian Beghu Batalewa dengan 16 jenis pukulan musik bambunya.

4. Tarian Dero

Tarian ini merupakan tarian berbentuk lingkaran bulat. Tarian ini melambangkan tarian persaudaraan, toleransi yang penuh dengan kekeluargaan. Persatuan antara sesame warga lintas agama dan suku terjadi erat dalam pesan-pesan di dalam Tarian Dero.

5. Tarian Dero Kreasi

Para siswa dan siswi dari berbagai sekolah dari lintas-agama serta suku serta berbagai sekolah, dari sekolah dasar hingga Sekolah Menengah Atas menari Dero Kreasi sesuai dengan perkembangan zaman, namun iringannya selalu dengan musik bamboo khas Nagekeo.

6. Tarian dengan Musik Ndoto

Ndoto dalam bahasa Keo Tengah berarti bambu. Jadi salah satu warisan leluhur orang Keo Tengah di Kecamatan Keo Tengah adalah musik bambu. Leluhur orang Flores sesungguhnya tidak mengenal musik gong dan gendang melainkan musik bambu dalam berbagai upacara adat yang tersebar di seluruh perkampungan adat.

7. Tarian Ja’i

Tarian ini sebagai tarian persaudaraan yang penuh dengan kekeluargaan lintas suku dan agama. Bahkan, tarian Ja’i juga merupakan tarian toleransi antara berbagai suku di Pulau Flores. Tarian ini sudah dipentaskan di tingkat internasional yang dibawakan oleh para missionaris yang bertugas di berbagai Negara di dunia ini.

Tarian ini selalu dipentaskan dan ditampilkan dalam berbagai acara budaya dan pariwisata di Pulau Flores dan tingkat provinsi.

8. Tarian Sepa Api

Tarian ini khas Kampung Pautola di kawasan Keo Tengah, Kecamatan Keo Tengah. Tarian ini selalu dipentaskan di kampung itu setiap tahunnya. Keberanian para penari untuk menari-nari di atas bara api sampai api itu padam.

Lima tahun lalu, Kompas.com menyaksikan langsung tarian ini yang dilaksanakan semalam suntuk hingga matahari terbit. Semua sanggar di wilayah Pantai Selatan dari Kabupaten Nagekeo sudah diinformasikan untuk mementaskan kekhasan tarian masing-masing, namun ada yang berhalangan.

9. Trian Kreasi Modern

Orang Muda Nagekeo serta siswa dan siswi dari berbagai sekolah, dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas memadukan tarian tradisional dengan tarian modern. Mereka menyebut tarian kreasi modern.

Musik tradisional dan musik modern mengiringi tarian kreasi modern. Tarian ini juga mengikuti perkembangan zaman.

Para petarung dari dua kubu dalam permainan etu atau tinju adat selalu didahului tari-tarian dengan iringan musik bamboo di pinggir arena tarung. Kedua petarung itu sambil menari-nari sebelum adu ketangkasan.

Tua-tua adat memukul bambu dengan bambu kecil untuk memberikan semangat kepada petarung yang siap masuk arena yang sudah disediakan oleh tua-tua adat. Pusat tarian Etu ini ada di Kampung Wulu Nua Puu, Desa Wuliwalo, Kecamatan Mauponggo.

Untuk menyaksikan dan meliput tarian dan tradisi ini selalu dilaksanakan pada bulan Februari setiap tahun. Sebelum bulan Februari tarian dan tradisi Etu bisa dipentaskan jika tua adat dan masyarakat di Kampung Wulu Nua Puu sudah melaksanakan tradisi dan tarian Etu ini.

Teke Mere, atau Imam adat dan Pemangku adat Kampung Wulu Nua Puu, Paulinus Poso dan Adam Jago, kepada Kompas.com, Rabu (27/2/2019) menjelaskan, tarian dan tradisi Etu bisa dipentaskan pada syukuran peresmian Gereja serta tahbisan Imam baru dan acara budaya di Kabupaten Nagekeo.

Namun, syaratnya bisa dilaksanakan sesudah bulan Februari setiap tahun dalam kalender adat setempat. Tarian dan tradisi ini tak bisa dilaksanakan sebelum bulan Februari.

11. Tarian Ndawi Dera dari SMP Pusu.

12. Tarian-tarian daerah Nagekeo dan musik tradisional dari Orang Muda Katolik Paroki Santo Joann Baptista Wolosambi, Kevikepan Boawae, Keuskupan Agung Ende.

13. Tarian Peduli Sampah dari SMAK Wolosambi.

14. Tarian Baja Naa dari SMP Hanura.

Ketua Umum Pemuda Mauponggo Event Organizer, Kabupaten Nagekeo, Lodofikus Raga Muja kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2019), menjelaskan, Festival Pantai Enagera yang pertama kali dilaksanakan ini untuk mempromosikan keunikan alam, budaya dana lam di bawah lembah Sawu, dibawah kaki Gunung api Ebulobo.

“Kami mengambil keputusan ini untuk terlibat dalam pembangunan di Kabupaten Nagekeo khususnya mempromosikan obyek wisata, budaya dan alam di Kecamatan Mauponggo yang belum tersentuh promosinya. Pemuda Nagekeo umumnya dan Mauponggo khususnya harus bangkit untuk mempromosikan kekayaan alam, budaya dan obyek wisata yang sangat unik di kawasan selatan dari Kabupaten Nagekeo, “ kata Lodofikus Raga Muja

Bukan hanya pementasan musik dan tarian tradisional, lanjut, Muja, talk show juga dilakukan di lokasi Festival dengan melibatkan Wakil Bupati Nagekeo, Marianus Waja serta sejumlah pemateri di bidang Pariwisata dan Ketua DPRD NTT, Anwar Pua Geno.

Muja menjelaskan, penutupan Festival Pantai Enagera dilakukan oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Nagekeo, Selasa (5/3/2019) malam.

“Festival Pantai Enagera harus dilaksanakan setiap tahunnya. Pemuda Mauponggo sudah berbuat sesuatu dan berani menggelar Festival Pantai Enagera tanpa anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Nagekeo. Pemuda bangkit dan pemerintah mendukung," katanya.

https://travel.kompas.com/read/2019/03/20/094100927/tarian-tradisional-khas-nagekeo-tampil-di-festival-pantai-enagera

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke