Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (35)

Kompas.com - 23/04/2008, 07:51 WIB

Beberapa literatur menunjukkan, nama Dungan mungkin berasal dari bahasa Turki dönen, artinya orang-orang yang berbelok atau berpulang. Dalam bahasa Mandarin, kata Hui juga berarti 'pulang'. Apakah ini asal muasal nama Dungan? Hingga hari ini, kata ini masih menjadi perdebatan ahli sejarah Tiongkok dan Asia Tengah.

Yeja Karim, tetua Dungan yang paling dihormati di seluruh Tokmok, berkisah bahwa Dungan berasal dari bahasa Mandarin dong-gan, yang artinya provinsi Gansu bagian timur, tempat asalnya nenek moyang etnis Hui. Bagaimana orang-orang Hui ini jadi disebut Dungan, juga karena kesalahpahaman pemerintah Rusia yang sama sekali tidak mengerti bahasa China.

Sejarah Dungan memang tidak lepas dari pelarian. Sekitar 120 tahun silam, etnis Muslim Hui di Tiongkok memberontak terhadap Dinasti Qing, namun berhasil dikalahkan. Untuk menghindari pembalasan dari pemerintah, umat Muslim Hui kemudian melarikan diri ke balik perbatasan Rusia, dimana kemudian mereka dikenal sebagai Dungan.

Yeja Karim, yang umurnya sudah kepala tujuh, ikut merasakan berkali-kali berpindah melintasi perbatasan Soviet dan China. Orang tua Yeja Karim termasuk yang melarikan diri ke Soviet tahun 1888 setelah pemberontakan Muslim yang digagalkan itu. Yeja lahir di Soviet, tetapi tahun 1930, ketika Stalin mulai berkuasa dengan tangan besi, keluarga Yeja mengungsi kembali ke negeri China. Yeja dibesarkan di propinsi Xinkiang dan  sempat menjadi guru di sekolah menengah di kota Yining.

Tahun 1961, ketika pemerintah Soviet membuka pintu gerbangnya bagi para mantan warga negaranya, Yeja ikut kembali bersama gelombang migrasi orang Dungan, masuk dari Khorgos ke Kazakhstan, kemudian menyeberangi Sungai Chuy hingga sampai di Tokmok.

Bagi Yeja, identitas Dungan yang paling utama ada dua – Muslim dan Tionghoa. Ketika saya berkunjung ke rumahnya, Yeja sedang berkonsentrasi mengikuti siaran TV tentang pengumuman 100 kader komunis yang diangkat di provinsi Fujian. Semuanya dalam bahasa Mandarin murni yang sudah tidak dipahami oleh sebagian besar generasi muda Dungan. Yeja sangat mencintai Tiongkok, tetapi dia tidak benci Kyrgyzstan.

            "Semua tempat di seluruh dunia ini sama, seluruh penjuru adalah rumah kita," kata Yeja bersemangat, yang kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu-lagu mars komunis Tiongkok.
            "Tiongkok semakin lama semakin kuat. Kami, orang Hui dan semua keturunan Tionghoa, juga ikut menjadi kuat."

Identitas ke-Tiongkok-an, bercampur dengan nuansa Islami, masih sangat kental di tengah keluarga Muhammad, 50 tahun, satu di antara sepuluhan orang yang rajin sembahyang di masjid setiap hari. Muhammad tinggal bersama istri, ibu, anak, menantu, dan beberapa cucu. Keluarganya cukup berada. Istrinya sudah naik haji tahun 70'an, melalui jalan darat dari Kazakhstan sampai Mekah, lewat Iran, Suriah dan Iraq. Zaman itu orang masih harus bersusah payah naik haji lewat medan yang berat.

Fatime, ibu Muhammad, sudah tua. Waktu saya datang, si nenek sedang mendirikan salat di sudut ruangan. Nenek hanya bisa bahasa Dungan, atau Mandarin. Muhammad sendiri kosa kata bahasa Dungannya terbatas sekali, dan sama sekali tidak bisa membaca huruf China. Anak Muhammad yang baru menikah, boleh dikata hanya mengerti 20 persen bahasa Dungan. Ketika bicara dengan anaknya, Muhammad lebih sering pakai bahasa Rusia.

Dari generasi ke generasi, identitas asli Dungan – Islam dan Tiongkok, semakin pudar. Anak muda yang bisa lancar berbahasa Dungan atau masih menjalankan ibadah salat dan puasa, bisa dihitung. Bahasa Dungan, yang ditulis dengan huruf Rusia, sangat tidak populer untuk dipelajari. Generasi muda Dungan lebih fasih bicara bahasa Kirghiz dan bahasa Rusia. Orang Dungan sudah tidak merayakan tahun baru Imlek seperti saudara-saudara etnis Hui di Tiongkok sana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com