Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukit Bangkirai, Sepenggal Hutan Tropis Kalimantan yang Tersisa

Kompas.com - 24/04/2008, 12:14 WIB

Jangan ambil sesuatu kecuali gambar. Jangan bunuh sesuatu kecuali waktu. Jangan tinggalkan sesuatu kecuali jejak.

SERUAN yang merupakan inti semangat ekoturisme itu tertera jelas pada plang papan di tengah Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kawasan hutan hujan tropis yang masih asli itu luasnya hanya 510 hektar dengan kawasan penyangga sekitar 1.500 hektar.

Seruan itu rasanya datang sangat terlambat dan sepertinya ditujukan hanya untuk turis. Selama satu setengah jam perjalanan dengan mobil menuju ke Bukit Bangkirai dari arah Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Rabu pekan lalu, kami melewati kawasan bekas hutan yang sudah gundul. Di beberapa titik terdapat semak dengan batang pohon yang meranggas atau tinggal puing dan tunggul, ada pula kawasan yang telah jadi ladang padi. Pohon-pohon tinggi tidak ada lagi karena sudah dibabat habis perusahan pemegang HPH (hak pengelolaan hutan).

Kondisi di kiri kanan jalan itu memang kontras dengan sepenggal hutan yang tersisa ini. Di sini, pohon-pohon tinggi menjulang sampai puluhan meter, berdiameter sampai satu meter lebih, berdiri rapat, dan hanya ada sedikit celah untuk cahaya matahari. Belukar dan tanaman merambat memenuhi ruang antara pohon.

Bagaimanapun, lebih baik terlambat daripada tidak ada upaya penyelamatan sama sekali. Kawasan Bukit Bangkirai semula telah ditetapkan sebagai areal HPH. Namun tahun 1998 kawasan itu dijadikan Kawasan Wisata Alam dan ada dalam pengelolaan PT Inhutani-1 Mentawir-Batuampar. Tujuan utama pengembalian fungsi hutan itu adalah untuk menyelamatkan hutan alam Kalimantan yang tersisa serta melestarikan lingkungan. Di sepenggal hutan yang luput dari pembabatan itulah seruan bersemangat ekoturisme tadi terpampang.

Pohon Langka

TASMADJI, seorang nursery pada sebuah perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri) di Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU), mengantar sekaligus memandu kami. Sepanjang jalan, dari PPU sampai Kutai Kartanegara, ia bercerita tentang orang Pasir, salah satu suku aseli di Kalimantan Timur yang keberadaanya kini terdesak. Hutan tempat mereka menggantungkan hidup sudah punah akibat ulah pemilik modal yang hanya bisa menebang pohon namun tidak pernah berupaya menanam pohon pengganti.

Ia juga bercerita tentang masa jaya perusahaan pemegang HPH ketika hutan masih ada. "Dulu di sini ramai, karyawan perusahaan kayu hidup sejahtera. Tapi itu dulu ketika masih ada kayu, sekarang hutan sudah habis, ribuan karyawan telah di-PHK," katanya.

Ketika menelusuri jalan setapak di Bukit Bangkirai, Tasmadji dengan ramah menunjukkan kepada kami aneka jenis pohon langka khas Kalimantan yang terdapat di kawasan hutan itu. Ada pohon ulin atau kayu besi (eusideroxylon zwageri), meranti merah (shorea pauciflora), kayu hitam atau eboni (diospyros buxifolia), kruing (dipterocarpus cornutus), dan tentu saja bangkirai (shorea laevis). Populasi bangkirai di daerah itu tergolong banyak karena itulah kawasan wisata tersebut dinamakan Bukit Bangkirai.

Tasmadji menjelaskan, diameter pohon ulin bertambah 0,5 cm setiap tahun, bangkirai 0,75 cm dan eboni 1 cm. "Jadi tinggal dihitung pohon ulin yang sebesar itu usianya sudah berapa tahun," katanya sambil menunjuk sebuah pohon ulin setinggi sekitar 60 meter dan dengan diameter sekitar 80 cm.

Selain aneka pohon, rotan, dan anggrek, di hutan itu juga terdapat sedikitnya 113 jenis burung antara lain pelatuk merah, elang hitam, tepekong rangkong, punai, raja udang, burung surga, srigunting, dan elang bondol. Satwa lain yaitu owa-owa (hylobates muelleri), ular piton, beruk (macaca nemestrina), lutung merah (presbytus rubicunda), monyet ekor panjang (macaca fascicularis), kancil, dan bajing terbang.

Pihak pengelola menyediakan tujuh trek bagi pengunjung agar bisa menjelajahi kawasan itu. Tingkat kesulitan trek beragam, dari yang ringan dan pendek (hanya 150 meter atau 300 meter) hingga yang sulit dan panjang (mencapai hitungan kilometer).

Kondisi trek dibiarkan alami: hanya berupa jalan setapak, pohon tumbang yang melintang di tengah jalan tidak disingkirkan jadi orang harus berjalan memutar supaya bisa melintas.

Kicau burung, aneka suara serangga, gesekan batang pohon, serta desiran angin di dedaunan menjadi paduan suara yang merdu untuk dinikmati saat menapaki jalan setepak di hutan itu.

"Wouw.. jadi ini namanya hutan. Seumur hidup, baru kali ini saya masuk hutan," kata Dian Lestari dari Tanoto Foundation, salah satu anggota rombongan kami.

Jembatan Gantung

Di tengah hutan ini tidak hanya ada aneka fauna dan flora. Persis di puncak Bukit Bangkirai terdapat jembatan gantung atau jembatan tajuk (canopy brige) yang menghubungkan empat pohon bangkirai yang tinggi besar. Jembatan itu terdiri dari tiga bagian dengan total panjang 64 meter.

Panjangnya mungkin tidak seberapa namun ini sesungguhnya ajang uji nyali. Saya sempat dag-dig sebelum melangkah ke jembatan yang terbuat dari baja dan tali itu. Jembatan berada 30 meter dari permukaan tanah, lebar kurang dari satu meter, dan bergoyang( di ketinggian itu kecepatan angin sekitar 30 mil per jam).

Untuk mencapai jembatan orang harus meniti 139 anak tangga yang terbuat dari kayu ulin dengan konstruksi mengitari pohon bangkirai yang tinggi sekitar 60-70 meter. Di puncak tangga ada menara untuk menikmati pemandangan sekitar.

Jembatan tersebut diklaim merupakan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Konstruksinya dikerjakan pakar canopy brige dari Amerika Serikat dengan biaya mencapai 80 ribu dollar.

Akses

Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai menjadi salah satu obyek wisata andalan Kalimantan Timur. Hari Sabtu dan Minggu tempat itu ramai dikunjungi orang dari Balikpapan dan Samarinda.

Tempat itu bisa dicapai melalui jalan darat dari Kota Balikpapan dengan menyusuri jalan trans Kalimantan menuju Kota Samarinda. Sampai di persimpangan kilometer 38 ada belokan menuju Hutan Wisata Alam Bukit Bangkirai. Seterusnya, ikuti saja panduan yang terpasang di tepi jalan.

Tiket masuk untuk orang dewasa Rp 2.000, anak-anak Rp 1.000. Jika membawa sepeda motor tarifnya Rp 2.000, mobil sedan atau sejenis Rp 5.000, bus atau minubus Rp 10.000. Sementara tiket jembatan tajuk harganya 15.000 untuk turis domestik dan Rp 30.000 untuk turis mancanegara.

Pengeloa juga menyediakan fasilitas tempat menginap yang ada digerbang masuk Kawasan Wisata Bukti Bangkirai. Fasilitas penginapan berupa cottages dua kamar berkapasitas delapan orang (seharga Rp 450.000 per malam) dan satu kamar berkapasitas enam (seharga Rp 350.000 per malam). Selain itu ada lamin (meeting room) berupa rumah khas dayak, restoran, dan camping ground.

Ingin rasanya berlama-lama di pedalaman Kalimantan ini. Sayang, waktu kami terbatas. Tasmadji juga mulai gelisah. Ia kuatir hujan segara turun. Jika hujan, mobil yang kami tumpangi akan kesulitan melewati jalan mendaki yang akan licin.

Soalnya, jalan menuju kawasan itu selepas jalan trans Kalimantan tidak sepenuhnya beraspal. Di beberapa tempat aspalnya sudah terkelupas bahkan hilang sama sekali. Kami pun bergegas ke Sepaku, lalu Balikpapan guna mengejar pesawat ke Jakarta hari itu juga.

Kami pulang bawa kenangan tentang secuil warisan hutan tropis Kalimantan yang masih tersisa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com