Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (19): Biksu Muda

Kompas.com - 28/08/2008, 07:17 WIB

Saya melihat daftar penyumbang lainnya. Semua menulis angka besar-besar – lima puluh, seratus, dua ratus, lima ratus Yuan. Saya hanya menyumbang dua Yuan, pantaskah menulis di sini? Lagi pula, saya tak yakin dua biksu pinggir jalan ini bisa menerima sedekah sampai ratusan Yuan.

Setelah saya menulis buku itu, kedua drapa – biksu yunior – meminta saya menyumbang lagi.

          “Bukankah tadi katanya sukarela? Bukankah tadi kamu bilang berapa pun tak masalah? Dua Yuan adalah yang mampu saya berikan,” saya mengelak.

Kedua biksu tak mau tahu, mereka setengah memaksa meminta saya memberi lebih banyak lagi.

Saya berbalik arah, meninggalkan mereka cepat-cepat. Sungguh tak disangka, kedua biksu itu mengejar.

          “Kembalikan! Kembalikan!” kata seorang dari mereka dengan kasar.

Setelah batu hitam itu berpindah tangan, kembali lagi ke tangan biksu itu, mereka langsung ngeloyor pergi. Tanpa ucapan terima kasih apa pun.

Seburuk inikah moral biksu di sini, menggunakan simbol-simbol keagamaan untuk memeras orang?

          “Kamu harus berhati-hati di Lhasa,” kata Man Fai si turis Hong Kong, “di sini yang berpakaian biksu bukan semuanya biksu. Banyak lama palsu yang pekerjaannya menipu, menggunakan nama Budha untuk mengeruk keuntungan!”

Walaupun demikian, bukan berarti yang memeras orang, belanja sate kambing di jalan, berkutat di toko celana jeans, atau asyik memilih-milih handphone semuanya adalah biksu palsu. Biksu asli pun mungkin berbuat demikian, apalagi sekarang para biksu sudah punya uang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com