Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (21): Debat

Kompas.com - 01/09/2008, 07:21 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Kuil Sera, salah satu dari tiga universitas Budhisme penting di Tibet, terletak lima kilometer di  utara pusat kota Lhasa. Sempat ditutup selama Revolusi Kebudayaan, kini dibuka kembali dan menjadi tontonan para turis yang menyaksikan debat keagamaan setiap hari.

Seperti halnya kuil-kuil penting lainnya di Lhasa, Kuil Sera pun menarik karcis dari pengunjung. Orang asing dan orang China membayar 50 Yuan, penduduk Tibet 1 Yuan. Tidak bisa ditawar. Untuk ukuran kantong saya, uang itu termasuk besar.

Berat sekali rasanya mengeluarkan uang sebanyak itu untuk tiket masuk tempat ibadah. Saya tak pernah setuju kalau tempat ibadah menarik karcis dengan memaksa. Daripada mendukung materialisasi agama, saya memilih beribadah mengelilingi kuil suci ini. Dalam agama Budha Tibet, mengelilingi tempat suci juga termasuk ibadah. Seperti kora mengitari Kailash dan Manasarovar, atau lingkhor mengitari Potala dan Chokpuri di Lhasa, kuil-kuil suci pun punya lintasan untuk dikelilingi.

Di sekitar Kuil Sera, orang Tibet dengan khusyuk melaksanakan ibadah mengelilingi kuil. Mereka mendaki batu-batu cadas, dengan mulut berkomat-kamit dan tangan terus memutar roda sembahyang. Ada barisan silinder emas bertulis mantra suci, setiap kali memutarnya, pahala semakin bertambah.

Batu-batu besar di lereng tebing pun dilukis gambar dewa. Ada Yama, Dewa Kematian yang seram, berbadan biru, berkepala kerbau, berkalung untaian kepala manusia, dan berdiri di atas kerbau raksasa. Ada pula gambar para sesepuh Dalai Lama, dimuliakan dalam sikap bermeditasi. Asap dupa mengepul, suasana mistis menyelimuti. Dari balik selubung kabut dan mendung, kemegahan puncak-puncak emas Kuil Sera menyeruak.

Nenek tua terhanyut dalam doa dan mantra. Matanya terpejam. Mulutnya terus komat-kamit. Tangan kanannya memutar tongkat roda doa berwarna emas. Suara berderek muncul dari rantai besi yang turut berputar, setiap putaran roda. Tangan kirinya memutar tasbih. Kuil Sera di hadapannya, menjadi curahan ketakzimannya.

           “Kamu ingin masuk ke Sera kan?” tanya seorang gadis China bernama Bing Ding.      
           “Tetapi kamu tak kuat bayar kan, jadi mengelilingi kuil ini saja?” lanjutnya seperti membaca pikiran saya.

          Saya mengangguk.

          “Sama! Kami juga!” ia tertawa lebar.

Ia datang bersama dua orang kawannya, satu laki-laki yang kurus kering, satu perempuan bertopi koboi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com