Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (47): Pernikahan Seorang Kawan

Kompas.com - 07/10/2008, 07:51 WIB

           “Hmm... orang ini benar-benar memanfaatkan kita,” Lam Li yang selalu penuh perhitungan berkomentar, “Dia yang mau lihat orang kawin, dia pikir dengan bawa kita bisa menumpang gratis.”

Kecurigaan Lam Li mungkin ada benarnya. Sesampainya di Gorkha, kami dititipkan di rumah kakak perempuannya yang buka toko. Deepak tampak sibuk menelepon kawannya, tetapi tak ada jawaban. Kami berangkat dari Kathmandu pagi-pagi, sampai di sini hanya disuruh menunggu, karena Deepak tak tahu di mana acara pernikahan akan berlangsung. Mengapa tidak langsung saja ke rumah temannya itu? Deepak tak menjawab, santai saja ia melenggang meninggalkan kami yang cuma menunggu dipenuhi keheranan.

Beginikah caranya membawa tamu ke kampung halaman? Baru saja dua jam kami di Gorkha, Deepak yang datang dengan tangan kosong menanyakan kapan kami kembali lagi ke Kathmandu.

           “Macam ia sudah bosan di sini, nak cari tumpangan percuma kembali ke ibu kota. Jangan harap!” Lam Li yang menjadi pemimpin rombongan kami sudah habis kesabarannya.

           “Sudah, lupakan saja acara pernikahan itu. Saya yakin bahkan acara pernikahan itu pun cuma sekadar bualannya saja.”

Tanpa berpamitan dengan Deepak yang sudah menghilang lagi di kampungnya, kami memutuskan meninggalkan rumah ini, mencari penginapan murah di bukit.

Hotel Gorkha Bisauni menjulang mewah, seperti vila nyaman di pegunungan yang sejuk. Tetapi tak ada turis sama sekali, sepi tak terkira. Harga kamar yang semula ratusan Rupee, akhirnya berhasil ditawar jadi 50 Rupee saja per ranjang.

Deepak dan seorang kawannya, yang juga Brahmana, sama-sama kerempeng, dan sama-sama punya hobi memamerkan tali suci di bawah baju, akhirnya menemukan jejak kami menginap di hotel ini. Ketika Lam Li dan Qingqing pergi mandi, Deepak mendekati saya.

          “Gadis cantik berambut panjang itu, siapa? Orang Cina kah? You know, saya tengok dia, suka betul. Apa nama dia?”

Dengan gaya bicaranya yang seperti majikan, ditambah wajah polos dan seringai yang aneh, Deepak berkata, “You know, kami berdua juga nak tinggal di kamar ini. Boleh tak?” Lam Li menjawab tegas, “NO!”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com