Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (71): Surat-surat

Kompas.com - 10/11/2008, 08:12 WIB

Paspor, foto, surat pengantar, semuanya langsung saya serahkan kepada petugas itu. Tanpa ditanya, mungkin karena grogi dan gelisah berlebihan, dengan polosnya saya langsung bilang, “Sir, surat pengantar saya dari KBRI Beijing.”

Petugas Pakistan itu langsung berubah mukanya.

           “Tidak bisa! Kamu harus bawa surat dari KBRI New Delhi! Bagaimana mungkin kami menerima surat dari KBRI Beijing?”
           “Tapi Sir, saya tinggal di China. Kedutaan Indonesia di Beijing lah yang bisa memberi pengakuan kepada saya.” Saya menunjukkan paspor saya yang diterbitkan di Beijing, cap stempel KBRI Beijing, dan izin tinggal di RRC yang sudah kadaluwarsa.
           “Kalau begitu, minta surat dari Kedutaan China!”
           “Sahab, paspor saya Indonesia, bagaimana mungkin minta surat dari Kedutaan China?”
           “Begini,” orang Pakistan itu sudah tidak sabar, “kalau negara kamu tidak mengakui kamu, bagaimana kami bisa mengakuimu?”

Dia langsung beralih kepada pengantre berikutnya.

Sedih, kecewa, gelisah, putus asa, semua campur aduk. Saya begitu lemas sampai tak kuat berdiri lagi ketika meninggalkan antrean ini.

Tetapi saya tak sendiri. Siapa sangka saya punya begitu banyak suporter di sini. Para pemohon visa yang melihat saya diperlakukan tidak adil, langsung menyemangati.

           “Kenapa kamu tidak protes,” kata seorang kakek dari Kashmir, “Ayo. Maju lagi! Jangan buang waktu di sini.”
           “Hei, kamu kan sudah pernah ke Pakistan sebelumnya,” kata yang lain lagi, “tidak ada alasan mereka menolak visamu!”
           “Ayo! Coba lagi! Bagaimana kalau lewat pintu gerbang utama, bicara langsung dengan konsul? Tidak ada gunanya berbantahan dengan kroco-kroco di loket ini!”

Saya mendinginkan kepala sebentar, berjalan-jalan keliling kompleks. Setengah jam kemudian, semangat bertarung dan keberanian saya muncul kembali.

Saya kembali ke loket. Saya coba loket yang lain, dengan petugas lain yang tanpa curiga menerima berkas-berkas saya. Tetapi sial, petugas yang duduk di sebelahnya adalah petugas yang tadi sudah menolak saya.

          “Mengapa kamu datang lagi? Saya bilang tidak bisa ya tidak bisa!”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com