Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (150): Terjebak Birokrasi Pakistan (1)

Kompas.com - 02/03/2009, 08:00 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Mungkin memang takdir saya untuk selalu dipusingkan masalah visa. Saya teringat betapa saya harus beradu mulut untuk mendapatkan visa India di Nepal, bersusah payah dengan setumpuk beban mental untuk mendapat visa Pakistan di India, dan kini, saya akan mengalami serentetan perjuangan panjang dalam semrawutnya birokrasi Pakistan.

Salah satu masalah bagi tenaga sukarelawan asing adalah visa. Tak terasa, visa tiga bulan yang diberikan Kedutaan Pakistan akan segera habis dalam beberapa hari ini. Sebelumnya, Rashid dari Danish Muslim Aid selalu berusaha meyakinkan saya, “Jangan kuatir untuk urusan visa. Saya akan membantumu. Semuanya pasti beres, Insya Allah!”

Saya pun menaruh harapan besar padanya, apalagi katanya Rashid kenal banyak orang penting di Muzaffarabad. Di Pakistan, semuanya bisa jalan dengan koneksi. Kenal seorang tetangga dari ipar dari sepupu dari nenek dari ayah dari teman dari bibi dari ibu Anda bisa mengantar Anda ke puncak dunia, atau kalau salah orang, ke penjara. Sering kita melihat hubungan kekerabatan yang ruwet dalam film-film Bollywood. Sekarang, semuanya itu menjadi dunia nyata yang sedang saya jalani.

Hubungan koneksi yang panjang mengantar saya dan Rashid duduk di hadapan Senior Superintendent of Police (SSP) atau Kepala Inspektur Polisi Muzaffarabad. Kami berada di kompleks asrama polisi. Kurshid Sahab, si Bapak SSP, baru saja mendapat rumah baru di tengah kompleks itu, sebuah daerah yang orang luar tak bisa bebas keluar masuk. “Kenal pejabat tinggi di Pakistan,” bisik Rashid, “selalu hal yang menguntungkan. Kamu percaya saja.”

Sungguh saya ingin mempercayainya. Bapak Khurshid adalah pejabat polisi tertinggi di seluruh Azad Kashmir, tak perlu dibantah. Pak Inspektur melihat-lihat visa saya, berkata, “Perpanjangan visa bukan kewenangan polisi. Kamu mesti ke kantor DC (Deputy Comissioner, wakil komisaris). DC Sahab nanti yang memperpanjang visa kamu.” Pak Inspektur berbaik hati hendak menyambungkan kami dengan Pak DC. Ia memanggil anak buahnya untuk mengambilkan teleponnya yang terletak di atas meja di sudut ruangan.

“Sayang sekali,” kata Pak Khurshid setelah menelepon, “DC Sahab sedang tidak ada di kantornya. Kalian berdua ke sana saja langsung, bilang saja kenal dengan Pak Khurshid Inspektur Kepala.” Apakah kami butuh surat pengantar yang membuktikan bahwa kami ‘kenal’ dengan Pak Inspektur? Sama sekali tidak perlu. Kami berfoto bersama dengan Bapak Inspektur, menyimpan fotonya di kamera digital saya, dan siap kami tunjukkan kepada Bapak DC nanti kalau ditanya. Inilah koneksi di Pakistan. Asal kenal, ada jalan.

Kantor Deputy Comissioner yang lama sudah ambruk kena gempa. Sekarang letaknya di gedung bekas kantor Pakistan International Airlines. Hasilnya adalah sebuah kantor pemerintahan dengan segala macam atribut yang salah alamat. Kantor DC adalah ruangan yang ditandai sebagai “Tourist Information” dan loket pengajuan paspor penuh dengan stiker ‘huge discount’.

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya kami berhasil bertemu pula dengan kepala kantor DC. Orangnya masih muda, tetapi wajahnya serius sekali. Rashid menjelaskan maksud kedatangan kami, dan DC Sahab langsung membolak-balik paspor halaman saya.

          “Visanya dari India?” ia mengernyitkan dahi. “Maaf. Kami tidak bisa menolong.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com