Air mata Syiwa, yang terkumpul dalam kolam besar yang tergenang alami di dekat kuil, tak lagi dibanjiri umat Hindu yang melakukan ibadah mandi suci. Selain barisan bebek yang berenang di sana, ada bocah-bocah Punjab yang melompat riang ke dalam air dengan hanya memakai celana shalwar kombor. Tak ada patung yang tersisa di kuil ini. Yang ada adalah lorong gelap, bau, penuh coret-coretan grafiti si Ahmad atau si Mahmud yang pernah datang ke sini. Hanya di lorong-lorong tersembunyi, gambar dewa dewi yang hampir pudar masih bertahan, lolos dari tangan manusia yang tak mau ingat lagi masa lalu.
Padahal dalam sejarahnya, Katas pernah menjadi sebuah tempat di mana para pemeluk beragam agama hidup bersama. Sang pendiri agama Sikh, Shri Guru Nanak, datang ke tepi danau suci ini untuk bermeditasi. Sang ilmuwan Muslim Al Biruni dari Khorezmia datang untuk belajar bahasa Hindi, menulis sejarah Hindustan, dan menghitung diameter bumi. Belum lagi ribuan orang suci Hindu yang melepaskan kesenangan duniawi, menempuh perjalanan ratusan hingga ribuan kilometer untuk berziarah.
Selanjutnya, masa-masa kejayaan itu surut, tenggelam bersama bukit-bukit garam Punjab yang mengelilingi tempat ini. Perlahan-lahan lumut dan sulur-suluran menenggelamkannya. Serangga bersarang di dalamnya. Atapnya ambruk. Temboknya bolong. Lima puluh tahun setelah partisi India, bangunan bersejarah kuil Katas Raj sudah berubah menjadi puing-puing kuil yang terlupakan.
Pakistan, sebuah negara Muslim yang menghargai masa lalunya. Tidak seperti negara tetangga yang menghancurkan patung-patung, Pakistan tetap melestarikan dan merawat peninggalan sejarahnya. Museum Lahore dipenuhi patung Buddha bertapa yang kurus kering. Kota Moenjo Daro, tempat lahirnya peradaban Indus, menjadi kebanggaan nasional. Kota Buddha Taxila dari dinasti Gandhara terawat dengan rapi. Juga patung-patung Buddha di lembah Swat hingga balik pegunungan Himalaya di Baltistan, semuanya masih berdiri dengan megah. Tetapi mengapa kuil Katas begitu saja terhapus dari memori negeri ini, terbenam dalam kebencian terhadap Hindustan?
Ada sebuah misteri yang dibisikkan oleh reruntuhan altar dan kuil. Ada air mata sang Dewa yang menggenangi kolam kotor. Sejarah menjadi pudar karena perang dan persengketaan. Entah berapa lama lagi ia akan bertahan.
(Bersambung)
_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!