Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepotong Hutan di Utara Orchard

Kompas.com - 07/03/2010, 06:22 WIB

KOMPAS.com - Di sini, kawanan monyet berlarian di rerumputan. Pepohonan yang telah berusia puluhan tahun menjulang tinggi, berbaris rapat membentuk kawasan hutan hujan tropis. Bunyi tonggeret meningkahi langkah kaki di jalan setapak. Hei, ini di Singapura! Hanya 10 menit berkendaraan dari pusat belanja Orchard.

Matahari sudah turun ke barat. Bayang-bayangnya terpantul di permukaan danau di daerah tangkapan air, Reservoir MacRitchie.

Jalan setapak yang berselimutkan humus tebal, sekilas mengingatkan pada suasana hutan-hutan di Jawa yang sunyi. Hanya saja, di sini, langkah kaki kerap terhenti dan badan terpaksa merapat ke tepian untuk memberikan jalan kepada para joggers yang berlari beriringan.

Napas mereka yang ngos-ngosan bahkan sudah terdengar dari jarak beberapa meter. "Excuse me... excuse me," kata mereka dengan napas terengah-engah. Bisa dimengerti, melambatkan kecepatan berlari di tengah tanjakan akibat terhalang para pejalan kaki, tentunya meletihkan.

Di tengah belantara beton di Singapura, "sepotong" hutan hujan tropis ini bak paru-paru yang memompa udara segar. Kawasan seluas 100 hektar itu cukup ideal untuk tempat hiking, jogging, atau serius melakukan trekking.

Trek termudah di sini adalah mengikuti rute jalan setapak, dilanjutkan dengan berjalan di atas papan kayu (boardwalk) yang mengelilingi danau. Panjang rute ini hanya sekitar 5 kilometer, cukuplah untuk jalan-jalan sore sambil mencuci mata yang mungkin sudah penat membaca banyak kata sale di pusat kota.

Namun, jika ingin serius mencari keringat, tersedia juga jalur panjang yang bisa ditempuh dalam 4-5 jam berjalan kaki melalui jalan setapak alami di hutan. Sayang, hari itu saya datang kelewat sore. Tak cukup waktu untuk mengejar rute ini sebelum gelap datang.

Toh, menyusuri pinggir danau sambil memandangi kelebatan hutan yang menghijau, ditemani kicau burung yang semakin riuh menjelang matahari tenggelam, mengembalikan keteduhan hati.

MacRitchie, yang merupakan reservoir tertua di negara ini, menyisakan sejarah panjang kolonialisasi di Singapura. Hampir dua abad lalu, sebagian besar wilayah Singapura masih merupakan hutan tropis, termasuk Reservoir MacRitchie. Namun, kedatangan koloni Inggris membuat segalanya berubah. Pada awal abad ke-19, hampir seluruh areal hutan itu diratakan dan dijadikan perkebunan karet yang mendatangkan keuntungan besar bagi pemerintah kolonial.

Pembangunan Reservoir MacRitchie (diambil dari nama insinyur Inggris James MacRitchie) pada tahun 1920 secara tak langsung menghentikan penghancuran besar-besaran hutan, setidaknya di kawasan ini. Dengan menjadi area tangkapan air, hutan di sekitar reservoir dibiarkan tumbuh liar.

Kini, mendekati usia seabad, pelestarian itu sudah menunjukkan hasil. Menurut ahli biologi Singapura, Dr Shawn Lum ("Rainforest Rojak", Nature Watch), di kawasan MacRitchie telah tumbuh hutan tropis sekunder dengan jenis tumbuhan tipikal, seperti jambu laut (Eugenia grandis), kayu manis (Cinnamomum iners), dan gaharu (Aquilaria malaccensis).

Kultur sehat

Kesadaran terhadap pentingnya tubuh dan lingkungan yang sehat menjadikan MacRitchie sebuah trademark untuk hidup sehat. Selain menjadi tujuan favorit pada akhir pekan, area ini juga rutin dijadikan ajang kompetisi cross-country tahunan sekolah-sekolah menengah.

Seperti lazimnya fasilitas publik di Singapura, perhatian pemerintah untuk membuat lokasi ini aman, nyaman, dan terjaga keasliannya cukup besar. Di dekat gerbang menuju jalan setapak disediakan area untuk pemanasan, termasuk alat-alat untuk melenturkan otot. Di setiap persimpangan disediakan peta besar dengan rincian rute dan jarak. Di sepanjang titian papan terdapat sejumlah informasi mengenai pohon-pohon yang langka dan binatang yang bisa diobservasi beserta latar belakang sejarah.

MacRitchie jelas tak sebanding dengan taman nasional di Indonesia yang jumlahnya dari Sabang sampai Merauke lebih dari 40 buah. Itu pun belum termasuk taman wisata alam, taman hutan wisata, agrowisata dan taman botani. Sebagai contoh, untuk menikmati keseluruhan Taman Nasional Ujung Kulon dengan berjalan kaki, dibutuhkan sedikitnya 6-7 hari.

Namun, kecintaan dan rasa tanggung jawab warga Singapura untuk memelihara reservoir ini (karena ketergantungan terhadap sumber daya air bersih pada masa depan) perlu ditiru. Tak ada sampah, tak ada grafiti, apalagi perusakan barang-barang milik publik. Juga, kesadaran kolektif bahwa pohon-pohon yang ditanam hari ini akan menjadi hutan lebat puluhan tahun mendatang. (Myrna Ratna)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com