“Kak, semak yang kita lalui tadi itu dulu pernah jadi pemukiman penduduk. Tapi rumah dan penghuninya habis saat kerusuhan.”
“Kenapa tak dibangun lagi?” tanya saya ingin tahu. Teringat saya onggokan gereja tadi.
“Itu tanah orang. Yang punya telah dibantai, takkan torang tinggal dekat situ to.”
Saya tercekat. Kami lalu melalui gereja sederhana. Dari kayu. Juga rumah-rumah penduduk yang sangat sederhana. Laju motor menembus kampung yang ramai, ada masjid bagus di sana. Mayoritas penghuni Morotai memang muslim. Umumnya orang keturunan Ternate, Galela dan Tobelo. Bahasa yang mereka gunakan pun campuran ketiga bahasa daerah tersebut, ditambah bahasa pasar, bahasa sehari-hari maluku utara.
Orang-orang di kampung sangat ramah. Yang perempuan sibuk mencari kutu saat siang, yang lelaki bekerja di kebun. Ada sedikit persawahan di bagian timur, juga cengkeh, pala, dan jagung. Tanah umumnya kerontang. Meranggas. Listrik tak selalu menyala. Sinyal HP hanya milik telkomsel, itu pun hanya di dekat dermaga.
Nelayan hanya berada di sepanjang dermaga. Tak banyak. Ikan tore dan cakalang banyak dijual. Senang sekali melihat nelayan membawa hasil tangkapannya sore itu. Mungkin hanya ikan yang murah di sini. Hampir semua bahan pokok diambil dari Tobelo yang sudah dua kali lipat harganya.
Walau menyengat, Morotai eksotis. Pantai-pantainya berpasir putih. Terumbu karangnya utuh, kecuali di bagian bangkai kapal selam PD II diambil. Hanya dengan mata telanjang kita bisa menembus kedalaman laut yang menghijau oleh terumbu karang. Tapi bulu babinya banyak. Salah menginjakkan kaki bisa panas sekujur tubuh.
Malam itu saya menginap di Losmen Tonga. Mahal buat ukuran penginapan sederhana. Tak ada kipas angin, berkali-kali mati lampu, dan banyak nyamuknya. Tiba-tiba saya teringat kawan yang mewanti-wanti tentang Malaria. Tapi saya pejamkan mata juga. Siapa tahu berjumpa hantu Douglas McArthur, walau dalam mimpi. Lumayan kan? (Ary Amhir)
Artikel lainnya bisa dilihat di http://wisata.kompasiana.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.