Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sehatnya Masakan Korea

Kompas.com - 16/08/2010, 16:34 WIB
EditorI Made Asdhiana

Oleh: Yulia Sapthiani dan Lusiana Indriasari

Setelah memanggang irisan daging iga sapi, pramusaji di Restoran The Koreana di Jalan Teluk Betung, Jakarta, mempersilakan kami membungkus daging tersebut dengan daun wijen atau selada. Untuk memperkaya rasa, daging diberi olesan ”deonjang” (sejenis tauco) dan irisan bawang putih yang sudah dipanggang.

Begitulah cara menikmati menu bernama senggalbi. Cara makan yang sama, yaitu dibungkus dengan daun, juga dilakukan untuk menu bulgogi, menu yang juga terbuat dari daging panggang. Untuk senggalbi, daging iga yang disajikan ada yang sudah dibumbui terlebih dulu, ada yang tidak.

Selain senggalbi, kami juga memilih menu dolsot bimbimbap, yaitu berupa nasi campur. Disebut nasi campur karena nasi yang disajikan dalam mangkuk panas yang terbuat dari batu ini terdiri dari berbagai sayuran, seperti wortel, taoge, mentimun, jamur, serta daging, telur, dan gochujang (pasta cabai).

Beragam warna campuran nasi ini membuat dolsot bimbimbap menarik dari sisi penampilan. Sebelum dimakan, nasi campur ini diaduk terlebih dulu hingga semua campuran dan nasinya merata.

Supervisor The Koreana, Abdul Basik mengatakan, menu yang disajikan di tempat tersebut adalah masakan otentik Korea. Selain dari menu, restoran ini juga mengadopsi penggunaan sumpit dari bahan metal yang digunakan di Korea.

Di samping daging, hampir setiap masakan Korea selalu menyertakan sayuran. Inilah yang membuat makanan tersebut menjadi alternatif makanan sehat.

Dalam artikel yang ditulis dalam sebuah majalah yang terbit di Jepang, seorang dosen pengajar gaya hidup di Universitas Shiga Prefecture, Tokyo, Deson Chon, menyebutkan, ide dasar dari masakan Korea adalah memiliki fungsi medis. Artinya, makanan yang disajikan adalah makanan yang menyehatkan, makanan yang di dalamnya terkandung kekuatan alam yin dan yang.

Dalam salah satu episode National Geography Channel diceritakan bahwa masakan Korea tak hanya dinikmati orang setempat, tetapi juga bisa diterima dengan baik oleh warga Amerika Serikat di negaranya. Kombinasi daging dan sayuran menjadi pilihan menarik sebagai pengganti makanan siap saji yang selama ini banyak dikonsumsi warga AS.

Menu sehat lainnya adalah samgyetang, yaitu berupa sup daging ayam utuh yang di dalamnya diisi nasi dan kurma. Menu ini menjadi pilihan utama masyarakat Korea saat musim panas. Bukan karena tersaji dalam keadaan dingin, melainkan karena bumbu di dalam menu ini mengandung ginseng yang bisa memulihkan kondisi tubuh yang cepat lelah di saat musim panas.

Situs www.koreanrestaurantguide.com menyebutkan, bumbu yang dipakai juga sangat berguna untuk kesehatan. Gochujang yang dibuat dengan cara difermentasi, misalnya, mengandung protein, vitamin B2, vitamin C, dan karotin. Di Jepang, pasta cabai bahkan dipakai sebagai menu diet.

Bumbu lainnya, deonjang yang difermentasi dari kedelai, juga termasuk ke dalam menu diet. Negara-negara Barat bahkan telah mengarahkan perhatian pada manfaat untuk mencegah kanker dan menurunkan tekanan darah tinggi yang dimiliki deonjang.

Zaman dulu, deonjang, gochujang, dan ganjang (kecap) dibuat sendiri di setiap rumah. Di setiap rumah terdapat gentong dari tanah liat tempat memfermentasi bumbu-bumbu tersebut.

Sejarah

Awalnya, orang Korea adalah penyuka daging. Namun, sejak ajaran Buddha masuk ke wilayah ini pada abad keempat, orang Korea mulai menyukai sayuran. Ini karena ajaran Buddha melarang mereka memakan daging. Pada pertengahan abad ke-13, budaya vegetarian pun menyebar di Korea.

Namun, budaya ini berubah ketika terjadi invasi bangsa Mongol dan menguasai Korea selama 130 tahun. Budaya makan daging kembali tumbuh. Kondisi ini diperkuat oleh menyebarnya ajaran Kong Hu Cu. Namun, daging pada saat ini dinilai sebagai makanan masyarakat kelas sosial tinggi sehingga hanya kalangan tertentu yang bisa menikmatinya.

Selain menyehatkan, masakan Korea juga mengandung filosofi. Masakan yang terdiri dari aneka warna menandakan 5 elemen alam, yaitu pepohonan yang diwakili warna hijau, api (merah), bumi (kuning), air (putih), dan metal (hitam). Aplikasi elemen (warna) ini bisa dilihat, salah satunya dalam menu bimbimbap.

Cara menyajikan juga memiliki cerita tersendiri. Artikel Deson Chon menyebutkan, presentasi makanan berakar dari perbedaan kelas sosial saat Dinasti Choson. Format presentasi pada saat itu, yang disebut sancharimu, adalah berdasarkan jumlah makanan yang tersaji di atas meja, biasanya terdiri dari 3, 5, 7, 9, 12 jenis.

Tiga makanan terpisah adalah jumlah yang biasanya disajikan di sebuah keluarga. Rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi akan menyajikan jumlah makanan yang lebih banyak, biasanya berjumlah 9 jenis. Jumlah 10 jenis atau lebih disajikan untuk nobles, sementara untuk keluarga kerajaan penyajiannya terdiri dari 11 makanan terpisah, yang disebut surasan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkini Lainnya

Adakah Cuti Bersama Idul Adha 2023 supaya Bisa Libur Long Weekend?

Adakah Cuti Bersama Idul Adha 2023 supaya Bisa Libur Long Weekend?

Travel Update
INDOFEST 2023, Pameran Perlengkapan Outdoor Digelar Lagi 1-4 Juni 2023

INDOFEST 2023, Pameran Perlengkapan Outdoor Digelar Lagi 1-4 Juni 2023

Travel Update
10 Tempat Liburan di Ciwidey yang Instagramable, Bisa Glamping 

10 Tempat Liburan di Ciwidey yang Instagramable, Bisa Glamping 

Jalan Jalan
Golden Visa Segera Diluncurkan, WNA Bisa Tinggal 10 Tahun di Indonesia

Golden Visa Segera Diluncurkan, WNA Bisa Tinggal 10 Tahun di Indonesia

Travel Update
Sambut Waisak 2023, Super Air Jet Beri 64.800 Kursi via Solo dan Yogya

Sambut Waisak 2023, Super Air Jet Beri 64.800 Kursi via Solo dan Yogya

Travel Update
5 Spot Foto Instagramable di Animalium BRIN, Bisa di Habitat Buatan

5 Spot Foto Instagramable di Animalium BRIN, Bisa di Habitat Buatan

Travel Tips
Turis Asing Berulah Lagi di Bali, Menparekraf Imbau Pengawasan Semua Pihak

Turis Asing Berulah Lagi di Bali, Menparekraf Imbau Pengawasan Semua Pihak

Travel Update
Kursi KA Ekonomi Masih Tegak per Akhir Mei 2023, Kapan Kursi Baru Dipakai?

Kursi KA Ekonomi Masih Tegak per Akhir Mei 2023, Kapan Kursi Baru Dipakai?

Travel Update
Jelang Libur Long Weekend, Tiket Kereta Api Mulai Banyak Dipesan

Jelang Libur Long Weekend, Tiket Kereta Api Mulai Banyak Dipesan

Travel Update
[POPULER TRAVEL] Masa Berlaku Paspor 6 bulan | Big Bad Wolf 2023

[POPULER TRAVEL] Masa Berlaku Paspor 6 bulan | Big Bad Wolf 2023

Travel Update
Krakatau Park, Taman Hiburan Baru di Lampung Lengkap Dengan 21 Wahana

Krakatau Park, Taman Hiburan Baru di Lampung Lengkap Dengan 21 Wahana

Jalan Jalan
Naik KRL ke ICE BSD Bisa Lanjut Shuttle Bus Gratis, Catat Langkahnya

Naik KRL ke ICE BSD Bisa Lanjut Shuttle Bus Gratis, Catat Langkahnya

Travel Tips
Panduan Lengkap ke Museum Multatuli di Rangkasbitung

Panduan Lengkap ke Museum Multatuli di Rangkasbitung

Travel Tips
Desa Wisata Hargotirto, Punya Spot Terbaik Lihat Perbukitan Menoreh

Desa Wisata Hargotirto, Punya Spot Terbaik Lihat Perbukitan Menoreh

Jalan Jalan
Kampoeng Ketandan Yogyakarta Jadi Bagian dari Wisata Jalan Kaki

Kampoeng Ketandan Yogyakarta Jadi Bagian dari Wisata Jalan Kaki

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+