Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Salaam" Mumbai

Kompas.com - 06/09/2010, 22:57 WIB

”Saya lahir dan hidup di Mumbai, saya tak akan pernah meninggalkan kota ini. Kota ini menyediakan apa pun yang kita butuhkan. Mau makan di tengah malam? Anda tinggal keluar rumah. Mau lihat pertunjukan, Anda tinggal cari,” kata Nur Rahman (50), pria yang tinggal di salah satu lingkungan komunitas Muslim di Mumbai utara.

Toh, bayang-bayang ketegangan sulit lepas dari benak mereka. Konflik berdarah tahun 1992 menewaskan 800 orang ketika Masjid Babri di Ayodhya dihancurkan. Setahun kemudian serangan bom merenggut 300 korban jiwa. Serangan paling akhir adalah di Hotel Taj Mahal Palace tanggal 26 November 2008, sedikitnya 167 orang tewas dan 293 orang luka-luka.

”Itu peristiwa yang sangat menyedihkan. Kota ini tak sama lagi dengan Bombay semasa saya kecil, yang teduh dan damai,” kata Nur.

Dua dunia

Menyusuri Mumbai, bisa dimulai dengan berjalan kaki dari Gateway of India. Inilah bagian kota yang tercantik dari Mumbai, penuh dengan aura kejayaan masa silam. Gateway of India, merupakan bangunan yang terinspirasi dari arsitektur Muslim Gujarat pada abad ke-16, dibangun tahun 1911 untuk menyambut kunjungan Raja Inggris George V.

Bangunan ini menghadap ke laut lepas, seakan menjadi gerbang bagi siapa pun yang datang dan pergi. Berhadapan dengan gerbang ini adalah Hotel Taj Mahal Palace yang dibangun tahun 1903 dengan campuran arsitektur Islam dan Renaisans. Hotel ini dibangun oleh industrialis keturunan Parsi, JN Tata. Konon, ia sakit hati ditolak menginap di sebuah hotel Eropa di Mumbai hanya karena ia pribumi.

Dari Jalan Mahatma Gandhi menuju stasiun kereta api Chhatrapati Shivaji Terminus (dahulu bernama Victoria Terminus), potret ”utuh” Mumbai selintas tertangkap. Gedung-gedung kolonial berbaur dengan bangunan modern, pengemis mengais makanan di depan butik-butik permata, dan taksi-taksi tua berebut jalan dengan mobil-mobil mewah.

Area ini penuh dengan pedagang kaki lima. Jangan kaget bila buku-buku terbitan terbaru yang harganya ratusan ribu di Jakarta dijual murah di kaki lima dengan harga seperlimanya. Itu pun masih bisa ditawar. Dari lukisan sampai ikat pinggang, dari baju sampai balon gas, semua bisa ditemukan di sepanjang jalan ini.

Keluar dari wilayah kota tua, beranjak ke wilayah lain Mumbai yang memiliki kekhasan berbeda. Toko-toko kecil dengan suasana mirip di Jatinegara, Jakarta, memenuhi kawasan Mahim, Matunga, Dadar. Selain barang kelontong, elektronik, dan pakaian, di tengah impitan toko terkadang ditemukan kios sederhana yang menawarkan pelayanan unik. Misalnya, ahli bedah jantung, ahli bedah mata, ahli penyakit dalam, dan broker untuk memasukkan anak ke sekolah prestisius.

Sampai akhirnya saya berhadapan dengan kawasan slum yang terkenal itu, Dharawi. Ada sekitar satu juta orang penghuni area kumuh ini. Gubuk-gubuk saling berimpit dengan menyisakan gang sempit untuk lalu lalang manusia. Kondisi seperti ini kita temui juga di Jakarta. Namun, di Mumbai kadar keluasannya luar biasa. Dari seberang kali, di salah satu atap rumah terpampang papan nama bertuliskan, ”Klinik Kesehatan Abdul Alam”. Bangunan klinik itu hanya separuh tembok, sisanya ditutupi oleh seng. Tirai kumal tak cukup menutupi seluruh kawat jendela. Entah seperti apa pelayanan kesehatan yang ditawarkan di situ.

Rasa sesak berganti dengan cepat ketika memasuki Bandra Worli Sea Link, jalan bebas hambatan termodern di Mumbai yang dibuka sejak Juli 2009. Rute ini menghubungkan Bandra dan pinggiran kota di bagian barat dengan Worli dan pusat kota Mumbai. Sepanjang mata memandang yang terlihat adalah hamparan laut dengan tepian gedung-gedung pencakar langit yang menjulang. Sebagian tertutup awan hitam yang masih menggantung. Azan magrib lamat-lamat terdengar di antara derai hujan.... (Myrna Ratna)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com