Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Kurang Tangkap Peluang

Kompas.com - 01/11/2010, 16:04 WIB

Ketiga, sejak tahun 2006, ada ketentuan Menteri Keuangan yang mengategorikan semua sarana atau barang yang dibawa wisatawan asing ke Indonesia sebagai barang impor sementara. Hal itu berlaku juga terhadap perahu layar bertiang tinggi yang digunakan wisatawan asing mengelilingi dunia.

Sebagai barang impor, otomatis perahu-perahu layar itu juga dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan (PPh). Total ketiga jenis pajak itu sekitar 52 persen dari nilai barang. Harga perahu itu rata-rata Rp 15 miliar per unit. Ini berarti, turis asing harus menyetor Rp 7,8 miliar sebelum masuk ke Indonesia.

Uang jaminan itu dibayar ke kas negara melalui bank, dan nantinya diambil kembali saat hendak keluar dari Indonesia. Masalahnya, proses pengambilan kembali uang itu selalu memakan waktu lama, dengan birokrasi yang berbelit.

Keempat, Pemerintah Indonesia juga mensyaratkan adanya bank garansi di negara asal turis asing untuk tinggal selama beberapa bulan di Indonesia. Persoalannya adalah tak ada bank di dunia yang bersedia menjamin warga suatu negara untuk tinggal di negara lain.

Kelima, jika para petualang bahari itu ingin bebas dari berbagai ketentuan tersebut, maka harus mengantongi surat jaminan dari pejabat eselon satu di Indonesia. Masalahnya, mungkinkah para turis tersebut bisa bertemu dengan pejabat eselon satu guna mengurus serta mendapatkan surat jaminan masuk ke Indonesia dalam waktu singkat?

Pola Turki

Ketentuan tersebut yang menghambat para wisatawan petualangan bahari tidak bisa masuk setiap saat ke wilayah Indonesia. ”Padahal, kalau Pemerintah Indonesia lebih luwes dalam membuat kebijakan, kami yakin ribuan wisatawan pengguna perahu layar bertiang tinggi masuk ke Indonesia, dan bisa tinggal berbulan-bulan. Devisa yang masuk pun pasti cukup banyak,” kata Raymond yang sudah delapan kali menggelar Sail Indonesia.

Turki, misalnya, yang sekitar 10 tahun lalu hanya disinggahi 10 unit perahu layar bertiang tinggi per tahun. Akan tetapi, setelah pemerintah negara itu memberikan berbagai kemudahan, termasuk izin visa kunjungan selama setahun, kini sekitar 10.000 unit perahu layar yang masuk setiap tahun.

Pola yang sama ditiru Singapura dan Malaysia. Bahkan, di kedua negara ini dibangun pula lokasi perparkiran perahu layar bertiang tinggi yang luas dan dilengkapi berbagai fasilitas, seperti bengkel, peralatan, dan tenaga ahli.

Perjalanan keliling dunia biasanya dimulai pada Maret dan berakhir November. Memasuki Desember, mereka kembali ke rumah masing-masing guna merayakan akhir tahun bersama keluarga. Selama masa jeda itu, perahu layar diparkirkan di Marina (Singapura), Turki, Malaysia, atau negara lain yang memiliki fasilitas yang lengkap. Ongkos sewa parkir rata-rata 30 dollar AS per hari.

”Kalau regulasi Indonesia lebih longgar dan ditunjang berbagai kemudahan, saya yakin Indonesia menjadi tujuan utama ribuan wisatawan asing berperahu layar sepanjang tahun. Karena obyek wisata di Indonesia sangat lengkap,” ujar Dewi Lesmana, Humas Yayasan Cinta Bahari. Kini, saatnya Pemerintah Indonesia perlu lebih jeli lagi melihat peluang ini, sebab devisa sesungguhnya telah ada di depan mata. (Jannes Eudes Wawa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com