Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Topeng Monyet dan Ketegangan Sosial

Kompas.com - 12/03/2011, 03:59 WIB

Sekarang, bagi Yu Beruk hal itu tidak dirasakan lagi. Bahkan kesenian ketoprak juga kehilangan kejayaannya. ”Boro-boro nanggap kesenian atau ketoprak, hasil padi bisa untuk membayar sekolah anak saja sudah bahagia. Mana ada lagi daerah subur. Wong padi selalu kena wereng?” katanya.

Dalam pengertian lebih luas, apa yang diungkapkan Yu Beruk mengandaikan bahwa kesenian (tradisi) melekat dalam diri masyarakat desa. Dalam situasi nyaman dan aman, di situlah masyarakat berkeinginan mencipta dan mendapatkan penghiburan.

”Situasi tegang dalam masyarakat, tak mungkin sebuah seni tradisi bisa hidup. Karena itu, kesejahteraan rakyat perlu diupayakan,” ujar Nano Asmorodono, yang hidup sebagai sutradara ketoprak di Yogyakarta.

Dalam rumusan ekstrem, bagi warga desa kesenian itu bukan untuk mencari uang. Justru ketika memiliki uang mereka menggunakan untuk membangun dan menghidupkan kesenian. Artinya, sebuah seni tradisi itu muncul dan tercipta karena kerinduan akan penghiburan dari warga masyarakat, bukan untuk mencari uang.

Kenyataan itulah yang terlihat jelas dalam semangat wayang orang Tjipto Budoyo milik keluarga Sitras Anjilin yang hidup puluhan tahun di lereng Gunung Merapi, Dusun Tutup Ngisor, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang Jawa Tengah.

Grup kesenian itu milik keluarga petani sayur-mayur. Bukan berarti mereka keluarga kaya, ketekunan membina sejak dari leluhur mereka, turun temurun. Ya, dari sayur-mayur itu mereka membeli perlengkapan pakaian wayang, setting panggung, dan lainnya. Bahkan gedung pementasan sederhana dibangun di pelataran rumah.

Namun, seiring menurunnya kondisi perekonomian rakyat, seni tradisi, seperti ketoprak dan wayang wong, tidak bisa lagi mengandalkan hidup dari usaha tobong atau tanggapan di desa- desa seperti dulu lagi. ”Ya kami harus mencari siasat agar ketoprak tetap bisa berkembang,” kata Nano.

Salah satu yang ditempuh adalah mendekatkan seni ketoprak kepada siapa saja, ke instansi pemerintah maupun swasta. (Th Pudjo Widijanto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com