Polda Metro Jaya mencatat, Tangerang menjadi kawasan paling rawan dengan 284 kasus pada Januari dan 272 kasus pada Februari 2011. Peringkat kedua diduduki secara bergantian oleh kawasan Jakarta Barat (280 kasus pada bulan Januari dan 158 kasus pada bulan Februari) dan Jakarta Timur (274 kasus pada Januari dan 217 kasus pada Februari).
Di tingkat yang lebih mikro, pada periode yang sama, di lingkungan Polsek Metro tercatat, di Polsek Metro Cakung, Jakarta Timur, terdapat 39 laporan kejahatan yang masuk; di Polsek Metro Taman Sari, Jakarta Barat, 28 laporan; di Polsek Metro Kelapa Gading, Jakarta Utara, 26 laporan; dan di Polsek Metro Kemayoran, Jakarta Pusat, 21 laporan.
Di Pondok Aren, Tangerang Selatan, 45 laporan; Polsek Metro Cimanggis, Depok, 26 laporan; dan Polsek Metro Babelan, Bekasi, 18 laporan.
Pada sebuah diskusi di Rumah Aspirasi Cisanggiri, Jakarta Selatan, para perwira polisi menengah dan kriminolog menyebut, kejahatan yang terjadi di kawasan penyangga Jakarta adalah langkah awal para penjahat meniti ”karier”. Mereka menyebutnya sebagai teori makan bubur ayam panas.
Sendok suapan pertama, kedua, dan ketiga berasal dari pinggiran bubur panas seperti saat para pemain baru kejahatan beraksi di pinggiran Jakarta. Mereka adalah kaum urban pengangguran yang umumnya berusia 20-40 tahun.
Di pinggiran Jakarta, mereka hidup bersama mengelompok berdasar asal daerah atau etnis.
Mereka mempelajari pola warga mencari nafkah. Pagi berangkat ke Jakarta, sore atau malam baru kembali ke rumah. Mereka rata-rata meninggalkan rumah selama 12 jam. Rumah hanya dihuni pembantu, orang lanjut usia, dan anak-anak.
Para pelaku kejahatan sudah membaca rapuhnya pola pengamanan lingkungan dan terbatasnya sumber daya polisi di kawasan penyangga Jakarta.
Pengamanan lingkungan di pinggiran rapuh karena warga kurang memberi perhatian terhadap keamanan lingkungan. Maklum, sebagian besar waktu mereka habis untuk bekerja. Selain itu, kohesi sosial antara warga pendatang dan warga penghuni lama juga lemah.
Untuk mengenali sasaran, para pelaku juga terkadang memacari para pembantu rumah tangga agar bisa lebih leluasa masuk menyelidiki rumah sasaran. Oleh karena itu, dalam kasus perampokan, pembunuhan, dan perkosaan di sebuah rumah di Cipondoh itu, kesaksian tetangga tentang mereka yang dekat dan pernah atau masih menjadi pacar kedua pembantu yang tewas layak diselidik polisi.
Sebagai pemula, penjahat yang melakukan kejahatan di kawasan pinggiran umumnya lebih brutal dan ceroboh, seperti ditunjukkan pelaku dalam kasus di Cipondoh tadi.
Mengapa mereka merampok dengan membunuh dan memerkosa? Apakah sepadan antara tindakan mereka dan ganjaran yang bakal mereka terima?
Namun, mereka akan mengalami pembelajaran kejahatan sehingga tidak lagi bersikap ceroboh dan emosional. Mereka akan belajar dari kelompok kerja sama dan kelompok pesaing sebelum beraksi di Jakarta.
Untuk menghambat berdiasporanya kelompok penjahat di kawasan penyangga, pemerintah setempat, polisi, dan warga harus aktif membangun kohesi sosial lingkungan, membangun polisi masyarakat (polmas), disertai upaya pembangunan infrastruktur pengamanan lingkungan.
Menurut kriminolog Universitas Indonesia, Kisnu Widagso, polmas di kawasan penyangga Jakarta masih sangat lemah. Mereka jarang diberi pendampingan oleh polisi dalam kegiatan ini.
”Saya kira Kapolda Metro bisa menjadikan kawasan Tangerang dan Jakarta Barat sebagai kawasan proyek percontohan polmas,” kata Kisnu dalam diskusi di Cisanggiri itu, Minggu (17/4).