Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titip Salam buat Mina di Bukit Lawang...

Kompas.com - 07/06/2011, 03:53 WIB

Mohammad Hilmi Faiq

Liburan sekolah di Sumatera Utara, sudahkah Anda merancang agenda yang menyenangkan buat sang buah hati? Setelah puas tetirah di istana Maimun Medan, sempatkanlah bercengkerama dengan orangutan di Bukit Lawang. Tingkah pola satwa primata ini bisa menghilangkan kesuntukan belajar putra-putri Anda yang baru saja melaksanakan ujian kenaikan kelas.

Kerumunan pelajar, anak-anak, dan orang dewasa duduk di atas tanah berundak mirip tribune. Sesekali mereka menyeka keringat karena lelah setelah menapaki jalan terjal sepanjang 300 meter menuju lokasi pemberian makan orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, Minggu (8/5).

Di depan mereka dua petugas dari Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera dan Ekowisata Bukit Lawang duduk di atas panggung kayu. Sesekali mereka memukul lantai panggung itu dengan sebatang kayu. ”Tuk-tuk-tuk...!” begitu cara petugas memanggil orangutan sumatera (Pongo abelii) untuk santap pagi.

Dua orangutan, Mina (36) dan anaknya, Chaterine (3), bergelayutan dari batang pohon satu ke batang pohon lainnya mendekati dua petugas tersebut. Dalam hitungan detik, dua sisir pisang berpindah dari tangan petugas ke tangan Mina, yang lantas menjauh menghindari serbuan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

Adegan itu sontak menjadi obyek menarik untuk diabadikan. Pengunjung serentak merogoh kantong atau tas untuk mengambil kamera. Mina dan Chaterine menghilang di antara dedaunan. Tinggal beberapa monyet ekor panjang.

Pagi itu hanya Mina dan Chaterine yang menampakkan diri. Sekitar 400 ekor orangutan lainnya tak memedulikan panggilan petugas. ”Kalau mereka tak datang, artinya orangutan itu sudah mandiri karena bisa mencari makanan sendiri,” kata seorang petugas.

Puluhan pengunjung yang baru datang kecewa karena tak bersua orangutan. Padahal, tujuan utama mereka datang ke situ adalah untuk melihat dari dekat orangutan yang populasinya semakin menipis itu.

Untuk menyaksikan pemberian makan orangutan itu, pengunjung harus berjalan selama 30 menit dari penginapan melalui dua jembatan gantung dan menyeberangi sungai dengan perahu. Pengunjung harus betul-betul memerhatikan waktu karena pemberian makan orangutan hanya berlangsung sejam, mulai dari pukul 09.00. Ada juga sore hari pukul 15.00-16.00.

Pengunjung harus menjaga jarak dari orangutan minimal 7 meter. Dilarang memberi makan orangutan atau meninggalkan sampah di hutan. ”Sebab, bisa jadi pengunjung membawa bibit penyakit yang dapat menular pada orangutan,” kata seorang petugas TNGL.

Yang kurang puas karena tidak bersua orangutan dapat melanjutkan aktivitas dengan menjelajah hutan (jungle trekking) dipandu petugas TNGL.

Pengunjung cukup membayar Rp 150.000 per orang untuk menjelajahi hutan selama 3-4 jam. Bagi yang suka tantangan, dapat mengambil paket jelajah dari Bukit Lawang sampai Kutacane, Aceh, dengan waktu tempuh tujuh hari. Makanan, tenda, dan petunjuk jalan disediakan oleh TNGL. Biayanya Rp 2,7 juta-Rp 3 juta, tergantung jumlah rombongan. Makin banyak yang ikut, makin murah.

Pendirian Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) merupakan perubahan dari Pusat Rehabilitasi Orangutan Bohorok yang berdiri pada 1973. Lembaga ini eksis atas sokongan World Wildlife Fund dan Perkumpulan Ilmu Hewan Frankfurt, Jerman, (FZS). Pada 1980 tempat ini diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Kehutanan.

Tingginya animo warga untuk berkunjung ke tempat ini menguatkan alasan menjadikan Bukit Lawang sebagai obyek wisata. Sekarang, tempat ini dikenal dengan nama PPOS dan Ekowisata Bukit Lawang.

Bukit Lawang sendiri merupakan bagian dari TNGL. Hutan TNGL yang luasnya 8.562 kilometer persegi ini dihuni 6.000-6.500 orangutan. Sebanyak 400-500 ekor di antaranya berada di Bukit Lawang.

Umumnya orangutan di Bukit Lawang merupakan hasil sitaan, baik itu dari penggagalan proses jual beli, peliharaan masyarakat, maupun tangkapan pemburu yang akhirnya berhasil disita petugas. Para orangutan tersebut kemudian dilatih untuk dapat bertahan hidup di tengah hutan. ”Dengan melihat kehidupan orangutan, kami berharap masyarakat semakin tergerak untuk turut melindunginya,” kata Tomiran, Manager PPOS dan Ekowisata Bukit Lawang.

Pintu masuk TNGL di Bukit Lawang persis berada di tepi Sungai Bahorok. Airnya yang dangkal, jernih, dan arusnya yang tak begitu deras menggoda setiap pengunjung untuk mandi.

Pengunjung juga dapat menikmati seretan arus dan jeram dengan menyewa ban dalam bekas yang banyak disediakan warga ataupun pemilik warung di sepanjang tepi sungai. Cukup dengan uang Rp 10.000 untuk satu ban dalam bekas, Anda bisa bolak-balik sepuasnya menikmati jeram Sungai Bahorok.

Bila tidak berani berarung jeram seorang diri, ajaklah kawan dengan menyewa ban dalam bekas yang ditata sedemikian rupa menyerupai perahu karet. Anak-anak sebaiknya memilih perairan dangkal dan berada di bawah pengawasan orangtua.

Puas berarung jeram, lanjutkan dengan berendam di tepi sungai sambil menikmati semilir angin di area ketinggian 360 meter dari permukaan laut itu.

Pada akhir pekan, tempat ini biasa dikunjungi 20.000 orang. ”Sekarang sudah ramai sekali. Ini juga karena warga tak bosan berupaya agar Bukit Lawang bergairah,” kata Ainun Khairani (34), pemilik warung.

Tempat ini sempat sepi selama sekitar lima tahun setelah banjir bandang pada November 2003. Saat itu ratusan orang tewas, ratusan rumah hanyut, dan tempat wisata itu porak-poranda. Bukit Lawang kolaps. Kini pamor obyek wisata bangkit.

Bukit Lawang berjarak sekitar 95 kilometer dari Medan. Untuk mencapainya, pengunjung dapat menggunakan transportasi umum dari Terminal Terpadu Pinang Baris dengan tarif Rp 10.000-Rp 12.000 per orang. Jarak tempuh 3-4 jam.

Apabila memungkinkan, sebaiknya Anda membawa kendaraan pribadi karena hal itu memberi keleluasaan untuk membawa banyak barang, terutama jika Anda membawa keluarga atau berniat berburu foto dan video sambil berwisata. Ajaklah kawan atau anggota keluarga supaya tidak kesepian pada malam hari.

Menikmati keindahan Bukit Lawang lebih mantap jika Anda berada di sana 2-3 hari. Fasilitas penginapan telah memadai, mulai dari losmen bertarif puluhan ribu rupiah sampai hotel dengan tarif ratusan ribu rupiah. Tinggal mencocokkan selera dan dana Anda.

Nah, jika sudah berada di sana, jangan lupa titip salam buat Mina...!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com