Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dawet Ayu, Segarnya Urbanisasi Nusantara

Kompas.com - 10/09/2011, 18:39 WIB

   Dawet dibuat dari rebusan tepung beras. Warna hijau diperoleh dari perasan daun pandan. Pemanis menggunakan gula kelapa. Santannya alami dari perasan buah kelapa segar.

   Dawet ditempatkan di pikulan yang khas yang disebut orang angkringan dawet ayu atau angdayu. Ada dua gentong besar yang ditempatkan di sisi kanan dan sisi kiri pikulan yang diisi santan dan dawet. Aslinya, gentong besar yang terbuat dari tanah liat itu dipercaya membuat dawet dan santan menjadi dingin, tidak perlu es. Namun, saat ini dawet banyak disajikan dengan es.

   Niryati, pedagang dawet di Alun-alun Kota Banjarnegara mengatakan, dawet disukai banyak orang karena terbuat dari bahan alami. ”Hotel-hotel pun memesan dawet untuk jamuan,” kata Niryati yang juga mempunyai warung dawet di Magelang. ”Hotel-hotel di Magelang semua sudah pernah memesan pada kami,” tutur pedagang yang sudah 20 tahun berjualan dawet itu bangga.

   Ketua Dewan Kesenian Banjarnegara Tjundaroso (65) mengatakan, dawet Banjarnegara menjadi terkenal awalnya dari lagu yang diciptakan seniman Banjarnegara bernama Bono berjudul ”Dawet Ayu Banjarnegara”. Pada tahun 1980-an, lagu dipopulerkan kembali oleh Grup Seni Calung dan Lawak Banyumas Peang Penjol yang terkenal di Karesidenan Banyumas pada era 1970-1980-an. Sejak itu kebanyakan orang di Karesiden Banyumas mengenal dawet Banjarnegara dengan julukan dawet ayu.

   Lirik lagunya sederhana, tetapi mengena. Lagu bercerita tentang seorang adik yang bertanya kepada kakaknya mau piknik ke mana? Jangan lupa beli dawet Banjarnegara yang segar, dingin, dan manis.

   Ada cerita lain lagi soal kemunculan nama dawet ayu. Ahmad Tohari mengatakan, berdasarkan cerita tutur turun-temurun, ada sebuah keluarga yang berjualan dawet sejak awal adab ke-20. Generasi ketiga pedagang itu terkenal karena cantik. Maka, dawet yang dijual pun disebut orang sebagai dawet ayu.

   Keterangan Tohari sejalan dengan keterangan tokoh masyarakat Banyumas, Kiai Haji Khatibul Umam Wiranu. Menurut Wiranu, nama dawet ayu muncul dari pedagang yang bernama Munardjo. Istrinya cantik sehingga dawetnya disebut dawet ayu. Mereka sudah meninggal pada tahun 1960-an.

   Keterkenalan dawet ayu awalnya masih di seputar Banyumas. Namun, belakangan pada tahun 2000-an dawet ayu khas Banjarnegara bisa ditemukan di Medan, Bali, Lombok, bahkan di depan sebuah mal di Abepura, Papua. Orang dengan mudah menemukan pedagang dawet ayu khas Banjarnegara karena khas dengan angkringannya yang berwarna hijau.

   Nah, saat Lebaran seperti ini, para pedagang dawet itu pulang ke Banjarnegara. Para pedagang menggunakan Hari Raya Lebaran untuk bertemu keluarga dan membawa uang hasil jerih payah untuk keluarga, seperti yang dilakukan Zulkifli (22) dan Ipeng (23) yang tinggal di Jalan Aksara, Medan.

    Bersama puluhan pedagang lain, Zulkifli dan Ipeng, Kamis (25/8), pulang ke Kalibening, Banjarnegara, Jawa Tengah, setelah setahun penuh berjualan dawet di Kota Medan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com