Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Pesta Dewi Anjani Usai

Kompas.com - 18/12/2011, 17:24 WIB

Oleh: Agung Setyahadi dan Ahmad Arif

Asap dupa mengeluarkan wangi di ambang malam. Saidi (23) berdoa dalam diam diikuti belasan pemuda dari Desa Sembalun Bumbung, Lombok Timur. Tiba-tiba suaranya memecah deru angin, ”Tidak, tidak bisa! Jangan naik malam ini!”

Pemuda itu meminta agar rencana pendakian ke puncak Gunung Rinjani (3.726 meter di atas permukaan laut/mdpl) pada pukul 02.00 dini hari ditangguhkan. Saidi meyakini angin kencang yang mengamuk di Plawangan Sembalun merupakan pertanda bahwa Dewi Anjani tak merestui.

Menurut kepercayaan masyarakat adat sasak, Dewi Anjani merupakan penguasa Gunung Rinjani, gunung api tertinggi kedua di Indonesia setelah Gunung Kerinci (3.805 mdpl).

Dewi Anjani dipercaya beristana di Danau Segara Anak dan kerucut Gunung Api Barujari yang tumbuh dari danau kaldera Rinjani purba.

Air danau berwarna hijau kebiruan menampilkan kontras yang memukau dengan leleran lava beku dan batuan vulkanik menghitam yang membentuk kerucut Barujari. Kaldera berbentuk elips itu dikelilingi tebing terjal tubuh Gunung Rinjani purba.

Istana Dewi Anjani itu menyihir ribuan pendaki yang setiap tahun mengunjungi Rinjani. Pada tahun 2009, jumlah pendaki ke Rinjani dari luar negeri mencapai 8.455 orang dan pendaki dalam negeri mencapai 1.668 orang.

Kemolekan alam pegunungan di batas garis Wallacea itu juga dinobatkan sebagai tujuan wisata alam terbaik oleh lembaga perlindungan alam Conservation International dan majalah National Geographic Traveler pada 2004.

Keindahan kaldera Rinjani itu tersebar hingga lima benua sejak pendakian naturalis Heinrich Zollinger pada 6 Agustus 1846. Zollinger menyaksikan keindahan Segara Anak dan kerucut Barujari dari puncak Gunung Sangkareang di sisi selatan kaldera. Namun, ia gagal mencapai puncak Rinjani karena kehabisan air.

Menanti badai reda

Sejak kami tiba di pos terakhir sebelum menuju puncak Rinjani, 28 September lalu, angin kencang menderu tak berkesudahan. ”Di puncak ada ’acara’. Angin kencang ini tidak akan berhenti jika ’acara’ itu belum selesai,” ujar Saidi.

Haji Purnipa (65), ayah Saidi, sekaligus pemimpin rombongan pendaki tradisional itu, meminta putra bungsunya kembali berdoa, meminta izin pendakian ke puncak.

Saidi kembali terpekur dalam diam. Matanya terpejam, tetapi kelopaknya berkedut-kedut cepat, seperti dahan-dahan cemara yang diamuk angin malam itu. Lalu dia berkata dengan tegas, ”Kalau besok pagi jam 04.00 baru bisa. Kalau malam ini tidak bisa. Jam 02.00 ini tetap tidak bisa.”

Ucapan Saidi itu memupus peluang menikmati puncak Rinjani menjelang matahari terbit. Namun, untuk menghormati kepercayaan warga Sembalun Bumbung itu, pendakian akhirnya ditunda.

Sepanjang malam itu, angin menderu kencang memukul tenda. Kami hanya bisa menunggu. Hingga pukul 04.00 kami bersiap mendaki puncak Rinjani. Angin masih menderu, tetapi sedikit reda. Saidi dan Purnipa memberikan restu.

Udara dingin membekukan saat kaki melangkah menyusuri jalan setapak menuju puncak Rinjani. Jalur terjal dengan kemiringan hampir 60 derajat langsung menghadang. Jalur sempit itu merupakan alur air.

Kerikil bercampur pasir di sepanjang jalur pendakian menguras tenaga pada awal pendakian menuju punggungan. Langkah kaki berkali-kali melorot saat menginjak pasir sedalam mata kaki.

Tertatih kami mencapai punggungan terbuka di ketinggian hampir 3.000 mdpl. Punggungan itu merupakan sisi timur bibir kaldera Rinjani. Di balik punggungan itu terhampar Danau Segara Anak dengan kerucut Gunung Api Barujari di sebelah timurnya.

Punggungan tipis dengan jurang menganga di kiri-kanan itu semakin terjal. Kaki berpijak pada kerikil dan pasir lepas. Di tengah jalan, kami berpapasan dengan 15 pendaki mancanegara yang kembali turun dan mengurungkan perjalanan ke puncak. Wajah mereka memancarkan keletihan.

Mereka sebenarnya berangkat lebih dahulu, tetapi tertahan karena angin sangat kencang dan jalur tertutup kabut tebal. Debu yang teraduk angin memerihkan mata. Lelah menunggu cuaca membaik, mereka akhirnya memilih turun.

Di jalur terjal ini tak ada lagi pepohonan yang menjadi tameng angin. Para pendaki harus berjalan setengah membungkuk agar tak terempas angin yang menderu. ”Angin kali ini sangat kencang,” ujar Marahidun (50), warga Sembalun yang menemani perjalanan.

Satu-satunya perlindungan paling aman dari amukan angin di punggungan itu adalah bongkahan batu di dekat tikungan di ketinggian 3.300 mdpl. Di balik batu itu ada rombongan pendaki yang meringkuk berlindung dari terpaan angin.

Saat menunggu di batu besar hasil letusan masa lampau Rinjani tua itu, keajaiban terjadi. Angin yang semula sangat kencang tiba-tiba berhenti. Kabut menipis dan sinar matahari menerobos menghangatkan tubuh yang menggigil kedinginan.

Langit seketika cerah. Pemandangan terbuka ke segala arah menguak Danau Segara Anak, Gunung Barujari, lekukan-lekukan lembah, dan laut di kejauhan. Puncak Rinjani pun terpampang jelas di depan mata.

Semangat yang nyaris padam kembali menyala. Langkah demi langkah kembali menjejaki jalur terjal dengan batuan lepas itu. Titik tertinggi Rinjani berupa petak tanah berukuran sekitar 2 meter x 3 meter dicapai pukul 09.24.

Puncak Rinjani pagi itu sangat hening. Tidak ada lagi gemuruh angin yang mengamuk. Dewi Anjani sepertinya telah kembali ke istananya yang indah di bawah sana, di Segara Anak yang menjadi tujuan perjalanan selanjutnya. (Indira Permana dan Budiawan Sidik Arifianto/Litbang Kompas)


Lihat Ekspedisi Cincin Api - Rinjani di peta yang lebih besar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

    Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

    Travel Update
    Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

    Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

    Travel Update
    Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

    Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

    Travel Update
    Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

    Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

    Travel Update
    4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

    4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

    Jalan Jalan
    3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

    3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

    Hotel Story
    Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

    Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

    Jalan Jalan
    Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

    Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

    Jalan Jalan
    Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

    Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

    Travel Tips
    4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

    4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

    Jalan Jalan
    Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

    Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

    Jalan Jalan
    Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

    Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

    Jalan Jalan
    Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

    Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

    Travel Tips
    8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

    8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

    Travel Tips
    Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

    Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

    Travel Update
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com