Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Myanmar Bergerak Menuju Perubahan

Kompas.com - 19/05/2012, 02:33 WIB

Masyarakat Myanmar meyakini perubahan menuju arah yang lebih baik sedang diusung oleh pemerintahan Myanmar saat ini. Mereka berpendapat ada baiknya pemerintah diberi kesempatan untuk membuktikan komitmen untuk berubah dan mereformasi diri.

Penilaian itu disampaikan peneliti Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Nanyang Technological University asal Myanmar, Kyaw San Wai, saat menjadi pembicara dalam diskusi panel yang digelar melalui telekonferensi video antara Jakarta dan Singapura, Selasa (15/5).

Kyaw mengaku yakin rakyat Myanmar sudah tidak lagi mempersoalkan keberadaan pemerintah saat ini. Pemerintahan Presiden Thein Sein saat ini adalah produk pemilihan umum November 2010, yang oleh dunia internasional dinilai sekadar pura-pura dan sama sekali tidak demokratis karena berlangsung tertutup.

”Rakyat Myanmar sekarang sudah sangat berubah. Bahkan, di pusat kota mereka menilai lebih baik pemerintahan Presiden Thein diberi kesempatan membuktikan diri. Mereka (rakyat Myanmar) tidak lagi berpikir untuk turun ke jalan untuk menekan pemerintah seperti mereka lakukan di masa lalu,” ujar Kyaw.

Rakyat Myanmar berpikir, jika unjuk rasa dilakukan, hal itu justru akan merusak perkembangan positif yang telah terjadi selama ini. Tidak hanya itu, kekacauan yang mungkin timbul hanya akan memberi kesempatan bagi militer kembali mengambil alih kekuasaan.

Keniscayaan

Lebih lanjut dalam diskusi bertema ”Transisi Demokrasi Myanmar: Implikasi untuk Asia Tenggara”, yang digelar Bakrie Center Foundation di @america, Jakarta, itu, mantan Duta Besar Singapura untuk Myanmar Tan Seng Chye menyebut proses perbaikan dan reformasi di negeri itu adalah suatu keniscayaan yang harus diikuti siapa pun pemangku kepentingan di sana.

”Bahkan pihak militer pun paham dan merasa Myanmar harus berubah jika tidak mau ditinggalkan, terutama oleh negara-negara tetangganya di kawasan Asia Tenggara, yang sekarang ini tengah dan terus bergerak maju. Jika tidak, mereka akan tertinggal dan tidak akan pernah menjadi bagian dari komunitas internasional,” ujar Tan.

Paradigma berpikir itu pulalah yang kemudian diyakini mendasari keputusan Aung San Suu Kyi dan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) untuk berkompromi dan tak lagi mempersoalkan isi sumpah yang harus mereka bacakan saat dilantik sebagai anggota baru parlemen hasil pemilu sela 1 April.

Seperti diwartakan, Suu Kyi dan NLD sempat memboikot upacara pelantikan mereka karena keberatan dengan isi sumpah yang mengharuskan mereka melindungi dan menjaga konstitusi Myanmar tahun 2008, yang justru ingin mereka ubah.

Suu Kyi dan NLD pernah memboikot pemilu tahun 2010 dan hal tersebut justru berdampak ”meminggirkan” mereka dari sistem, sementara harapan rakyat kepada mereka sangat besar.

Dengan demikian, jika kali ini mereka mengambil langkah yang sama, bukan tidak mungkin hal itu justru akan menempatkan mereka di sisi yang salah dalam sejarah Myanmar. Langkah kompromi memang menjadi salah satu langkah yang harus dilakukan saat ini.

”Saya yakin langkah kompromi dia (Suu Kyi) lakukan karena yakin negerinya itu sedang bergerak maju dan dia tidak ingin menahan proses itu,” ujar Tan. (AP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com