Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melepas Senja di Pura Tanah Lot

Kompas.com - 22/09/2012, 08:22 WIB

Oleh AYU SULISTYOWATI

Menghabiskan keseharian berlibur di Pulau Dewata memang menyenangkan. Mulai menyapa pagi dengan menikmati terbitnya matahari begitu dinantikan, terutama duduk santai di pinggir pantai. Namun, menunggu malam, sepertinya jangan melupakan merah meronanya matahari tenggelam di Tanah Lot.

Bersama tarian kecak berlatar senja memerah saat sunset di Pura Luhur Tanah Lot, Desa Beraban, Kabupaten Tabanan, Bali, liburan menjadi tak terlupakan.

Pura Tanah Lot memang menjadi obyek wisata unggulan setelah Pantai Kuta di Kabupaten Badung. Jarak kedua lokasi favorit wisatawan itu tak terlalu jauh, sekitar 30 menit sampai satu jam dengan bus atau mobil sewaan. Karena itu, keduanya bisa menjadi pilihan menjemput malam.

Nah, pilihan serunya, matahari tenggelam di Tanah Lot bisa mendapatkan pantai ataupun pesona Pura Tanah Lot yang berdiri di atas karang. Deburan ombak dan nyanyian tarian kecak menjadi kesempurnaan pemandangan alam.

Harga tiket berbeda antara wisatawan domestik dan mancanegara. Tiket domestik untuk dewasa dan anak-anak dijual Rp 10.000 per orang dan Rp 7.500 per anak. Sementara wisatawan mancanegara Rp 30.000 per orang dan Rp 15.000 untuk setiap anak. Jika ingin menikmati tarian kecak, semua wisatawan diberi harga sama, Rp 50.000 per orang, dengan jam main pukul 17.30 Wita.

Setelah membeli tiket, pengunjung harus berjalan kaki melalui jalur setapak yang tersedia. Toko-toko suvenir, baju bertuliskan ”I Love Bali”, dan minuman es kelapa muda tersedia sepanjang jalur. Namun ingat, pengunjung pun diharapkan partisipasinya menjaga kebersihan. Seruan melalui pengeras suara bakal mengingatkan setiap jam.

Bagaimanapun, kawasan itu sebenarnya merupakan kawasan menuju persembahyangan bagi umat Hindu. Tanah Lot ini luasnya sekitar 36 are (3.600 meter persegi) dengan enam pura (tempat sembahyang). Pura-pura tersebut berurutan dari arah tenggara menuju barat adalah Pura Tanah Lot, Pura Enjung Galuh, Pura Jro Kandang, Pura Batu Bolong, Pura Batu Mejan, dan Pura Pekedungan.

Pura Tanah Lot ini berdiri di atas batu karang besar. Beratus-ratus tahun lamanya deburan ombak menghantam, tetapi pura itu tetap berdiri. Meski demikian, tahun 1976 dan 2001, pemerintah setempat membangun pemecah gelombang untuk menahan ombak agar tak menggerus karang pura tersebut. Jika air laut pasang, umat Hindu yang ingin bersembahyang ke Pura Tanah Lot harus menyeberang dengan sampan dan jika tidak tinggi mereka biasa berjalan melewati airnya yang sekitar 0,5 meter.

Namun, masyarakat setempat percaya, pura itu tetap akan berdiri sampai kapan pun. Syaratnya, mereka bersepakat tak pernah melupakan Sang Hyang Widi dengan bersembahyang dan menggelar upacara sesuai kalender Bali.

Pura lain pemandangannya juga tak kalah menarik, seperti Pura Batu Bolong. Pura tersebut juga mirip, berdiri di atas batu besar, tetapi memanjang dan di antaranya bolong. Pengunjung tetap diharapkan menghormati tempat ibadah tersebut.

Bersembahyang

Manajer Operasional Tanah Lot, I Ketut Toya Adnyana, awal September lalu, menjelaskan, pihaknya tetap berupaya menjaga etika di sekitar tempat ibadah. Ia menegaskan, pengunjung tak diperkenankan memasuki areal pura dan pintu tetap tertutup. Mereka yang boleh masuk, menurut dia, para pengunjung yang tujuannya memang khusus bersembahyang.

Setiap hari, pengunjung bisa mencapai lebih dari 1.000 orang mulai dari jam buka loket pukul 07.00 Wita sampai tutup pukul 19.00 Wita. Namun, jika liburan sekolah atau musim liburan di beberapa negara, pengunjung bisa 10.000 orang per hari.

”Ke depan, jika sumber daya manusianya sudah siap, kami memungkinkan untuk membukanya sampai pukul 22.00 Wita,” ujar Adnyana.

Karena itu, kenyamanan terus dibenahi. Tahun ini, pengelola memperbaiki beberapa ruas jalur setapak dengan biaya sekitar Rp 1 miliar. Pemasukan tahun 2011, pengelola mencatat sekitar Rp 17 miliar dari kunjungan dua juta orang. Tahun ini pengelola menargetkan bisa mendapatkan Rp 20 miliar. Tanah Lot sepenuhnya dikelola oleh Badan Pengelola Tanah Lot Desa Beraban dengan bagi hasil sekitar 60 persen pendapatannya diberikan ke kas Pemerintah Kabupaten Tabanan.

Abad ke-15

Tanah Lot ini memiliki cerita. Sekitar abad ke-15, datang seorang Bhagawan bernama Dang Hyang Dwi Jendra. Ia ingin menyebarkan ajaran agama Hindu. Namun, sejumlah warga saat itu menentang. Dwi Jendra lalu bersemadi di atas batu karang besar yang dipindahkannya ke tengah lautan (dinamainya Tengah Lod) dan melindungi dirinya dengan menyebar ular.

Akhirnya, masyarakat yang menentang pun mengakui kesaktiannya dan mau mengikuti ajarannya. Sebelum Dwi Jendra pergi, ia meninggalkan keris bernama Ki Baru Gajah yang ditempatkan di Pura Luhur Pakedungan. Pada hari raya Kuningan (10 hari setelah Galungan), warga setempat menggelar upacara penghormatan di pura tersebut dengan berjalan keliling pura. Letaknya sekitar 300 meter dari Pura Tanah Lot.

Satu lagi. Apabila lupa atau tak memiliki kamera foto, sedikitnya 200 orang yang bekerja sebagai tukang foto siap mengabadikan momen liburan di Tanah Lot. Hanya membayar Rp 20.000, pengunjung bisa langsung membawa pulang foto berlatar Pura Tanah Lot lengkap dengan bingkai kertas bertuliskan Tanah Lot. Mau menginap atau hanya sekadar makan menikmati pemandangan, sekitarnya juga ada penginapan dan restoran. Lengkap liburannya!

Ketua Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali, Ketut Ardana mengatakan, Tanah Lot masih tetap menjadi tujuan wisatawan andalan dan favorit setelah Kuta dan Ubud (Kabupaten Gianyar). Menurut dia, selama pengelolaan Tanah Lot baik dengan menjaga kebersihan dan keramahannya, agen wisata pasti memasukkan dalam agenda kunjungan.

Jadi, mengapa ragu…. Yuk, mensyukuri dan menikmati alam Pulau Dewata di Tanah Lot dengan mencicipi kue khas Tabanan, klepon berwarna hijau dan hitam dari ketan. Maka, rona-rona memerah pun menghiasi langit sekitar pura-pura di Tanah Lot. Indahnya.…

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com