Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilang Konsentrasi di Museum Louvre

Kompas.com - 08/10/2012, 13:12 WIB

KONSENTRASI dibutuhkan untuk mengapresiasi benda-benda seni. Tapi bagaimana bila benda-benda seni itu sebegitu banyaknya hingga empat lantai terpisah pun seakan terasa kurang.

Bahkan, itu masih ditambah dengan fakta bahwa bangunan tempat meletakkan benda-benda seni tadi sudah merupakan karya seni yang mengagumkan. Kehilangan fokus.

Itulah yang akan sangat mudah terjadi di Museum Louvre (Musée du Louvre), di Paris, Perancis. Tenggelam dalam koleksi yang terentang dari tahun 7.000 SM hingga abad ke-19.

Peninggalan masa kejayaan Mesopotamia, Mesir kuno, Yunani kuno, Roma kuno, abad pertengahan, Renaissance, dan kejayaan dunia Islam. Peninggalan itu berbentuk patung, dekorasi, peralatan hidup sehari-hari, dan lukisan.

Masing-masing koleksi berada di lantai satu, lantai dua, lantai dasar (ground floor), dan lantai bawah tanah (lower ground floor). Pada lantai satu pengunjung dimanjakan dengan koleksi lukisan, seni dekoratif, dan benda-benda antik dari Mesir, Yunani, dan Roma.

Pengunjung mesti membayar tiket seharga 10 euro untuk menikmati koleksi museum itu. Antrean mengular terjadi di sejumlah pintu masuk dengan lama sekitar 15 menit, tergantung jumlah pengunjung.

Museum buka mulai pukul 09.00 hingga 18.00. Adapun pada hari Rabu dan Jumat, jam buka diperpanjang hingga pukul 21.45.

”Ini museum yang sangat besar. Karya-karya yang luar biasa disajikan disini, ini sebuah jamuan karya seni,” kata pengunjung dari Brasil, Renato De Al Cantara.

Renato yang datang bersama pasangannya, Claudia Ndrade, mengatakan, yang bisa dilakukannya di Museum Louvre hanyalah melihat-lihat karya seni yang dipamerkan. ”Tidak mungkin saya bisa fokus,” katanya.

Renato datang ke museum itu untuk lukisan ”Mona Lisa”. Maka lukisan karya Leonardo da Vinci itu pula yang ditujunya pertama kali.

”Mona Lisa” dipajang di lantai satu. Sejumlah karya seni lain, seperti lukisan dan barang-barang antik dari Mesir, Yunani, dan Romawi kuno juga dipajang di lantai satu. Termasuk patung dewi kemenangan (The Winged Victory of Samothrace) yang diperkirakan berasal dari masa 190 SM.

Paling diburu

Namun tentu saja, koleksi yang paling menarik banyak peminat di lantai satu ialah lukisan ”Mona Lisa” karya Leonardo da Vinci. Ratusan pengunjung berkumpul di depan lukisan yang dipajang pada bagian lukisan Italia yang dibuat antara abad ke-13 dan abad ke-15 itu.

Lukisan yang dibuat di Florence, Italia, antara tahun 1503 dan 1506 itu dikerubuti para pengunjung yang berebut mengabadikan gambar. Tidak seperti lukisan lain yang dipajang begitu saja dengan bingkai di permukaan dinding, ”Mona Lisa” dilapisi bingkai pelindung tembus pandang dengan semacam meja kecil di depannya.

Ada jarak sekitar tiga meter antara kerumunan pengunjung dengan ”Mona Lisa”. Jarak itu juga menjadi akses bagi pengunjung yang menggunakan alat bantu untuk berjalan, seperti kursi roda.

Sejumlah petugas menjaga secara khusus ”Mona Lisa”, tidak seperti lukisan lain yang dibiarkan begitu saja. Terdapat hingga tiga penjaga yang bersiaga di sisi kiri dan kanan lukisan ”Mona Lisa”, terkadang lebih jika antrean semakin banyak.

Saat itu pertengahan Juli, bertepatan dengan liburan musim panas. Pengunjung dari sejumlah negara Eropa, Amerika, dan Asia memenuhi museum tersebut.

Beberapa pengunjung bahkan sudah lebih dari satu kali datang untuk mengagumi ”Mona Lisa”. Manuel Nunos (59) yang berasal dari Spanyol sudah dua kali datang dan mencoba memahami ”Mona Lisa”. ”Terakhir kali 20 tahun lalu, dan ”Mona Lisa” tetaplah sebuah misteri bagi saya,” ujarnya.

Laman resmi museum itu di alamat louvre.fr menyebutkan potret ”Mona Lisa” merupakan representasi visual dari ide kebahagiaan yang ada dalam kata ”gioconda” dalam bahasa Italia. Penggunaan warna yang cenderung mewakili kehangatan, lanskap tak berpenghuni, potret hingga batas tangan, tatapan mata, dan tentu saja senyum yang khas mewakili bahagia itu.

Daya tarik itulah yang membuat keluarga Clara Turnip (33) tertarik menyaksikan ”Mona Lisa” dari dekat. ”Memang sudah kami rencanakan sejak jauh hari,” kata Clara yang berasal dari Medan dan sudah beberapa waktu terakhir menetap di Belanda.

Bersama sekitar 15 anggota keluarganya, Clara datang ke museum terbesar di dunia itu. Ia membayangkan jika di Indonesia kelak bisa didirikan museum sejenis. ”Kita kan juga punya banyak lukisan karya pelukis Indonesia, mungkin bisa dibikin juga di Bali misalnya,” kata Clara.

Para pengunjung yang hendak mengabadikan gambar ”Mona Lisa” tidak bisa berlama-lama berdiri di depan lukisan itu. Pasalnya pengunjung lain akan terus mendesak dari arah belakang.

Hanya ada waktu kurang dari semenit untuk bisa mengabadikan gambar dan mengulanginya sekali atau dua kali lagi jika belum puas. Bagi pengunjung yang datang sendirian, pengunjung lain biasanya akan cukup ringan tangan untuk membantu berfoto dengan latar belakang ”Mona Lisa”.

Salah seorang petugas Museum Louvre yang hari itu berjaga di dekat lukisan ”Mona Lisa”, Ludovic Giboyou (34), mengatakan, puncak keramaian akan berlangsung hingga jelang liburan Natal pada akhir Desember. ”Karena itulah saya selalu mengambil hak libur saya pada waktu tersebut,” selorohnya.

Ludovic sudah tujuh tahun bekerja di museum itu. Selama itu pun, ia belum bisa menghafal sedemikian banyak koleksi lukisan yang dimiliki Museum Louvre. ”Saya sedang berusaha, tapi untuk lokasi-lokasinya kami tahu ada di mana,” ujarnya.

Pada lantai dua terdapat koleksi lukisan yang beragam. Berasal dari Perancis, Jerman, Belanda, Swiss, Rusia, dan negara-negara Skandinavia. Sementara di lantai dasar, sejumlah patung terkenal diletakkan.

Di antaranya patung dewi kecantikan Yunani, Aphrodite, yang disebut juga sebagai Venus. Patung ini juga menarik banyak perhatian. Rombongan pengunjung yang terbagi dalam beberapa kelompok terlihat tak henti-henti menjepretkan kamera ke arah patung tersebut.

Di lantai itu juga tersimpan koleksi patung kepala Ramses II dari Mesir kuno. Sepasang turis dari Italia, Fransesco Acardi dan Franscesa Acardi, penasaran dengan patung itu sehingga berulang-ulang mengubah penataan (setting) kamera mereka. ”Akan lebih baik jika tidak menggunakan lampu kilat,” kata Fransesco.

Bekas Istana

Sementara di lantai bawah tanah (lower ground floor) terdapat bekas-bekas bangunan istana abad pertengahan yang jadi cikal bakal Museum Louvre. Ketika Revolusi Perancis, sebagian istana dibuka menjadi museum, persis tanggal 8 November 1793.

Suhu di bagian itu sejuk dan membuat pengunjung betah berlama-lama di dalamnya. Kita juga bisa membayangkan seperti apa bentuk awal museum yang sebelumnya istana bangsawan itu dengan melihat replika bangunan awalnya.

”Museum ini punya banyak sekali koleksi. Cara saya untuk menikmatinya ialah dengan memilih karya-karya seni yang masuk dalam kategori master,” ujar Lizzy Lee (22), mahasiswi dari Korea Selatan.

Lizzy memilih pemandu suara elektronik yang disewanya di pintu masuk. Sebuah perangkat merek Nintendo 3DS yang menayangkan pula karya-karya seni dimaksud.

Dalam laman louvre.fr disebutkan bangunan indah itu telah menjadi pusat perhatian di Paris sejak abad ke-12 yang didirikan di sisi barat kota. Berada di antara Sungai Seine dan Rue de Rivoli.

Selama itu pula bangunan tersebut telah bermetamorfosis sejak menjadi benteng, istana, hingga museum. Sejak 30 Maret 1989, bagian luar museum dilengkapi piramida gelas yang menjadi salah satu pintu masuk dan poros sirkulasi bangunan.

”Museum ini lebih besar dari yang saya kira. Lebih besar dari yang pernah saya bayangkan dari bacaan dan cerita orangtua saya,” kata Michael Jellis (19), seorang mahasiswa dari Amerika Serikat. (Ingki Rinaldi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com