Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulau Cingkuak, Menguak Masa Lalu...

Kompas.com - 31/01/2013, 11:47 WIB

Oleh Ingki Rinaldi

Dekat. Itulah keunggulan utama Pulau Cingkuak sebagai salah satu lokasi wisata bahari di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

Jaraknya sekitar 500 meter dari daratan utama Pulau Sumatera di kawasan Pantai Carocok, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan. Seorang perenang andal tak akan kesulitan menyeberangi selat tenang menuju pulau itu.

Jika tak mau berenang, belasan perahu bermesin yang dioperasikan sejumlah operator dengan senang hati akan mengantarkan pengunjung. Tarifnya murah, Rp 10.000 untuk pergi pulang dari tempat perhentian di Pulau Batukareta.

Adapun dari daratan di Pantai Carocok menuju Pulau Batukareta, pengunjung bisa mencapainya dengan menyusuri jembatan sekitar 100 meter. Setiap perahu dioperasikan dua orang dengan kapasitas sekitar 30 pengunjung.

Jika musim liburan atau akhir pekan tiba, perahu seperti yang dioperasikan Masri Chaniago (50) dan Makmur Perdamaian (36) bisa sarat penumpang. ”Saya pernah bawa penumpang sampai 37 orang,” kata Masri. Namun, pada hari biasa, empat penumpang pun dilayani. Perahu milik Masri bermesin 15 PK (paardenkracht, tenaga kuda). Ada pula perahu dengan kekuatan hingga 40 PK.

Jelajah pulau

Jika selesai menikmati Pulau Cingkuak, pengunjung tinggal menelepon seorang operator perahu untuk minta dijemput. Sekitar lima menit kemudian, Anda sudah siap untuk kembali.

Namun, pengunjung pasti berat meninggalkan pulau seluas 4,5 hektar yang berpasir putih dan lembut itu. Godaan untuk berenang atau snorkeling (menyelam) di perairan pulau itu pun amat kuat. Namun, wisatawan harus berhati-hati dengan struktur batu bersemen yang memanjang sekitar 10 meter dari bibir pantai. Struktur kuno yang sebagian sudah luruh ke perairan itu diduga merupakan bekas dermaga pelabuhan.

Sekalipun perairan masih jernih, snorkeling di kawasan ini bisa berujung kekecewaan. Sesuai pengamatan Kompas, pekan lalu, kematian massal terumbu karang terpapar di perairan Pulau Cingkuak. Kondisi itu masih ditambah dengan sejumlah sampah domestik dan hanya sedikit ikan yang berkerumun.

Masri mengatakan, penangkapan ikan dengan memakai racun potassium sianida sempat dilakukan sebagian orang tahun 1990-an. Praktik yang tak mengindahkan kelestarian alam itu diduga menyumbang kerusakan terbesar pada ekosistem perairan. Sebab itu, berkelana mengelilingi pulau ini menjadi pilihan. Apalagi, di pulau ini juga masih bisa ditemui sisa struktur benteng peninggalan zaman kolonial, sejumlah makam, dan bekas dermaga pelabuhan.

Pada pintu benteng terdapat papan dengan tulisan Situs Benteng Portugis Pulau Cingkuak yang dipasang Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar. Namun, menurut Guru Besar Sejarah Universitas Andalas, Padang, Gusti Asnan, benteng itu merupakan peninggalan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), perusahaan Hindia Belanda.

Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan BP3 Batusangkar Teguh Hidayat membenarkan, benteng itu merupakan peninggalan VOC. Penamaan situs Benteng Portugis hanya mengikuti sebutan yang sudah melekat pada masyarakat.

Untuk merawatnya, BP3 Batusangkar menunjuk Martias (54) sebagai juru pelihara. Martias mengatakan, sekitar tahun 1995 bangunan benteng itu dipugar. Kini sebagian di antara struktur yang berdiri adalah hasil rekonstruksi, termasuk jalan setapak dengan batu kali untuk mempermudah pengunjung.

Selain struktur benteng, terdapat pula nisan berpagar di dalamnya yang ditulis dengan bahasa Perancis. Tulisan itu menyebutkan, nisan dibuat oleh keturunan Madame Van Kempen pada Agustus 1911.

Madame Van Kempen diperkirakan meninggal sekitar 150 tahun sebelumnya. Madame Van Kempen, sesuai tulisan di nisan itu, adalah istri Thomas Van Kempen yang dituliskan sebagai Residen Poeloe Tjinko (Pulau Cingkuak).

Sebuah makam lain adalah replika nisan bertuliskan Nurlian yang dibangun Martias. Nurlian adalah ayah Martias. Nurlian tak dimakamkan di lokasi itu karena saat meninggal sedang tak berada di pulau itu.

Pada bagian barat pulau yang menghadap ke Samudra Hindia terdapat gerbang dari batubata yang masih terlihat rapi. Buku Direktori Pulau di Provinsi Sumatera Barat dari Direktorat Pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (2009) menyebutkan Pulau Cingkuak berarti nama binatang kera.

Daya tarik pantai

Yudi (29), seorang pengelola kedai di pulau itu, mengatakan, pengunjung lebih tertarik menikmati pantai ketimbang pergi ke bekas benteng. Jumlah wisatawan pada akhir pekan bisa mencapai 300 orang dan ribuan orang pada musim liburan atau hari raya. Pada hari kerja hanya sekitar 50 orang. ”Kebanyakan pengunjung lebih tertarik mandi dan berenang di pantai atau mencoba banana boat,” kata Yudi.

Martias menambahkan, kini pulau itu tak ditinggali, kecuali pada akhir pekan oleh sejumlah pemilik kedai saat pengunjung ramai. Namun, setelah zaman pendudukan Belanda, pulau itu pertama kali ditinggali ayah dan ibunya, yakni pasangan Nurlian dan Pawarna, tahun 1954.

Bersama orangtua dan saudara kandungnya, Martias sempat tinggal di pulau itu. Ia mulai membuka kedai di pulau itu tahun 1996 sejak kunjungan wisatawan mulai ramai. Setelah sempat merantau keluar pulau, mulai empat bulan terakhir ia kembali tinggal di pulau itu untuk mengelola kedai. Pala, kelapa, cengkeh, sukun, dan sejumlah buah-buahan ditanam sebagai sumber penghasilan. Sejak kunjungan wisatawan ramai tahun 1990, ia dan kerabatnya mulai fokus pada usaha kedai makanan.

”Namun, setelah tsunami di Aceh tahun 2004 hingga empat tahun sesudahnya, pulau ini sepi dari pengunjung,” kata Martias.

Kini selain pendapatan dari kedai makanan, Martias dan sejumlah pemilik hak atas pulau itu memperoleh bagian dari setiap penumpang kapal penyeberangan wisata. Selain itu, ada juga organisasi kemasyarakatan yang menerima bagian.

Bagi operator perahu, seperti Masri dan Makmur, uang yang diterima pemilik pulau dan organisasi kemasyarakatan untuk menjaga kebersihan dan keindahan pulau itu. Namun, kini Pulau Cingkuak kotor. Sampah berserakan di berbagai area.

Keluhan itu juga diutarakan Edison (35), wisatawan dari Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. ”Pulau ini strategis karena dekat dengan daratan dan tenang. Namun, masih perlu penataan seperti sampah yang ada,” sebutnya.

Menurut Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten Pesisir Selatan Nazwir, untuk mengembangkan potensi wisata kawasan itu, pemerintah akan mengintegrasikan sejumlah pulau, yaitu Pulau Cingkuak, Pulau Semangki, Pulau Aur, Pulau Babi, dan Pulau Panyu, serta membangun berbagai fasilitas baru.

Ikuti twitter Kompas Travel di @KompasTravel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com