Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melongok Patung Cai Yuanpei di Taman Jing'an

Kompas.com - 11/05/2013, 10:23 WIB
Windoro Adi

Penulis

KOMPAS.com- Cai Yuanpei (1 November 1868-5 Maret 1940). Usai menamatkan kuliahnya di Universitas Kekaisaran China di era Dinasti Qing, ia bersama teman-temannya menentang pendidikan feodal dan memperjuangkan hak-hak sipil, terutama terhadap kaum perempuan China.

Pria kelahiran Shaoxing, Provinsi Zhejiang, ini lantas bergabung dengan Liga Amerika untuk menggulingkan Dinasti Qing (1644-1911). Tetapi setelah namanya muncul dalam daftar buronan pemerintahan Dinasti Qing, Cai meninggalkan China dan belajar filsafat, psikologi, serta sejarah kesenian di Universitas Leipzig, Jerman, dan kembali ke China saat pemerintahan Dinasti Qing digulingkan dalam Revolusi Xinhai.

Setahun kemudian, Universitas Kekaisaran China pun berganti nama menjadi Universitas Peking (kini Beijing), dan lima tahun kemudian, Cai dilantik menjadi rektor universitas tersebut.

Peluangnya mewujudkan China yang modern dan terdidik pun kian terbuka. Di bawah semboyannya, "Kebajikan-Kearifan-Kesehatan-Kebersamaan, dan Keindahan", selama 11 tahun ia mengembangkan dan menjadikan universitas Peking sebagai sentra kebudayaan baru China.

Tahun 1920, Universitas Peking menjadi universitas kedua di China yang menerima mahasiswi setelah Universitas Nanjing. Tanggal 27 November 1927, Cai dan Profesor Xiao Youmei mendirikan Konservatori Musik Shanghai yang berbasis pada pendidikan musik di Leipzig.

Sekolah tinggi musik di Shanghai ini lekas menjadi salah satu akademi musik elit dunia yang memiliki 16 fakultas. Untuk mencapai predikat tersebut, konservatori ini sering mengundang sejumlah guru besar dan menjalin kerjasama dengan konservatori negara lain seperti Amerika, Perancis, Inggris, Rusia, Belanda, Australia, Jerman, dan Jepang.

Para musisi kenamaan yang pernah menjadi dosen tamu di Konservatori Musik Shanghai antara lain Isaac Stern, Perlman, Yuri Shiskin, Leon Fleisher, Zukerman, Seiji Ozawa, Simon Rattle, Rostropovich, dan Yo Yo Ma.

Di Taman Jing'an Awal Maret 1940, Cai -salah satu pendidik dan budayawan pembaharu China itu- meninggal di Hongkong. Tetapi, Sabtu (4/5/2013) siang, sosoknya masih tampak di salah satu sudut taman utama di kawasan Jing'an, Shanghai.

Dalam patung itu, Cai duduk memakai kemeja Shanghai, bercelana pantalon dengan sepatu kulit bertali. Di atas tangannya terdapat sebuah buku yang terbuka.

Kehadiran patung Cai seperti memberi makna pada taman seluas 33 ribu meter persegi ini. Di taman rimbun tertata apik yang dibangun tahun 1999 inilah, puluhan warga Shanghai datang dan pergi—berlatih dansa, berolahraga kecil, atau sekadar duduk-duduk membaca sambil minum teh, dan menikmati sajian makanan ringan yang disediakan beberapa kios.

Jakarta juga memiliki taman kota yang mirip Taman Jing'an, yakni Taman Suropati. Sayang, akses menuju taman yang dihiasi oleh karya sejumlah seniman ASEAN ini tak semudah akses menuju Taman Jing'an yang dihubungkan dengan trotoar pedestrian yang lebar, indah, dan nyaman.

Jadi jangan heran bila di Taman Suropati hampir tak pernah terlihat para ibu mendorong kereta bayi, atau kaum lanjut usia di atas kursi rodanya. Padahal dibanding Taman Jing'an, suasana di Taman Suropati lebih hidup dengan bermacam kegiatan latihan musik akustik dan tiup, serta teater.

Akankah Gubernur Jokowi yang tinggal persis di sebelah timur Taman Suropati itu mampu menyulap taman kota itu menjadi sehidup Taman Jing'an? Semoga! (Laporan wartawan Kompas Windoro Adi dari Shanghai, China)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com