Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banda Naira Terhambat Akses Transportasi

Kompas.com - 12/06/2013, 09:02 WIB

BANDA NAIRA, KOMPAS - Geliat perekonomian Banda Naira sebagai destinasi pariwisata unggulan Provinsi Maluku, terhambat akses transportasi. Padahal, kawasan tersebut menyimpan potensi wisata bahari, budaya, dan sejarah yang sangat menarik tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga dunia internasional.

Penelusuran Kompas, akses menuju Pulau Banda Naira, hanya bisa ditempuh dengan kapal laut milik PT Pelni yang berangkat lima hari sekali dari Ambon. Adapun waktu tempuh kapal untuk satu kali perjalanan sekitar 7-8 jam. ”Dengan akses transportasi yang terbatas, kunjungan wisata pun terhambat. Para wisatawan tidak bisa merancang jadwal dan durasi kunjungan mereka ke Banda,” ujar Rizal Bahalwan, pegiat pariwisata di Banda Naira, Selasa (11/6/2013).

Nama Banda Naira yang terdiri dari beberapa pulau dan satu pulau gunung api, lanjut Rizal, sebenarnya sudah sangat dikenal calon wisatawan terutama dari Benua Eropa, seperti Jerman, Belanda, dan Inggris.

Selain tertarik eksotisme alam kepulauan Banda, mereka juga sangat berminat mengenal sejarah Banda yang pada abad 15-18 menjadi pusat perdagangan rempah-rempah internasional terutama komoditas pala dan cengkeh.

Sementara bagi wisatawan domestik, Pulau Banda menyimpan nilai historis sangat besar karena pernah menjadi lokasi pembuangan sejumlah tokoh nasional, seperti Bung Hatta, Sjahrir, Dr Tjipto Mangunkusumo, hingga Iwa Kusuma Sumantri.

Sayangnya, di saat akses transportasi laut sangat terbatas, bandara yang berada di Pulau Banda ini tidak dioptimalkan. Padahal, bandara ini bisa digunakan melandas pesawat-pesawat berbadan kecil. Kunjungan wisatawan sekitar 1.500 orang per tahun pun kini kian menyusut.

Menurut Rizal, sejak awal 2013, maskapai penerbangan Merpati Airlines memenangi tender penerbangan perintis untuk trayek Ambon-Banda. Namun, penerbangan perdana baru terealisasi pada Mei lalu. Padahal, awalnya dijanjikan, intensitas penerbangan sebanyak tiga kali dalam sepekan.

”Yang jelas selama ini, penerbangan ke Banda memang sering kali terhambat cuaca buruk, seperti lazimnya wilayah di Indonesia Timur,” ujarnya.

Alfan (27), salah satu pemandu wisata di Pulau Banda, mengaku sering menjumpai turis yang terjebak di Pulau Banda karena tidak bisa kembali ke Ambon sesuai jadwal awal akibat pembatalan penerbangan.

”Bagi turis mancanegara, ketidakpastian akses transportasi sangat mengganggu. Karena mereka biasa berwisata dengan panduan jadwal. Sementara kapal laut, lama menunggunya,” ungkapnya.

Haryanto, petugas operasional PT Pelni di Pelabuhan Ambon, mengakui, pihaknya hanya memiliki dua armada untuk melayani rute Ambon-Banda. Hal tersebut disebabkan rute ke pulau-pulau kecil seperti Banda tidak terlalu menguntungkan.

Dia mencontohkan, satu kali perjalanan rute Ambon-Banda butuh biaya bahan bakar sekitar Rp 160 juta. Jika ditambah biaya logistik untuk para anak buah kapal diperkirakan mencapai Rp 170 juta. Sementara, dari kapasitas maksimal kapal sebanyak 2.000 orang, rata-rata okupansi hanya sekitar 25 persen atau 500 orang.

”Dengan tiket rata-rata Rp 200.000, hanya bisa didapat Rp 100 juta. Jelas belum menutup biaya untuk BBM. Untuk itu, kami mengandalkan PSO (public service obligation) dari pemerintah. Sayangnya, pencairan PSO juga seringnya tidak tepat waktu, akhirnya perusahaan menombok,” katanya. (GRE/ARN)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com