Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Kesultanan Pajang ke Kampoeng Batik

Kompas.com - 15/08/2013, 09:42 WIB
KISAH Laweyan, Solo, terentang sejak zaman Kesultanan Pajang pada era 1500-an. Pusaran zaman membawa Laweyan menjadi kompleks elite para saudagar batik. Kini ia menjadi tempat pelesiran bernama Kampoeng Batik Laweyan.

Laweyan ”hanyalah” sebuah kampung seluas 24 hektar di bagian barat Kota Solo, Jawa Tengah. Laweyan dulu mempunyai seorang warga bernama Kyai Haji Samanhoedi (1868-1956). Ia pedagang batik terkemuka yang mendirikan Serikat Dagang Islam tahun 1905. Batik Samanhoedi menyebar ke sejumlah kota. ”Eyang menjual batik untuk dakwah,” kata cicit Samanhoedi, Yuyun Damayanti Atmawijaya (39), yang tinggal di Jalan Tiga Negri, Laweyan.

Koleksi potongan koran yang memuat Iklan Fabriek Kain Batik H Moh Samanhoedi Laweyan Solo, itu menunjukkan luasnya jaringan perdagangan batik Samanhoedi. Kami membaca iklan atau advertentie yang dimuat di koran Medan Prijaji: Batavia, 2 April 1910:

”Batik Samanhoedi Djoega boleh dapet beli di tokonja: Sech Ali Makarim, Solo; M. Ardjowikoro Pabean, Soerabaia; Handel Mg Ha Hien Guan, Baitenzorg; Poe Hoe Kongsi Betawi, dan M Kartohastro, Ponorogo...” dan lainnya.

Usaha batik Samanhoedi menyurut akibat kebakaran besar di pabrik dan seluruh harta benda pada 1950-an. ”Keluarga tidak tahu-menahu jejak harta benda karena sering ditinggal berlayar,” ujar Yuyun.

Sejak peristiwa kebakaran, Samanhoedi pindah ke rumah yang lebih kecil di Jalan Tiga Negri, Laweyan, sebelum kemudian pindah ke Klaten dan meninggal di Banaran, Sukoharjo. Rumah Samanhoedi yang masih tersisa di Laweyan itu kini ditunggui oleh Yuyun. Di rumah yang menurut rencana akan dikontrakkan itu, tak satu pun peninggalan terkait batik yang masih ada.

Hingga generasi keempat, tak seorang pun dari cucu ataupun cicit Samanhoedi yang menggeluti batik. Mereka memilih menjadi pegawai negeri sipil, tentara, atau guru.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Rumah saudagar batik Laweyan, Solo.
Menantu Samanhoedi, RM Saman Atmohartono, sempat meneruskan usaha batik sebelum kemudian bangkrut. ”Kami masih punya ratusan cap batik tembaga, tapi sudah dibagi ke 11 keturunan,” kata Yuyun. Motif-motif batik cap warisan Samanhoedi itu kini hanya disimpan oleh cucu dan cicitnya.

Geliat batik

KH Samanhoedi adalah salah satu tokoh batik Laweyan di masa keemasannya pada awal era 1900-an. Pada masa itu, industri batik menjamur. Soedarmono, sejarawan dari Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, dalam tesisnya Munculnya Kelompok Pengusaha Batik di Laweyan pada Awal Abad XX (1987) menyebutkan, tahun 1930 di Surakarta terdapat 387 perusahaan batik.

Dari jumlah tersebut, 236 merupakan pengusaha pribumi, 60 China, 88 Arab, dan 3 Eropa. Dari jumlah 236 pengusaha batik pribumi tersebut, sebanyak 205 pengusaha alias 85 persen berada di Laweyan. Pada masa tersebut, sebuah perusahaan batik saja bisa menghasilkan sekitar 60.000 helai batik per tahun.

Industri batik mulai menyurut akhir 1960-an. Pemetaan yang dilakukan Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan menunjukkan, pada September 2004 ”hanya” tersisa 18 pedagang batik. Mereka telah membuka usaha 10 sampai 30 tahun. Dengan pemain-pemain baru itulah Laweyan kini tampil dengan konsep baru sebagai Kampoeng Batik Laweyan yang digagas Forum Kampoeng Batik Laweyan.

Semangat usaha keturunan pedagang batik Laweyan memang belum surut. Purnomo Warasto (39), keturunan dari saudagar batik Tjokrosoemarto, mengakui banyak anak- anak dari keluarga pedagang batik Laweyan yang menjadi pegawai negeri atau menggeluti profesi di luar batik. ”Tapi, sebagian besar jiwa kami (orang Laweyan) tetap berwiraswasta. Itu sudah menjadi darah dari mbah-mbah canggah kami,” kata Purnomo yang juga berwiraswasta.

Jiwa dagang itu tampak pada Achmad Sulaiman (64), pemilik Batik Halus Puspa Kencana di Jalan Sidoluhur, Laweyan. Ia menjadi pelopor ekspor batik Laweyan ke Malaysia sejak 1992. Setiap bulan, Sulaiman mengekspor satu kontainer kain mori putih sebagai bahan baku batik serta 1-2 kontainer lain berisi produk jadi, seperti baju batik.

Awalnya, Sulaiman ke Malaysia untuk menawarkan kain mori putih di Pulau Langkawi. Karena permintaan terus mengalir, ia merambah ke Semenanjung Malaya, Kelantan, dan Kuala Lumpur. Batik sengaja dibuat sesuai selera konsumen Malaysia yang umumnya menyukai batik painting (lukis) dengan motif bunga berukuran besar.

Sulaiman adalah generasi keenam keturunan juragan batik Akrom yang memulai usaha sejak awal era 1850. Sempat jatuh bangun dalam usaha batik, Sulaiman dan kerabatnya melestarikan batik Laweyan. Mereka belajar fleksibel dengan memproduksi beragam motif batik, seperti batik Papua, batik Riau, hingga batik Malaysia.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Nina Akbar Tandjung mengubah rumah saudagar batik Laweyan menjadi Roemahkoe Heritage Hotel. Ia mempertahankan otentisitas dan atmosfer rumah Jawa.
Inovasi, menurut Sulaiman, menjadi kunci utama bangkitnya batik Laweyan. Pengusaha batik di Laweyan seperti Sulaiman kini tak lagi menutup diri seperti pada masa nenek moyang. ”Perusahaan batik harus belajar terbuka. Generasi muda harus dianggap sebagai mitra. Order ekspor harus dibagi juga kepada mereka, jangan jadi rahasia perusahaan,” kata Sulaiman.

Selain Sulaiman, kini juga cukup banyak pengusaha batik Laweyan yang menembus pasar ekspor. Pemilik Batik Pria Tampan H Nuruddin Ardani menjadi salah satu pengusaha batik Laweyan yang menembus pasar Amerika.

Dari sungai ke rumah juragan

Laweyan merupakan wilayah permukiman tua. Sungai Kabanaran yang terletak di bagian selatan Kampoeng Batik menjadi saksi bisu keberadaan Laweyan sebagai salah satu pusat ekonomi sejak masa Kesultanan Pajang (1568-1586).

Alpha Febela Priyatmanto, yang pernah meneliti morfologi kawasan Laweyan, menyebutkan, pada masa Kesultanan Pajang di Sungai Kabanaran terdapat bandar. Selain itu, juga terdapat pasar yang kini ditandai dengan tugu.

Laweyan lantas tumbuh sebagai pusat perdagangan, terutama perdagangan lawe atau benang untuk bahan tenun. Lawe dan tenun dijual dengan rakit sebagai angkutan sungai melalui Bandar Kabanaran menuju Bengawan Solo, lantas menyebar ke sejumlah daerah di Jawa.

Dari industri perdagangan tenun itu, terjadi pergeseran ke pembuatan batik. ”Batik diproduksi di sebelah utara sungai. Lalu dibawa ke selatan atau ke sungai untuk dicuci, dan dijemur di tepi sungai,” kata Alpha, Ketua Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan yang juga dosen Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Morfologi kawasan Laweyan berubah ketika transportasi darat berkembang dan transportasi sungai menyurut. Seiring dengan itu, produksi batik mulai menggunakan air sumur yang digali di rumah warga. Begitu juga proses penjemuran dilakukan tak lagi di tepi sungai. Pembuat batik menjemur batik dengan membangun loteng-loteng yang terletak di samping atau di belakang rumah para pengusaha batik. ”Perkembangan itu memengaruhi morfologi kawasan menjadi kluster-kluster,” kata Alpha.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Rumah yang pernah dihuni Haji Samanhoedi, pengusaha batik Laweyan dan juga pendiri Serikat Dagang Islam, terletak di lorong sempit khas Laweyan.
Pada masa kejayaan batik di awal era 1900-an tumbuhlah kluster-kluster dengan tembok setinggi 3 sampai 5 meter. Di balik tembok terdapat rumah gedongan mirip istana kecil plus pabrik batik. Itulah bagian dari sisa-sisa kejayaan batik Laweyan yang kini bisa dilihat antara lain di Roemahku atau Ndalem Tjokrosoemartan.

”Drajat, semat, dan pangkat”

Soedarmono, sejarawan dari Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, menyebutkan rumah gedongan milik saudagar Laweyan itu merupakan simbol status, identitas sosial pemiliknya. Dalam tesis S-2-nya Soedarmono menyebutkan para saudagar Laweyan sebagai orang Jawa yang telah mendapatkan apa yang dicita-citakan sesuai falsafah orang Jawa, yaitu drajat, semat, dan pangkat atau status, kekayaan, dan kedudukan. Kekayaan telah mengangkat status sosial mereka, sejajar dengan status priayi atau bangsawan.

”Menurut mereka, hanya dengan kerja keras, hemat, dan disiplin tinggi, kedudukan dan kekayaan itu akan diperoleh tanpa mengorbankan harga diri, di bawah perintah orang lain...” kata Soedarmono.

Sebuah modal sosial bagi bangsa bermartabat. (Mawar Kusuma & Frans Sartono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ngargoyoso Waterfall, Wisata Air Terjun Baru di Karanganyar

Ngargoyoso Waterfall, Wisata Air Terjun Baru di Karanganyar

Jalan Jalan
Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Masyarakat Diingatkan Cek Kelayakan Bus di Spionam

Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Masyarakat Diingatkan Cek Kelayakan Bus di Spionam

Travel Update
7 Wisata Sejuk di Yogyakarta, Pas Dikunjungi Saat Panas

7 Wisata Sejuk di Yogyakarta, Pas Dikunjungi Saat Panas

Jalan Jalan
5 Desa Wisata Penyangga Borobudur Highland di Purworejo Dapat Pelatihan dan Pendampingan

5 Desa Wisata Penyangga Borobudur Highland di Purworejo Dapat Pelatihan dan Pendampingan

Travel Update
Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Raya Cibodas

Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Raya Cibodas

Travel Update
Hidden Gem di Batam, Wisata Sambil Olahraga ke Golf Island

Hidden Gem di Batam, Wisata Sambil Olahraga ke Golf Island

Jalan Jalan
Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Binatang Bandung

Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Binatang Bandung

Jalan Jalan
KAI Tambah 4 Perjalanan Kereta Api pada 12-31 Mei 2024

KAI Tambah 4 Perjalanan Kereta Api pada 12-31 Mei 2024

Travel Update
Planetarium Jagad Raya Tenggarong di Kaltim: Lokasi dan Tiket Masuk

Planetarium Jagad Raya Tenggarong di Kaltim: Lokasi dan Tiket Masuk

Travel Update
5 Hotel Dekat Bandara Internasional Juanda Surabaya

5 Hotel Dekat Bandara Internasional Juanda Surabaya

Hotel Story
Tiket.com Beri Promo ke Singapura, Ada Diskon hingga 30 Persen

Tiket.com Beri Promo ke Singapura, Ada Diskon hingga 30 Persen

Travel Update
Aktivitas Vulkanik Gunung Slamet Naik, Ratusan Pendaki Gagal Gapai Atap Jawa Tengah

Aktivitas Vulkanik Gunung Slamet Naik, Ratusan Pendaki Gagal Gapai Atap Jawa Tengah

Travel Update
Rute ke Gereja Ayam Bukit Rhema, Cuma 10 Menit dari Candi Borobudur

Rute ke Gereja Ayam Bukit Rhema, Cuma 10 Menit dari Candi Borobudur

Travel Tips
Kota Batu Cocok untuk Olahraga, Event Sport Tourism Akan Diperbanyak

Kota Batu Cocok untuk Olahraga, Event Sport Tourism Akan Diperbanyak

Travel Update
Lihat Sunrise di Gereja Ayam Bukit Rhema Harus Reservasi Dulu, Ini Cara dan Tarifnya

Lihat Sunrise di Gereja Ayam Bukit Rhema Harus Reservasi Dulu, Ini Cara dan Tarifnya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com