Tak cuma sekali. Bintang film berkumis khas pada era film bisu ini datang ke Cibatu, Garut, pada 1927 bersama aktris pemenang Oscar, Mary Pickford. Pesona alam Garut yang menawan kemungkinan membuat Charlie Chaplin terpikat sehingga pada kunjungan kedua, 1935, ia mengajak istrinya, Paulette Goddard. Foto-foto kunjungan Charlie Chaplin ke Cibatu, Garut, masih tersimpan di sejumlah kalangan dan sempat dipajang pada sebuah pameran di Garut.
Namun, Garut bukan cuma alamnya yang menawan. Kabupaten yang terletak sekitar 62 kilometer arah timur Kota Bandung itu juga menyimpan jejak-jejak kemegahan arsitektur bangunan stasiun dan jembatan kereta api yang sangat menawan.
Pemerintah kolonial Belanda yang membangun jaringan rel kereta api Cibatu-Garut sepanjang 19 kilometer, kemudian antara Garut dan Cikajang sepanjang 28 kilometer pada 1928-1930, melengkapinya dengan berbagai stasiun yang unik. Salah satunya Stasiun Cikajang yang merupakan stasiun tertinggi di Tanah Air dengan ketinggian 1.246 meter di atas permukaan laut.
Stasiun megah yang menghadap ke Gunung Cikuray ini sering disamakan dengan terowongan St Gotthard di Swiss, mungkin karena keunikannya. Sayang, stasiun yang dulunya termasuk stasiun sibuk karena melayani kereta api rute Cikajang-Garut empat kali sehari ini kini telantar. Atap bangunan di beberapa titik mulai roboh, sedangkan kayu jendela banyak yang raib entah ke mana.
”Kerusakan stasiun mulai terasa ketika jalur kereta api Cikajang-Garut ditutup 1982,” kata Undang (82) yang dulu bekerja di Stasiun Cikajang. Setelah jalur kereta api ditutup, penduduk juga mulai berani mengambil rel dan bantalan kereta, besi-besi jembatan, bahkan mendirikan rumah di atas jalur rel kereta api yang sudah mati.
Selatan Jawa Barat
Selain membangun lintasan kereta api Garut-Cikajang, sebelumnya pemerintah kolonial Belanda juga membangun lintasan kereta api Banjar-Pangandaran-Cijulang sepanjang 82 kilometer pada 1911-1914. Kedua jalur kereta api tersebut sama-sama berada di Jabar bagian selatan.
”Pembangunan jalur kereta api di Jabar selatan pasti membutuhkan biaya sangat mahal karena Jabar selatan didominasi perbukitan,” kata Deden Suprayitno, anggota komunitas pencinta kereta api yang menjadi Koordinator Wilayah Bandung Indonesian Railway Preservation Society (IRPS).
Meski demikian, pemerintah kolonial Belanda tetap membangun jalur rel kereta api tersebut karena membutuhkannya untuk mengangkut berbagai komoditas alam. Saat itu Jabar bagian selatan terkenal sebagai sentra perkebunan teh, kopi, kina, karet, kopra, dan berbagai komoditas lain yang sangat dibutuhkan pemerintah kolonial di Batavia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.