Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rezeki dari Daun Borobudur

Kompas.com - 19/01/2015, 16:12 WIB
TINGGAL berdekatan dengan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Untung Marzuki (36) atau yang akrab disapa Zuki mengaku heran dan penasaran kenapa kepopuleran candi yang begitu megah tersebut tidak diikuti oleh adanya ikon, produk khas desa sekitar, yang sama terkenalnya. Berawal dari sekadar iseng, dia pun mencoba-coba menciptakan kekhasan itu. Maka, lahirlah karyanya sendiri, lukisan di atas daun pohon bodhi.

Daun pohon bodhi, menurut dia, adalah sesuatu yang sangat ”khas” Candi Borobudur. Pohon ini memang hanya banyak ditemui di sekitar Candi Borobudur dan Mendut.

Ide ini pun muncul karena Zuki sebelumnya sering berjualan aneka bibit pohon, termasuk bibit pohon bodhi. Melihat penampang daunnya, dia pun yakin daun bodhi akan tampak bagus jika ”dikuliti”, dibiarkan tinggal tulangnya saja. Kebetulan, semasa kecil, Zuki sering ”menguliti” aneka macam daun.

Agar kulitnya terlepas, daunnya direndam dalam lumpur. Jika jumlah yang direndam mencapai 100 daun atau kurang, perendaman perlu waktu sekitar dua minggu. Namun jika jumlahnya lebih dari 1.000 lembar, perlu waktu hingga sebulan. Perhitungan waktu itu pun harus saksama dan hati-hati.

”Jangan sampai merendam daun lebih dari sebulan, karena kondisi daun nantinya pasti hancur,” ujarnya.

Setelah direndam, daun pun dibersihkan, diberi pemutih sehingga tinggal tersisa bagian tulang. Proses ini juga membutuhkan kesabaran. Jika dilakukan terburu-buru dan tidak hati-hati, daun dengan mudah sobek.

Tahun 2002, karya pertamanya pun dibuat. Ketika itu, daun yang telah dikuliti tersebut dibuat hiasan gantungan kunci dan dijual di kawasan sekitar Candi Mendut. Hiasan unik ini pun menarik perhatian seorang turis asal Korea.

”Turis itu mengatakan karya saya bagus, tapi lebih bagus lagi jika di atas daun diberi hiasan berupa lukisan,” ujarnya.

Zuki pun mencari contoh karya yang dimaksud turis tersebut melalu internet. Dia pun menemukan bahwa lukisan di atas daun bodhi banyak dibuat oleh seniman di Jepang, dan proses pelepasan bagian kulit daun banyak yang memakai obat-obatan kimia.

”Saya pernah mencoba melepaskan kulit daun dengan menggunakan soda kue, dan akhirnya justru gagal karena daun justru remuk. Belajar dari pengalaman itu, saya pun jera menggunakan obat-obatan kimia,” ujarnya.

Zuki pun melanjutkan karya dengan metodenya sendiri. Menuruti saran si turis, kali ini bagian atas daun pun dilukis. Melukis bukanlah pekerjaan yang terlalu sulit karena Zuki belajar melukis secara otodidak dengan melihat karya dari teman-temannya, para pelukis di Kecamatan Borobudur.

Menyesuaikan dengan agama Buddha yang menjadi karakteristik Candi Borobudur, maka obyek yang dilukis adalah biksu dan Sang Buddha. Untuk memperkaya jenis lukisannya, Zuki pun melukis Sang Buddha dengan berbagai posisi, seperti posisi meditasi atau jhana mudra, posisi abhaya mudra dengan satu telapak tangan menjulur keluar, dan posisi dhammacakka mudra dengan posisi jari terkait di depan dada.

”Dahulu sempat ada pelanggan yang meminta lukisan kaligrafi di atas daun bodhi. Namun, permintaan itu saya tolak karena terasa kurang pas,” ujarnya.

Karena daun bodhi adalah inti dari karyanya, maka Zuki terus mengumpulkan daun bodhi untuk persediaan bahan baku. Daun ini didapat secara gratis dengan memetik daun dari pohon bodhi yang banyak tumbuh di sekitar Candi Mendut dan Candi Borobudur.

100 lukisan per minggu

Lukisan Zuki dibuat di atas daun bodhi yang telah ditempel ke selembar kertas kaku berukuran 16 x 24 sentimeter, yang kemudian ditutup plastik. Dia sengaja tidak membuatnya dalam bentuk laminating agar lukisan tetap terlihat indah jika nanti dipigura oleh pelanggan. Namun, di luar bentuk yang biasa dibuatnya tersebut, Zuki terkadang juga langsung membuatnya dalam bentuk dipigura sesuai permintaan.

Dalam satu minggu, Zuki bisa membuat 100 atau lebih lukisan di atas daun bodhi. Dalam produksi, ada satu hingga dua asisten yang membantunya memotong kertas yang menjadi tempat daun- daun tersebut ditempelkan. ”Menempelkan daun bodhi dan melukisnya tetap saya kerjakan sendiri,” ujarnya.

Karena merasa karyanya terbilang unik, Zuki pernah berniat mematenkan. Namun, hal itu urung dilakukannya karena proses mengurus hak paten terlalu rumit. Belakangan, dia pun justru tidak peduli jika ada yang menirunya.

”Saya seharusnya bangga ketika ada yang menirunya karena berarti lukisan di atas daun bodhi ini adalah karya bagus yang menginspirasi banyak orang untuk membuatnya,” ujarnya.

Zuki memasarkan produknya ke sejumlah pedagang asongan di kawasan Candi Borobudur. Dia juga memasarkan lewat sebuah toko yang menjual aneka produk kerajinan di Yogyakarta. Sebagian produk dijualnya sendiri di studionya di sekitar Candi Mendut.

Jika menjual dengan perantara, harga setiap karya Zuki ditawarkan Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per lembar. Namun, hal itu tidak berlaku jika si pembeli langsung datang ke tempatnya.

”Untuk pembeli yang langsung datang pada saya, harga bisa berubah-ubah. Jika pembelinya turis asing, maka harga lukisan bisa saya tawarkan Rp 500.000 per lembar,” ujarnya.

Khusus untuk lukisan yang dipigura dengan ukuran 1 meter x 0,8 meter, harga lukisan bisa mencapai jutaan rupiah. Omzet penjualan Zuki bisa Rp 3 juta hingga Rp 5 juta per bulan.

Zuki juga tidak ingin memopulerkan dirinya sendiri dengan memasang nama dan nomor telepon di setiap hasil karyanya. Hal semacam ini dikhawatirkannya membuat semakin banyak orang langsung membeli lukisan itu darinya dan melupakan jasa perantara, serta memutus rantai keuntungan dari pedagang asongan dan toko di Yogyakarta.

Bagi Zuki, membagi keuntungan itu sama pentingnya dengan membina relasi dari para ”distributornya”. (Regina Rukmorini)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Tips Mendaki Gunung Prau yang Aman untuk Pemula

8 Tips Mendaki Gunung Prau yang Aman untuk Pemula

Jalan Jalan
Fenomena Pemesanan Hotel 2024, Website Vs OTA

Fenomena Pemesanan Hotel 2024, Website Vs OTA

Travel Update
6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

Travel Tips
Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Travel Update
8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

Travel Tips
Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Travel Update
Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Travel Update
Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Travel Update
Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com