Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkenalkan Ragam Makanan Pokok Sejak Dini

Kompas.com - 01/10/2015, 09:42 WIB
Jonathan Adrian

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Makanan pokok Indonesia bukan hanya nasi. Ragam makanan pokok alternatif perlu diperkenalkan pada masyarakat Indonesia sejak dini. Hal ini dijabarkan Bondan Winarno saat diwawancara dalam acara Festival Nasi Indonesia yang diadakan Philip, Senayan City, Jakarta, Rabu (30/9/2015).

"Kita perlu public campaign mengurangi konsumsi beras, kalau tidak bisa-bisa impor beras lagi kita," kata pengamat kuliner ini.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Perdagangan, konsumsi beras di Indonesia menempati posisi tertinggi di Asia. Dalam setahun, rata-rata rumah tangga di Indonesia mengonsumsi 114 kilogram beras. Sementara negara-negara Asia lain rata-rata hanya mengonsumsi 90 kilogram beras per tahun. "Gara-gara ini (terlalu banyak nasi), sekarang Indonesia menempati posisi keempat penderita diabetes tertinggi," kata Bondan.

Menurut mantan pembawa acara Wisata Kuliner ini, masyarakat Indonesia bisa lepas dari ketergantungan nasi asal diedukasi. Salah satu caranya adalah memperkenalkan makanan pokok selain nasi. Berbagai daerah di Indonesia memiliki makanan pokok pengganti nasi yang dapat diadaptasi.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Gohu ikan di Festival Teluk Jailolo 2014. Gohu ikan dibuat dari ikan tuna mentah.
Bondan mencontohkan di Maluku, masyarakatnya menggunakan pisang rebus, jagung rebus, keladi rebus, ubi, atau singkong sebagai pendamping lauk kering. Sementara untuk lauk-lauk berkuah, ditemani dengan papeda atau bubur sagu. "Di sana (Maluku) nasi putih baru ada kalau diminta, kalau tidak gak akan dapat," kisahnya.

Atau masyarakat dapat mulai mencoba nasi jagung dari Madura. Nasi jagung dibuat dari jagung tua yang ditumbuk halus hingga jadi beras jagung. Setelah itu, beras jagung direndam air sekitar tiga hari. Sayang menurut Bondan masyarakat Madura sendiri sudah mulai meninggalkan nasi jagung.

Dapat juga mencoba ragam beras alternatif seperti beras konnyaku. Beras ini dibuat dari iles-iles. Dulu, saat penjajahan Jepang, masyarakat diminta membuat olahan makanan pokok dari iles-iles ini. Kalori yang terkandung dalam olahan iles-iles hampir 0. "Di Sidoardjo, iles-iles ini sudah diolah jadi beras, kalau dijadikan nasi dia agak bening. Makan seporsi juga tidak akan gemuk," terang Bondan.

Ada juga beras analog yang dikembangkan Institut Pertanian Bogor (IPB). Beras ini dibuat dari singkong, ubi, dan jagung. Bentuknya bisa menipu karena sangat mirip dengan nasi. Coba juga mi alternatif. Bondan mencontohkan mi lethek dari Yogyakarta dan mi golosor dari Bogor yang bahan bakunya dibuat dari 'gaplek' atau singkong kering.

Menurut Bondan olahan singkong juga memiliki potensi besar sebagai makanan pokok karena dapat ditanam di lahan marginal, tempat padi tak dapat tumbuh. "Saya ini suka membandingkan makanan ya. Dan saya yakin ada banyak protein yang cocok dengan karbohidrat tertentu," katanya.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO Warga memasak ikan kuah kuning dan papeda untuk makan siang keluarga mereka di Kampung Workwana, Distrik Arso, Keerom, Papua.
Ia memberi contoh rendang. Di Padang, di daerah Payakumbuh, 'orang awak' -- sebutan untuk orang Minang -- makan rendang didampingi kacimuih. Pendamping ini terbuat dari singkong yang ditabur kelapa parut dan gula di atasnya. Sementara untuk hidangan kalio, dimakan dengan ketan. "Wah ini enak sekali, lebih cocok daripada pakai nasi," jelas Bondan.

Bondan juga mencontohkan papeda di Maluku. Jika disantap tanpa lauk rasanya kurang cocok, tapi saat disiram kuah kakap jadi pas. Papeda lebih cocok digunakan sebagai pendamping kuah kakap daripada nasi. Untuk memperkenalkan ragam makanan seperti ini pada anak, Bondan memberi sedikit tipsnya, "Buat jadwal mingguan hari-hari apa yang tidak makan nasi," ujarnya.

Ia mengapresiasi propaganda "1 day no rice" di Depok. Tapi menurutnya satu hari belum cukup. Setidaknya tiga hingga empat hari tanpa nasi bisa dibiasakan dalam keluarga. "Ganti saja nasi dengan pisang, ubi, jagung, singkong, dan iles-iles. Saya bukannya anti nasi, tapi ini juga perlu agar nutrisi seimbang," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

Travel Tips
Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

Travel Update
Lebaran 2024, Kereta Cepat Whoosh Angkut Lebih dari 200.000 Penumpang

Lebaran 2024, Kereta Cepat Whoosh Angkut Lebih dari 200.000 Penumpang

Travel Update
Milan di Italia Larang Masyarakat Pesan Makanan Malam Hari

Milan di Italia Larang Masyarakat Pesan Makanan Malam Hari

Travel Update
6 Hotel Dekat Beach City International Stadium Ancol, mulai Rp 250.000

6 Hotel Dekat Beach City International Stadium Ancol, mulai Rp 250.000

Hotel Story
4 Hotel Dekat Pantai di Cilacap, Tarif Rp 250.000-an

4 Hotel Dekat Pantai di Cilacap, Tarif Rp 250.000-an

Hotel Story
5 Wisata Air Terjun di Karanganyar, Ada Ngargoyoso dan Jumog

5 Wisata Air Terjun di Karanganyar, Ada Ngargoyoso dan Jumog

Jalan Jalan
Pengalaman ke Desa Wisata Koto Kaciak, Coba Panen Madu Lebah Galo-Galo

Pengalaman ke Desa Wisata Koto Kaciak, Coba Panen Madu Lebah Galo-Galo

Jalan Jalan
BaliSpirit Festival 2024 Targetkan Partisipasi 3.000 Turis Asing

BaliSpirit Festival 2024 Targetkan Partisipasi 3.000 Turis Asing

Travel Update
Sertifikasi Halal di 3.000 Desa Wisata Dipercepat hingga Oktober 2024

Sertifikasi Halal di 3.000 Desa Wisata Dipercepat hingga Oktober 2024

Travel Update
5 Pantai di Cilacap, Cocok Jadi Lokasi Healing dan Surfing

5 Pantai di Cilacap, Cocok Jadi Lokasi Healing dan Surfing

Jalan Jalan
Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Travel Tips
Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com