Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukit Kanji, Wisata "Liar" Alternatif Rinjani

Kompas.com - 12/11/2015, 12:09 WIB
Jonathan Adrian

Penulis

LOMBOK, KOMPAS.com - Gunung Rinjani memang jadi incaran utama pendaki yang datang ke Lombok. Sayang salah satu gunung tertinggi Indonesia dengan ketinggian 3.726 mdpl (meter dari permukaan laut) ini ditutup untuk pendakian hingga waktu tak ditentukan.

Tetapi jika sudah membuat rencana ke Rinjani, jangan batalkan, karena ada alternatif yang dapat dicoba, Bukit Kanji. Bukit Kanji memiliki ketinggian sekitar 1.800 mdpl dengan jalur cukup landai. Yang menarik dari bukit ini adalah kekayaan flora dan faunanya.

Bukit Kanji tak menjual pendakian, tetapi penjelajahan di hutan. Ambil paket dua hari satu malam untuk menikmati ritual warga sebelum menjelajah hutan dan berburu.

"Kita punya paket namanya 'wild flower walk'," terang salah satu pemandu Armasih di Rinjai Family Homestay, Sembalun, Lombok yang juga jadi salah satu pintu masuk Bukit Kanji, Senin (9/11/2015).

Dalam sekali jalan, pengunjung akan didampiki pemandu, porter, dan pendamping spiritual. Sebelum masuk hutan, setiap orang harus menjalani ritual masuk hutan yang dipimpin pendamping spiritual. Ritual berupa sesembahan yang terdiri dari rokok, tembakau, daun sirih, buah pinang, dan 'greng' beras merah dicampur gula merah.

Sesembahan akan dilakukan secara pribadi oleh guru spiritual sambil memperkenalkan satu per satu orang yang akan masuk hutan. Setelah itu, pemandu spiritual akan menghidupkan api sedikit.

"Api itu kan tanda ada kehidupan ya," terang Armasih.

Kemudian satu per satu yang akan masuk dari pemandu hingga peserta akan disentuhkan keningnya dengan bawang putih tunggal, bawang putih yang hanya ada satu umbi dalam satu pohon.

Jika mulai masuk hutan, perhatikanlah panggilan masing-masing orang. Setiap masyarakat lokal biasanya memiliki "nama hutan". Mereka percaya di hutan ada jin yang memiliki nama sama dengan mereka.

"Kalau pas dipanggil yang datang malah jin, nanti kita hilang," kisah Armasih.

Ia sendiri menggunakan nama Pudak, nama anjing peliharaannya. Pudak sering diajak berburu oleh Armasih sebelum dilarang oleh pihak Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

Menikmati ragam flora

Bukit Kanji dipenuhi ragam flora yang menarik. Salah satu yang memanjakan mata adalah ragam jenis anggrek. Bunga-bunga ini tumbuh liar di hutan. Ada yang jadi parasit dengan bunga putih.

Ada juga yang bentuk daunnya seperti rumput, dengan bunga warna ungu. Selain anggrek, banyak juga pohon Cemara gunung yang mendominasi hutan. Pohon ini mungkin biasa, tetapi aktivitas yang menarik adalah mencari getahnya.

"Kalau cari itu (getah Cemara) kita saingan sama penghuni hutan lain (hewan-hewan)," kisah Armasih.

Getah Cemara dipercaya warga baik untuk kesehatan pencernaan. Dalam keadaan genting bisa juga meredakan sakit perut atau diare. Hewan hutan mengonsumsinya untuk menjaga pencernaan juga.

"Kalau ketemu getahnya, pasti sudah banyak jejak hewan yang pernah datang," jelas Armasih.

Tetapi tumbuhan Bukit Kanji tak semua baik, ada juga yang berbahaya bahkan beracun. Jika tak hati-hati, bisa iritasi hingga keracunan. Misalnya saja daun Kelor Balit. Disebut seperti ini karena bentuknya seperti daun kelor. Di hutan, tumbuhan ini memiliki daun paling mulus tak tersentuh.

"Karena tidak ada yang makan, beracun dia," terang Armasih.

Ada juga daun Seraksak yang jika tersentuh membuat gatal satu minggu. Ada juga daun dari pohon Jelateng yang bisa membuat gatal hingga satu bulan. Tetapi tak perlu khawatir, obat daun Jelateng ada pada kulit pohonnya. Kupas kulitnya dari bawah dan tempelkan di kulit.

"Memang tidak instan sembuhnya, tapi dapat subsidi lah," canda Armasih.

Satwa liar

Tak hanya tumbuhan, memperhatikan aktivitas hewan liar juga jadi aktivitas menarik di Bukit Kanji. Yang paling mudah dilakukan adalah menggembala sapi. Di TNGR, masyarakat sering menggiring sapi dan meninggalkannya di gunung. Jika ingin memanggil mereka yang sudah tersebar-sebar, mudah saja, gunakan garam.

"Bisa dicampur air, bisa ditabur di tanah, bisa dipegang," kisah Armasih.

Sapi-sapi akan berkumpul untuk merasakan garam tersebut. Mengumpulkan sapi ini memiliki sensasi tersendiri. Tak perlu takut, sang gembala akan memastikan sapi-sapi mereka aman.

Dari sapi, beralih ke babi hutan. Di musim kawinnya, menonton babi hutan kawin bisa jadi hal menarik. Satu betina biasanya akan diperebutkan oleh lima sampai tujuh babi jantan. Yang paling kuat akan berbaris di paling depan.

Dok. Armasih/2009 Upacara izin sebelum memasuki hutan di Bukit Kanji, salah satunya dengan menyentuhkan bawang tunggal ke kening setiap orang.
Setelah itu saat akan kawin, jantan kedua akan menghalangi dan menyerang. Terus seperti ini hingga ada satu pemenang. Hal unik adalah babi paling lemah yang berada paling belakang terkadang tak memiliki saingan dan berhasil kawin saat babi lain beradu.

Sore hari lanjut melihat burung (bird watching). Lombok memiliki burung nuri kecil yang disebut Pering. Burung-burung ini dapat "dinikmati" antara bulan Januari-Maret. Masih soal unggas ada juga atraksi memanggil ayam.

Ada dua jenis ayam hutan di Bukit Kanji, Galus-galus yang berwarna merah dan ayam hijau. Armasih sendiri mampu memanggil dua jenis ayam ini, rusa, dan sapi. Ia masih termasuk dalam generasi masyarakat Rinjani dengan keterampilan berburu.

"Sekarang sudah dilarang karena takut punah, sayang belum semua sadar," ujar Armasih.

Paket "Wild Flower Walk" baru ditawarkan Armasih seorang. Ia sendiri sedang melatih beberapa orang untuk jadi pemandu terampil untuk Kanji. Jika ingin mencobanya dapat datang ke Rinjani Family Homestay. Harga paket tergantung durasi, jumlah tinggal, dan logistik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com