Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merindu Randang Itam

Kompas.com - 16/12/2015, 09:18 WIB
PENGGILA rendang garis keras kerap merindukan randang itam alias rendang hitam dengan rasa gurih kelapa yang pekat. Di luar habitat asalnya, rendang hitam bisa dijumpai dalam dua jenis aliran tekstur daging, yang empuk dan yang kokoh. Anda suka yang mana?

Tidak ada yang meragukan betapa lezatnya rendang, masakan yang disebut terenak di dunia berdasarkan hasil survei situs stasiun televisi CNN.

Meski masakan ini begitu mudah dijumpai di sejumlah rumah makan Minang di berbagai daerah di Indonesia, nyatanya rendang hitam dengan kualitas premium belum terlalu banyak beredar, selain di ranah Minang sendiri.

Tungkoe Minang Resto dan Restoran Marco adalah dua dari segelintir restoran penyaji rendang hitam premium di Jakarta dan sekitarnya.

Rendang memang masakan tradisional yang membutuhkan komitmen tinggi dan dedikasi dalam memasaknya.

Sekalipun masakan ini terbuka dengan segala penyesuaian, idealisme untuk berpegang pada kualitas rendang yang sejati menjadi prinsip yang layak dipertahankan sebab rendang adalah warisan budaya.

KOMPAS/SARIE FEBRIANE Rendang hitam kering menjadi andalan utama Tungkoe yang didirikan tiga sekawan, Zaratul, Hendri, dan Agung.
Kesadaran itulah yang melecut Hendri Syamsul ketika sang ibu memintanya merawat warisan penting di keluarganya, yaitu resep rendang.

”Mama sudah tua, sudah mulai lupa sama resep. Coba kamu yang pegang resep Mama,” kata Hendri menirukan ucapan ibunya yang berasal dari Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Sejak masih duduk di sekolah dasar, Hendri membantu sang ibu memasak rendang. Memeras kelapa, juga mengaduk santan di atas tungku. ”Saya bisa sampai enggak sekolah karena prosesnya lama banget,” kata Hendri.

Meski telah belasan tahun berprofesi sebagai chef profesional, dahulu Hendri mengaku tak percaya diri jika harus memasak rendang. Hingga desakan sang Ibu memompa keinginannya belajar lagi masakan yang sejak kecil sudah diakrabinya itu.

Kemudian, bersama teman masa kecilnya yang kini rekan bisnis, Achmad Agung Purnomosyidi, Hendri berkeliling Sumatera Barat menjajal aneka rendang sebelum mendirikan Tungkoe tahun 2014.

Setelah uji coba berbulan-bulan dan meminta banyak orang mencicipi, Achmad Agung berkesimpulan, formula rendang yang ternyata dirindukan banyak orang di Jakarta dan sekitarnya adalah rendang hitam kering.

”Awalnya bikin rendang merah juga, tapi akhirnya untuk menu rendang kami fokus hanya bikin yang lebih otentik, rendang hitam kering,” kata Zaratul Khairi, rekan Hendri lainnya.

KOMPAS/RIZA FATHONI Dendeng Batokok.
Tungkoe menggunakan daging segar dari sapi yang belum sampai delapan jam sejak disembelih di Rumah Pemotongan Hewan. Daging harus segar, bukan daging beku, sehingga masih menyimpan rasa ”manis” daging yang esensial. Bagian daging yang diambil adalah sirloin dengan lemak yang telah dikikis.

Tantangan memasak rendang hitam kering, menurut Hendri, adalah kejelian dalam proses karamelisasinya. Serat daging rendang sekalipun bagian sirloin harus tetap kokoh, tidak menjadi lembek, apalagi hancur, sekalipun dimasak selama hampir 8 jam.

Sebab Tungkoe memilih bertahan menyajikan rendang hitam kering dengan tekstur daging yang kokoh, seperti yang lazim dijumpai di ranah Minang. Serat daging yang kokoh ini tidak sama dengan alot.

Selain itu, lamanya proses karamelisasi juga jangan sampai memunculkan sentilan rasa pahit. Terakhir, rendang harus mencapai tingkat kering yang pas dan tidak berminyak.

Rendang hitam kering ala Tungkoe bisa melampaui tiga persoalan krusial tersebut setelah berkali-kali uji coba.

Kini, rendang hitam Tungkoe tak hanya dapat dinikmati di restorannya di kawasan Gading Serpong, Tangerang. Berbagai pilihan menu Minang lain juga tersedia.

Sementara, pelanggan juga kerap memilih layanan pesan-antar masakan langsung melalui telepon atau situsnya www.tungkoe.com.

Mengingat rendang sejatinya juga merupakan masakan untuk dibawa dalam perjalanan, rendang hitam Tungkoe dikemas ringkas dalam plastik kedap udara dan kardus kokoh yang aman dibawa hingga ke luar negeri.

KOMPAS/RIZA FATHONI Petai Kacamata.
”Duta besar dari suatu negara sahabat juga kini langganan tetap kami. Rendang kami juga sudah beberapa kali dibawa sebagai hantaran atau oleh-oleh ke beberapa negara yang memperbolehkan masakan daging masuk,” ungkap Hendri.

Versi empuk

Jika Tungkoe mempertahankan tekstur daging yang kokoh, Restoran Marco menyajikan rendang hitam dengan tekstur daging yang cenderung empuk dan bumbu yang agak basah.

Pilihan ini menyesuaikan dengan konsep Marco sebagai masakan padang dengan sentuhan rasa peranakan dalam balutan tampilan yang apik.

Jurus pikat randang itamatau rendang hitam ala Marco adalah aroma kayu bakar yang menyelubungi daging rendangnya.

Tingkat kepedasannya dibuat sangat ringan sehingga mengakomodasi kemampuan lidah banyak orang di Jakarta dalam menyecap pedas. Penyesuaian unsur pedas semacam ini sah saja dengan tetap mempertahankan ciri kegurihan rendang yang sejati.

Disebut peranakan karena pemilik restoran ini, Chef Marco Lim, adalah kelahiran Padang berdarah Tionghoa. Menu-menunya asli Sumatera Barat.

Ia tidak tampak melakukan banyak modifikasi pada masakan, tetapi hanya membuat warna dan rasa sedikit lebih ringan.

Meski hadir di mal-mal megah di Jakarta, seperti di Plaza Indonesia dan Pacific Place, randang itamala Marco dipertahankan tetap dimasak di atas kayu bakar selama 6-8 jam. Sebab, justru aroma kayu bakar ini yang kerap dirindukan orang.

KOMPAS/RIZA FATHONI Salah satu gerai restoran Padang peranakan Marco Lim di Pacific Place, Jakarta.
Menurut Marco, api kompor gas yang stabil menyulitkan proses menghitamkan rendang. ”Untuk menghitamkan rendang, butuh api kecil yang bisa dilakukan dengan menambah kayu sedikit demi sedikit ke tungku. Sementara di awal, butuh api besar untuk memasak dagingnya,” kata Chef Marco.

Rendang hitam ala Marco merupakan gabungan aneka formula rendang dari berbagai daerah di Sumatera Barat. Ia butuh 3 bulan atau 90 hari uji coba hingga akhirnya memperoleh randang itam seperti yang tersaji di restorannya kini.

Rendang ala Marco sedap disantap bersama nasi bertabur serundeng ditambah sayur lodeh, sambal merah, bumbu rendang, dan kerupuk. Untuk nasinya, Marco mendatangkan beras dari Solok, Sumatera Barat, yang berkarakter pera tetapi tidak keras. (SARIE FEBRIANE/SRI REJEKI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com