Tidak ada yang meragukan betapa lezatnya rendang, masakan yang disebut terenak di dunia berdasarkan hasil survei situs stasiun televisi CNN.
Meski masakan ini begitu mudah dijumpai di sejumlah rumah makan Minang di berbagai daerah di Indonesia, nyatanya rendang hitam dengan kualitas premium belum terlalu banyak beredar, selain di ranah Minang sendiri.
Tungkoe Minang Resto dan Restoran Marco adalah dua dari segelintir restoran penyaji rendang hitam premium di Jakarta dan sekitarnya.
Rendang memang masakan tradisional yang membutuhkan komitmen tinggi dan dedikasi dalam memasaknya.
Sekalipun masakan ini terbuka dengan segala penyesuaian, idealisme untuk berpegang pada kualitas rendang yang sejati menjadi prinsip yang layak dipertahankan sebab rendang adalah warisan budaya.
”Mama sudah tua, sudah mulai lupa sama resep. Coba kamu yang pegang resep Mama,” kata Hendri menirukan ucapan ibunya yang berasal dari Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Sejak masih duduk di sekolah dasar, Hendri membantu sang ibu memasak rendang. Memeras kelapa, juga mengaduk santan di atas tungku. ”Saya bisa sampai enggak sekolah karena prosesnya lama banget,” kata Hendri.
Meski telah belasan tahun berprofesi sebagai chef profesional, dahulu Hendri mengaku tak percaya diri jika harus memasak rendang. Hingga desakan sang Ibu memompa keinginannya belajar lagi masakan yang sejak kecil sudah diakrabinya itu.
Kemudian, bersama teman masa kecilnya yang kini rekan bisnis, Achmad Agung Purnomosyidi, Hendri berkeliling Sumatera Barat menjajal aneka rendang sebelum mendirikan Tungkoe tahun 2014.
Setelah uji coba berbulan-bulan dan meminta banyak orang mencicipi, Achmad Agung berkesimpulan, formula rendang yang ternyata dirindukan banyak orang di Jakarta dan sekitarnya adalah rendang hitam kering.
”Awalnya bikin rendang merah juga, tapi akhirnya untuk menu rendang kami fokus hanya bikin yang lebih otentik, rendang hitam kering,” kata Zaratul Khairi, rekan Hendri lainnya.
Tantangan memasak rendang hitam kering, menurut Hendri, adalah kejelian dalam proses karamelisasinya. Serat daging rendang sekalipun bagian sirloin harus tetap kokoh, tidak menjadi lembek, apalagi hancur, sekalipun dimasak selama hampir 8 jam.
Sebab Tungkoe memilih bertahan menyajikan rendang hitam kering dengan tekstur daging yang kokoh, seperti yang lazim dijumpai di ranah Minang. Serat daging yang kokoh ini tidak sama dengan alot.
Selain itu, lamanya proses karamelisasi juga jangan sampai memunculkan sentilan rasa pahit. Terakhir, rendang harus mencapai tingkat kering yang pas dan tidak berminyak.
Rendang hitam kering ala Tungkoe bisa melampaui tiga persoalan krusial tersebut setelah berkali-kali uji coba.
Kini, rendang hitam Tungkoe tak hanya dapat dinikmati di restorannya di kawasan Gading Serpong, Tangerang. Berbagai pilihan menu Minang lain juga tersedia.
Sementara, pelanggan juga kerap memilih layanan pesan-antar masakan langsung melalui telepon atau situsnya www.tungkoe.com.
Mengingat rendang sejatinya juga merupakan masakan untuk dibawa dalam perjalanan, rendang hitam Tungkoe dikemas ringkas dalam plastik kedap udara dan kardus kokoh yang aman dibawa hingga ke luar negeri.
Versi empuk
Jika Tungkoe mempertahankan tekstur daging yang kokoh, Restoran Marco menyajikan rendang hitam dengan tekstur daging yang cenderung empuk dan bumbu yang agak basah.
Pilihan ini menyesuaikan dengan konsep Marco sebagai masakan padang dengan sentuhan rasa peranakan dalam balutan tampilan yang apik.
Jurus pikat randang itamatau rendang hitam ala Marco adalah aroma kayu bakar yang menyelubungi daging rendangnya.
Tingkat kepedasannya dibuat sangat ringan sehingga mengakomodasi kemampuan lidah banyak orang di Jakarta dalam menyecap pedas. Penyesuaian unsur pedas semacam ini sah saja dengan tetap mempertahankan ciri kegurihan rendang yang sejati.
Disebut peranakan karena pemilik restoran ini, Chef Marco Lim, adalah kelahiran Padang berdarah Tionghoa. Menu-menunya asli Sumatera Barat.
Ia tidak tampak melakukan banyak modifikasi pada masakan, tetapi hanya membuat warna dan rasa sedikit lebih ringan.
Meski hadir di mal-mal megah di Jakarta, seperti di Plaza Indonesia dan Pacific Place, randang itamala Marco dipertahankan tetap dimasak di atas kayu bakar selama 6-8 jam. Sebab, justru aroma kayu bakar ini yang kerap dirindukan orang.
Rendang hitam ala Marco merupakan gabungan aneka formula rendang dari berbagai daerah di Sumatera Barat. Ia butuh 3 bulan atau 90 hari uji coba hingga akhirnya memperoleh randang itam seperti yang tersaji di restorannya kini.
Rendang ala Marco sedap disantap bersama nasi bertabur serundeng ditambah sayur lodeh, sambal merah, bumbu rendang, dan kerupuk. Untuk nasinya, Marco mendatangkan beras dari Solok, Sumatera Barat, yang berkarakter pera tetapi tidak keras. (SARIE FEBRIANE/SRI REJEKI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.