Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusuri Sungai Waelengga sambil Menanam Pohon

Kompas.com - 12/01/2016, 15:17 WIB
Kontributor Manggarai, Markus Makur

Penulis

SANG Surya muncul dari balik Gunung Inerie, Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (8/1/2016) dan menyinari wilayah Kota Waelengga. Cahayanya itu menembus dinding-dinding rumah hingga membangunkan warga masyarakat yang sudah semalam tidur lelap. Sinar matahari itu sebagai tanda bahwa pagi telah tiba untuk memulai hari baru.

Bunyi lonceng Gereja Katolik Santo Arnoldus Waelengga mengajak warga di Kota Waelengga untuk bergegas mengikuti ibadat Ekaristi harian. Sebagian warga bergegas menyiapkan diri untuk menghantar anak-anak mereka ke sekolah.

Selain itu, sebagian warga petani bersiap-siap ke ladang dan sawah walaupun cuaca panas sedang melanda wilayah itu. Hujan yang dinantikan warga belum juga turun.

Berbagai permohonan terus dilantunkan agar air hujan membasahi ladang-ladang yang sudah ditanami jagung serta padi. Dan juga sawah yang sebagiannya sudah ditanami padi.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Semangat menanam pohon Ara di Waelengga, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Hari Jumat itu sedikit berbeda dengan aktivitas harian warga.  Apa aktivitas itu? Hari itu sejumlah warga dari Kota Waelengga bersama dengan Frater Serikat Sabda Allah dari Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere beranjak dari rumah masing-masing menuju ke sebuah perkampungan Sambikoe yang berada di atas bukit.

Sebagian warga mengendarai sepeda motor sambil membawa sekop, parang serta berbagai keperluan lain. Dan sebagiannya lagi menumpangi dumtrup.

Sementara Pastor Paroki Santo Arnoldus Waelengga, Pastor Hieronimus Jelahu, Pr mengendarai sepeda motor sampai di sebuah Kapela di Kampung Sambikoe yang sudah dinantikan oleh sejumlah Frater dan umat.

Apa sesungguhnya kegiatan hari  itu? Aktivitas hari itu adalah menyusuri hutan yang beranjak dari Kampung Sambikoe menuju ke Mata Air Nuling dengan menyusuri Sungai Waelengga.

Sebelumnya Romo Roy, sapaan akrab oleh umat Waelengga memberkati anakan Pohon Ara yang berada di depan Kapela Sambikoe. Setelah anakan Pohon Ara diberkati, satu per satu anakan pohon itu diambil untuk diangkut di Dumtruk menuju ujung Kampung Sambikoe.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Menyusuri Sungai Waelengga, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, sambil membawa anakan pohon ara.
Sekitar jam 08.30 Wita, rombongan Frater Ledalero, Calon Imam Katolik itu bersama dengan umat serta warga Kota Waelengga mulai berjalan kaki yang dipandu oleh Tua adat Suku Seso, Damianus Tarung.

Sambil tangan memegang anakan Pohon Ara, perjalanan mulai menuruni perkebunan Jambukoe Mete. Petualangan mulai dilakukan dengan mendaki bukit-bukit kecil.

Setiba di tempat yang datar, pemandu sedang menunggu semua rombongan untuk memberikan arahan sesuai dengan adat istiadat setempat.

Ada larangan yang harus ditaati selama perjalanan. Selesai arahan, perjalanan mulai dilakukan lagi dengan menuruni hutan. Di tengah perjalanan, rombongan disambut dengan suara burung.

Berpetualang di tengah hutan rimba sungguh terasa nuansa alamnya. Rombongan Frater bersama dengan umat menikmati perjalanan yang sungguh sangat indah. Alam memberikan keindahan dengan pohon-pohon yang besar tanpa campur tangan manusia.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Tua adat Suku Seso Damianus Tarung memegang anakan pohon Ara.
Selain pohon-pohon besar, ada juga pohon Palem yang sangat indah di tengah hutan tersebut. Kekayaan alam yang asli sungguh sangat terasa.

Walaupun cuaca panas akibat pemanasan Global di wilayah Kota Waelengga tak terasa ketika berada di tengah hutan tersebut.

Menyusuri hutan rimba yang dipandu tua adat itu terus memberikan semangat kepada para frater dan warga Waelengga untuk mencapai di Sumber Mata Air Nuling.

Setelah melewati hutan itu,  rombongan mulai menyusuri Sungai Waelengga. Kelelahan mulai terasa, dan keringat membasahi seluruh tubuh.

Namun, ketika menyusuri sungai itu terasa kesejukan yang disuguhkan alam. Sesekali menyentuh air Sungai yang dingin. Air sungai itu terus mengalir tanpa kenal lelah. Bahkan, air itu mengalir di celah-celah batu besar.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Ritual adat di mata air sebelum pohon ara ditanam di Waelengga, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Tibalah rombongan di Sumber Mata Air Nuling. Kelelahan hilang ketika melihat air yang mengalir dari Bak Penampung. Mata Air Nuling merupakan sumber air kepada warga masyarakat Sambikoe.

Satu per satu rombongan diperciki air oleh tetua adat agar terhindar dari bahaya. Selanjutnya secara bergantian rombongan mencuci muka di pancuran dari Bak Penampung.

Rombongan beristirahat di batu-batu besar sekitar Sumber Mata Air itu. Ada yang bercerita, minum air, makan biskuit dan permen. Sehigga akhirnya tenaga sudah pulih kembali.

Menanam Pohon Ara

Tua adat Suku Seso, Damianus Tarung membuat sebuah ritual adat di sekitar Sumber Mata Air. Ia menyapa alam dan leluhur agar merestui kegiatan menanam pohon Ara untuk keberlanjutan sumber mata air tersebut.

Selanjutnya Romo Roy memimpin ibadat singkat di tengah sungai agar kegiatan menanam pohon Ara di sekitar Sumber Mata Air Nuling berjalan lancar. Sesudah itu, anakan Pohon Ara itu diritualkan dengan mengambil air dari pancuran di bak penampung tersebut.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Menanam pohon ara di Waelengga, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Sebanyak 300 anakan Pohon Ara yang disiapkan oleh Paroki Santo Arnoldus ditanam di sekitar Sumber Mata Air Nuling.

Romo Roy mengungkapkan, Gerakan Menanam Pohon di sekitar Sumber Mata Air demi melindungi keberlangsungan dan keberlanjutan mata air.

Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia di dunia. Menjaga, melindungi dan menanam kembali pohon disekitar sumber mata air dapat menghidupkan generasi manusia di masa mendatang.

“Kita menanam hari ini untuk anak cucu kita di masa depan. Kebutuhan air adalah kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Saya mengucapkan terima kasih banyak atas kunjungan para Frater Ledalero sekaligus bersama umat menanam pohon disekitar mata air. Kali ini Pohon Ara di sekitar Sumber Mata Air Nuling. Ke depannya akan ditanami pohon beringin dan pohon-pohon lainnya,” jelasnya.

Damianus Tarung, Tua adat Suku Seso menjelaskan, buah dari Pohon Ara dimakan oleh burung-burung serta musang. Jadi apabila di tengah hutan hidup pohon Ara maka disitu tempat bernaungnya binatang musang.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Pastor Paroki Romo Hieronimus Jelahu tanam pohon ara di Waelengga, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
“Jika pohon Ara yang kita tanam hari ini hidup dan tumbuh maka kita akan melihat binatang musang. Selain itu musang dapat menyebarluaskan Pohon Ara di tempat lain,” jelasnya.

Itulah Sungai Waelengga di Flores, sebagai tempat berpetualangan di tengah hutan sambil menanam pohon sekaligus berwisata, menikmati alam serta indahnya air terjun Tiwu Repot.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com