BUSAN, KOMPAS.com - "Bersih!" itulah kesan pertama saya ketika menginjakkan kaki di Busan, Korea Selatan (Korsel), pekan lalu. Busan merupakan kota terbesar kedua di Korsel setelah Seoul.
Meskipun predikatnya sebagai kota terbesar kedua di Korea Selatan, tak tampak keruwetan lalu lintas, seperti yang terjadi di Jakarta.
Jika dilihat dari udara, Busan seperti maket perumahan dengan gedung-gedung tinggi dan bangunan kotak-kotak yang tertata rapih.
Sarana, prasarana, dan infrastruktur yang dibangun di Busan, cukup menggambarkan kehidupan modern warganya.
Bisa dibilang, ada tiga kata yang menggambarkan situasi kota Busan, yakni aman, bersih, dan modern.
Baik busan maupun Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah ibu kota negaranya. Risma ingin menjadikan Surabaya sebagai kota yang bersih, aman, dan modern, seperti Busan.
Pada Juli 2014, Risma meresmikan patung Suro dan Boyo di Busan sebagai simbol 20 tahun kerja sama sister city antara kedua kota.
Tak perlu banyak tempat sampah
Meskipun tampak sebagai kota yang bersih, bukan berarti banyak tempat sampah yang tersebar di Kota Busan.
Mencari tempat sampah di Kota Busan rupanya bukan perkara mudah. Hal ini berbeda dengan kondisi di Jakarta.
Meskipun banyak terdapat tempat sampah di Jakarta, tetapi sampah masih terlihat berserakan di sejumlah sudut Ibu Kota.
"Di Busan ini tempat sampah sulit dicari, tetapi kotanya bersih. Berbeda dengan Jakarta, tempat sampah di mana-mana tetapi sampahnya juga berserakan di mana-mana,” ujar Direktur Indonesian Trade Promotion Center Kementerian Perdagangan untuk wilayah Busan, Indra Wijayanto.
Kompas.com harus menempuh perjalanan kurang lebih 15 menit untuk mendapatkan tempat sampah dari Masjid al-Fatah Busan menuju Stasiun Subway Dusil.
Tempat sampah baru ditemukan di Stasiun Subway Dusil. Di sepanjang jalan, tak tampak tempat sampah, namun juga tak tampak sampah berserakan.
Menurut Indra, sudah menjadi budaya bagi warga Busan untuk hidup bersih. Mereka disiplin membuang sampah pada tempatnya.
Warga Busan lebih memilih untuk menyimpan sampah di dalam tas dibandingkan harus membuang sampah di sembarang tempat.
Indra juga menyampaikan bahwa Busan relatif aman. Terdapat CCTV di mana-mana yang mengawasi perilaku warganya.
"Kalau ada yang melanggar aturan, tinggal tunggu saja uang denda ditagih ke alamat rumah," sambung dia.
Sudah menjadi karakter masyarakat untuk patuh terhadap aturan pemerintah, termasuk tidak membuang sampah sembarangan walaupun hanya puntung rokok. Warga Busan juga hanya merokok pada tempat-tempat yang disediakan.
Indra juga menceritakan, aliran sungai di Busan relatif jernih. Tidak ada sampah yang tampak di aliran sungai.
Menurut dia, aliran sungai di Busan ini jernih karena air limbah diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke sungai.
“Jadi seperti ada dua jalur, yakni jalur untuk air limbah yang sudah diolah, dan jalur air sungai asli pada sungai yang mengalir ini,” ujar Indra sambil menunjukkan aliran sungai di dekat Stasiun Subway Dusil kepada kami.
Self service
Seperti di Korsel pada umumnya, warga Busan juga menjunjung tinggi self service atau melayani diri sendiri.
Saya mulanya terkejut ketika sarapan di sebuah hotel di kawasan Busan Station II. Ketika itu, semua pengunjung, yang sarapan di restoran hotel tersebut harus membereskan sisa makanannya sendiri.
Pengunjung membawa sendiri piring dan gelas kotor bekas makan mereka ke bagian dekat dengan dapur.
Di sana, kami membuang sisa makanan ke tempat sampah yang disediakan. Tersedia tempat terpisah untuk membuang kuah sisa makanan dan untuk membuang sisa makanan padat.
Setelah sisa makanan bersih dari piring, pengunjung meletakkan sendiri piring, gelas, sendok, garpu, dan sumpit kotor di tempatnya masing-masing.
Nantinya, petugas hotel akan mengambil piring, gelas, sendok, garpu, dan sumpit kotor tersebut untuk dicuci.
Dari sana, saya mulai sadar pentingnya untuk tidak menyisakan makanan dan bagaimana belajar disiplin untuk membereskan sisa makanan kita sendiri.
Utamakan produk dalam negeri
Selama hampir sepekan berada di Busan, saya pun menyadari bahwa warga Korea Selatan, khususnya Busan, mencintai produk dalam negeri sendiri.
Kendaraan pribadi dan transportasi umum di sana didominasi merek Hyundai dan KIA, yang merupakan hasil karya warga Korea.
Demikian juga dengan barang-barang elektronik yang sebagian besar bermerek Samsung dan LG. Di hotel yang saya tempati misalnya, baik lampu, keran air, hingga bak mandinya, ditulisi “Made in Korea” alias “Buatan Korea”.
Mungkin itulah sebagian karakteristik warga Busan yang sedianya patut dicontoh warga negara Indonesia. Jika warga Busan sudah mencintai produk buatan negaranya sendiri, bagaimana dengan Anda?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.