Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pijar Matahari Tenggelam di Pantai Kaluku

Kompas.com - 21/07/2016, 21:37 WIB

DARI jarak 10 meter ditarik dari garis pantai, enam remaja laki-laki berlari menyibak air laut dangkal. Sembari berteriak, mereka mendongak ke kamera yang ditopang tongsis yang dipegang anggota rombongan terdepan.

Begitu tiba di bibir pantai, mereka melompat dalam berbagai gaya. Saat itu, Pantai Kaluku di Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, dipendar cahaya keemasan matahari yang hendak kembali ke peraduan.

"Keren...! Badan kita kecipratan cahaya keemasan. Asyik, coy,” ujar M Fadhan (15), salah satu dari enam remaja asal Palu, ibu kota Sulawesi Tengah (Sulteng), saat melihat hasil jepretan kamera untuk aksi mereka sebelumnya.

”Ayo, sekali lagi,” ujar salah satu dari tengah kerumunan tersebut. Tak lama-lama, mereka terjun lagi ke laut untuk melakukan aksi serupa dengan jarak yang lebih jauh.

Di kaki langit, matahari memberi restu dengan pijar cahaya keemasan yang terus mencolok memandikan pantai. Pengunjung di Pantai Kaluku bersama rombongannya mendemonstrasikan berbagai pose kekinian mengabadikan satu fase terindah matahari tersebut di hamparan pantai yang landai.

Ditambah sapuan angin sepoi dari laut lepas, pengunjung makin betah menghabiskan senja di pantai bagian dari Selat Makassar itu.

Tidak hanya berpose di depan kamera, suasana matahari tenggelam itu dilepas sebagian pengunjung dengan bermain bola voli. Saat bola melayang di udara, anggota rombongan memotret. Kadang pemain voli sengaja melambungkan bola untuk dismes dengan latar belakang pijaran keemasan matahari.

Minggu (10/7/2016) itu, Pantai Kaluku dipadati sekitar 1.000 pengunjung yang kebanyakan berasal dari Palu, sekitar 50 kilometer (km) dari obyek wisata. Hingga matahari mendekati garis datar dari lautan Selat Makassar, pengunjung belum terurai.

Suasana matahari kembali ke peraduan yang pada senja itu hanya dihalangi awan tipis sangat dinikmati. Bahkan, banyak pengunjung yang datang khusus untuk menikmati langit berona keemasan.

Belum lama

Pantai Kaluku di Desa Limboro baru dikenal dalam enam bulan terakhir. Obyek wisata tersebut diserbu berkat unggahan sejumlah penikmat wisata bahari di media sosial Facebook dan Instagram. Cerita tentang keindahan pantai lalu menyebar dari mulut ke mulut.

Sesuai dengan namanya, kaluku dalam bahasa Kaili, suku dominan di Sulteng, berarti kelapa. Di pantai tersebut memang kokoh menantang laut pohon kelapa milik warga setempat. Pohon kelapa menjulang tersebut terkumpul hanya di area masuk tempat wisata.

Tempat wisata berjarak sekitar 10 km dari jalan nasional Poros Donggala-Mamuju, Sulawesi Barat. Akses ke obyek wisata masih satu jalur menuju Pusat Laut, obyek wisata lain di Kecamatan Banawa Tengah.

Selain balutan pijar keemasan dan kemerahan matahari tenggelam, pantai tersebut memiliki keunikan lain. Pasir putih yang halus bak diayak membentang dari utara ke selatan sejauh 1 km.

Di bentangan tersebut yang menjadi sasaran pengunjung bercengkerama tidak ada batu karang mengganjal. Berjemur, berlari, atau bermain bola (voli atau sepak bola) bisa dilakukan di bentangan itu.

Ke arah laut yang hingga 50 meter berkedalaman tidak lebih dari 50 sentimeter, pasir putih halus masih ”melantai”. Kondisi itu cocok untuk semua kalangan yang ingin berenang, termasuk anak-anak yang pada Minggu itu berjibun di pantai. Pengunjung yang berenang tidak perlu khawatir dengan lamun yang terdapat di sejumlah titik. Tanaman laut itu tidak tajam.

Keunikan lain obyek wisata tersebut adalah adanya tiga ayunan dari kayu. Ayunan setinggi 3 meter terdapat di sisi kanan akses ke obyek wisata. Tempat santai itu berada di titik pasang surut air laut.

Rupanya tempat itu sering dipakai untuk pengambilan gambar pasangan yang akan menikah (pre-wedding). Di palang atas ayunan yang mengapit dua ayunan lain tercantum tulisan ”Will You Marry Me?”.

Pengunjung bisa juga menyewa perahu nelayan setempat untuk menikmati birunya Selat Makassar. Harga sewa bisa dinegosiasikan.

Belum dikelola

Pantai Kaluku masih belum dikelola. Masyarakat setempat yang berjumlah tidak lebih dari 10 keluarga tidak lantas memanfaatkan meledaknya kunjungan penikmat wisata pantai dengan memungut karcis masuk.

Karena belum dikelola, tidak ada fasilitas wisata di tempat itu, termasuk kamar kecil. Di pinggir pantai memang ada lima pondok darurat, tetapi itu dibangun secara sukarela oleh pengunjung awal. Pondok-pondok itu pun tidak disewakan.

Akses ke obyek wisata juga belum memadai. Dari cabang ke obyek wisata Pusat Laut, pengendara melintasi 3 km jalan tanah yang sempit. Kendaraan beroda empat harus mencari tempat yang luas untuk memberi jalan kepada kendaraan beroda empat lain saat berpapasan.

Menjelang tempat wisata, turunan tajam sepanjang 200 meter menanti pengunjung. Saat musim hujan, segmen jalan ini diperkirakan sulit dilintasi.

Wakil Bupati Donggala Vera Laruni mengakui, infrastruktur menjadi masalah utama di sejumlah obyek wisata di Donggala. Infrastruktur yang dimaksud mulai dari jalan, listrik, hingga fasilitas wisata yang standar.

”Salah satu kendala kami adalah anggaran sektor wisata yang minim. Infrastruktur memang harus segera diurus. Untuk pengembangan obyek wisata ke depan, termasuk Pantai Kaluku, salah satu opsinya melibatkan pihak ketiga atau investor,” ujarnya.

Bagi M Ahmad (29), anggota komunitas pelancongan Sulteng, Pantai Kaluku hendaknya tidak diprivatisasi agar masyarakat memiliki akses luas menikmati panorama bahari.

”Ada sejumlah obyek wisata di Sulteng yang indah, tetapi tiket masuknya sangat mahal. Ini sama saja dengan menutup peluang masyarakat luas berwisata,” katanya. (Videlis Jemali)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com