AUCKLAND kota pelabuhan. Hampir sama dengan Jakarta. Hanya saja, kota di belahan bumi paling selatan ini tak melulu sibuk oleh bongkar muat barang dan kepentingan komersial.
Meskipun ada perbedaan mencolok, dan Jakarta mesti banyak belajar dari Auckland, dua kota pesisir ini sama-sama punya daya tarik wisata yang khas.
Di Auckland, Selandia Baru, pelabuhan juga sebagai ruang publik. Tempat terbuka bagi warga setempat untuk mengenal kotanya. Pemandangan yang tak ditemukan pada wajah pesisir Jakarta yang didominasi pelabuhan bongkar muat, permukiman elite, dan tempat wisata komersial.
(BACA: Incar Wisatawan Indonesia, Selandia Baru Luncurkan Panduan Wisata Kuliner Halal)
Menyusuri pelabuhan di Auckland, disediakan jalan untuk warga berjalan kaki ataupun bersepeda. Kapal-kapal pesiar dan juga yacht parkir berderet-deret dengan ditingkahi burung-burung pantai yang bertengger di tepian Dermaga Viaduct Harbour dan Wynyard Quarter.
Di ufuk timur, sinar matahari merambat menerangi kota. Sinarnya sekaligus menghangatkan pagi yang dingin pada akhir Mei, penghujung musim gugur sebelum masuk musim dingin di Selandia Baru.
Viaduct Harbour dan Wynyard Quarter dihubungkan dengan jembatan gantung Wynyard bercat putih dan memesona. Dari kawasan dermaga itu, kita dapat menyaksikan pemandangan kota secara utuh, mulai dari pelabuhan hingga gedung dan menara pencakar langit di tengah kota Auckland.
(BACA: Pertama Kali ke Selandia Baru? Ini Destinasi Wajibnya)
Seperti sebuah satu kesatuan, gedung hunian hingga perkantoran dan area bisnis berdiri secara berteras-teras. Seluruh bangunan di sepanjang pelabuhan berdiri lebih rendah dibandingkan dengan di tengah kota. Sky Tower di tengah kota menjadi bangunan tertinggi dan pusat perhatian dari lanskap kota pelabuhan ini.
Dibuka beberapa akses menuju kawasan pelabuhan. Bisa dengan berjalan kaki, bersepeda, ataupun dengan kendaraan. Untuk membatasi masuknya kendaraan bermotor, beberapa akses dipasang tiang-tiang besi sehingga hanya dapat dilalui pejalan kaki dan sepeda.
Kawasan Viaduct Harbour dan Wynyard Quarter merupakan area bekas pelabuhan barang dan industri yang sudah lima tahun terakhir ini dijadikan ruang terbuka publik sekaligus komersial. Area itu bagian dari kawasan Pelabuhan Auckland yang luas.
Kuno
Sesungguhnya tata letak kawasan Viaduct Harbour dan Wynyard Quarter ini tak berbeda jauh dengan Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta. Pelabuhan di jantung kota Auckland ini merupakan tempat orang-orang Polinesia, khususnya orang-orang kepulauan di kawasan Pasifik dan mencakup kawasan kepulauan di timur Indonesia dan Filipina, mendarat pertama kali di Auckland sekitar 1.000 tahun yang lampau. Mereka menjelajah dengan perahu-perahu kano besar.
Menurut ensiklopedia Pemerintah Selandia Baru, di situs Teara, orang-orang Polinesia dapat menjangkau Selandia Baru dengan menggunakan bantuan arah angin dan perbintangan.
Orang Polinesia, dan kini dikenal sebagai suku Maori, saat itu menamakan Auckland dengan sebutan Tamaki Makaurau. Tempat itu juga dikenal dengan sebutan Tamaki Herenga Waka atau daerah Tamaki yang menjadi tempat berkumpulnya perahu-perahu kano (waka).
Kawasan itu pun berkembang sebagai pusat perdagangan di kawasan kepulauan Pasifik, hingga bangsa Eropa tiba di pulau itu pada abad ke-18.
Kehebatan para penghuni pulau itu melaut, baik keturunan Polinesia maupun Eropa, diabadikan pada poster-poster yang dipasang di tengah kawasan dermaga.
Sentuhan tradisional juga ditampilkan pada plakat besi yang memuat prosa berbahasa Maori, bernama Titai’s Vision. Isinya menyemangati para pelaut bahwa angin dari utara membawa hawa hangat dan lembut, dan angin itu akan mendorong keong-keong ke permukaan.
Untuk mengetahui lebih banyak tentang tradisi melaut orang-orang Selandia Baru, kita dapat mengunjungi New Zealand Maritime Museum yang berada di kawasan Viaduct Harbour. Tiket masuknya 20 dollar New Zealand bagi turis asing, atau sekitar Rp 200.000.
Museum tersebut mengingatkan pada Museum Bahari di Pasar Ikan, Jakarta Utara, yang juga berada tak jauh dari Pelabuhan Sunda Kelapa.
Akses yang adil
Area Pelabuhan Viaduct Harbour dan Wynyard Quarter tidak pernah sepi dari lalu lalang warga kota Auckland. Di kawasan Wynyard Quarter berdiri kafe-kafe yang dulunya bangunan gudang.
Joe, petugas dari pemerintah kota Auckland, dengan senang hati menjelaskan penataan yang sedang berjalan di Viaduct Harbour dan Wynyard Quarter.
Menurut dia, penataan Viaduct Harbour dan Wynyard Quarter baru lima tahun terakhir menjadi ruang publik dan komersial serta masih terus ditata.
Joe menambahkan, rencana penataan kawasan pelabuhan itu berlangsung sejak 2007 dengan menyerap aspirasi warga. Salah satu keinginan besar warga adalah adanya ruang publik untuk warga berkumpul di tepi pelabuhan.
Di Jakarta, keinginan serupa pun ada di benak warganya. Namun, tepi pantai sebagian besar menjadi kawasan elite. Tak tersedia akses bagi warga umum menikmati suasana pantai di Jakarta. Salah satu tempat yang nyaman diakses publik, yaitu di Ancol, pun harus bayar.
Kini, penataan memang tengah dilakukan di pesisir Jakarta. Akan tetapi, belum terlihat arah jelas dan jaminan akses dan fasilitas bagi publik. Padahal, daerah tepi sungai, danau, situ, rawa, dan laut milik publik yang seharusnya menjadi ruang publik, bukan privat.
Membangun kebanggaan dari tepi laut karena dari sana berbagai macam bangsa pelaut mendarat dan turut mengembangkan Jakarta, seperti di Auckland. (MADINA NUSRAT)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 September 2016, di halaman 28 dengan judul "Menikmati Harmoni di Kawasan Tepi Laut".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.