Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kain Tapis yang Menghidupi Warga

Kompas.com - 22/06/2017, 06:42 WIB

KARTINA ANAM (65), nenek dengan lima cucu, duduk bersila di tikar, Selasa (6/6/2017). Tangannya yang keriput tampak begitu cekatan menyulam benang emas di atas kain tenun. Setengah jam kemudian, benang emas yang disulam Kartina membentuk motif tapis.

Motif tapis yang paling populer dan paling sering dibuat perajin adalah motif gunung. Bentuk motif ini berupa segitiga yang menyerupai bentuk gunung.

Untuk mempermudah proses menyulam, perajin biasanya menggunakan papang tekang. Alat ini terbuat dari kayu dan papan yang berfungsi untuk mengaitkan dan merenggangkan kain tenun yang akan disulam agar perajin mudah saat menusukkan jarum.

”Hampir semua perempuan di desa ini pandai menapis. Kami mendapat uang dari pekerjaan membuat kain tapis,” ujar Kartina.

Keterampilan menapis yang dimiliki Kartina diperoleh dari ibunya. Ia dan saudara perempuannya memang sudah diajari menapis sejak kecil.

(BACA: Unik, Belanja Kain Tenun di Tengah Laut)

Saat dewasa, keterampilan menapis menjadi nilai tambah bagi para gadis di desa. Para pria akan lebih bangga jika mempersunting calon istri yang bisa menapis.

Kartina merupakan satu dari sekitar 100 perajin tapis di Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, yang hidup dari menyulam tapis.

Para perajin di desa itu merupakan ibu rumah tangga. Mereka menapis di sela-sela kesibukan mengurus suami dan anak-anaknya.

Hari itu, puluhan kain tapis yang siap jual dipajang di pondok kayu milik Redawati, salah seorang warga di desa itu yang juga Ketua Kelompok Tapis Jejama. Kain katun berwarna merah dan hitam tampak serasi berpadu dengan sulaman tapis dari benang emas.

(BACA: Tenun Ikat Ganda Hanya Ada Tiga di Dunia, Salah Satunya di Bali)

Pondok kayu di samping rumah Redawati itu sudah menjadi semacam sanggar kecil bagi para perajin tapis. Seusai memasak, mencuci, dan mengantar anak ke sekolah, tanpa dikomando, para perajin tapis akan berkumpul di pondok kayu itu untuk menapis bersama.

”Saya bisa mendapat upah Rp 500.000 hingga Rp 1 juta per bulan. Hasilnya lumayan, bisa untuk tambahan beli beras dan baju untuk anak-anak,” ujar Indah (30), perajin tapis lainnya.

Jika satu ibu, misalnya, mendapat upah Rp 750.000 per bulan dan ada 100 ibu yang terlibat, sedikitnya ada Rp 75 juta dana segar yang masuk ke Negeri Katon setiap bulannya. Jumlah itu belum termasuk pembelian bahan baku dan bahan pendamping lainnya.

Dikombinasikan

Kain tapis semakin populer semenjak pemakaiannya semakin beragam. Dahulu, kain tapis hanya digunakan sebagai pakaian adat pada acara pernikahan. Namun, kini, kain tapis mulai dikombinasikan menjadi pakaian sehari-hari, tas, kopiah, jilbab, taplak meja, syal, hingga hiasan dinding.

Redawati-lah yang pertama menumbuhkan semangat menapis kepada ibu-ibu di desanya dua tahun silam. ”Awalnya, saya iseng menawarkan beberapa kain tapis pada teman di kantor. Ternyata banyak yang suka. Saya mulai mengembangkan produk lain yang dikombinasikan dengan kain tapis,” katanya.

Dengan modal Rp 2,5 juta, Redawati memantapkan hati untuk mengembangkan tapis. Selain untuk melestarikan budaya menapis, Redawati juga melihat peluang usaha bahwa kain tapis dapat dijadikan oleh-oleh khas Lampung.

Sejak itu, Redawati mulai membuat produk-produk berupa tas, kopiah, dan jilbab yang dikombinasikan dengan kain tapis.

Untuk tas dan kopiah, misalnya, ia menggunakan bahan dasar kain katun atau satin yang dipadukan dengan hiasan tapis. Sementara untuk jilbab, Redawati membeli jilbab polos aneka warna yang dikombinasikan dengan hiasan tapis di bagian pinggir.

Tas dan jilbab kombinasi tapis itu laris di pasaran. Redawati mulai kewalahan membuat pesanan tas dan jilbab. Lalu, ia mengajak ibu-ibu di sekitar rumahnya menapis. Mereka semangat karena bisa mendapat uang dengan cepat.

”Mereka mengerjakan satu kain selama tiga hari sampai satu minggu. Satu kain dijual Rp 75.000-Rp 90.000 tergantung pada motifnya. Kain itu langsung dibeli untuk dijahit lagi menjadi tas dan jilbab tapis,” katanya.

Dahulu, saat tapis hanya dibuat sebagai pakaian adat atau pakaian pengantin, perajin kesulitan menjualnya. Pasalnya, harga satu kain adat tapis Rp 1,5 juta-Rp 5 juta. Pembelinya pun hanya kalangan terbatas, yakni masyarakat suku Lampung yang membutuhkan kain tapis untuk acara adat.

Sebulan terakhir menjelang Ramadhan, desa itu memproduksi 1.500 jilbab tapis. Jilbab itu dijual ke sejumlah kota, di antaranya Bandar Lampung, Jakarta, Palembang, dan Bandung. Tidak hanya itu, pesanan juga datang dari luar negeri, di antaranya Malaysia dan Singapura. Penjualan dilakukan secara daring.

Jilbab tapis dijual Rp 75.000-Rp 120.000 per helai. Tas tapis dijual Rp 450.000 hingga Rp 700.000 per unit.

Jaga kualitas

Untuk menjaga kualitas kain tapis, Kelompok Tapis Jejama tetap mempertahankan pembuatan tapis menggunakan tangan. Meski permintaan cukup banyak, mereka tidak memproduksi kain tapis menggunakan mesin bordir.

Melihat besarnya potensi ekonomi dari kerajinan tapis, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung memberikan bantuan berupa papang tekang dan alat pintal benang.

Selain itu, Badan Ekonomi Kreatif juga turut membantu membina dan memberikan pelatihan manajemen usaha kepada para perajin tapis.

Pemerintah Kabupaten Pesawaran dan Provinsi Lampung membantu mempromosikan hasil kerajinan tapis melalui sejumlah pameran di dalam kota dan luar kota.

Camat Negeri Katon Rohayat menuturkan, dari 21 desa yang ada di Kecamatan Negeri Katon, ada 10 desa yang memproduksi kain tapis. Dari 10 desa itu, jumlah produksi tapis yang besar berada di dua desa, yakni Negeri Katon dan Halangan Ratu.

Dalam jangka panjang, kata Rohayat, Kecamatan Negeri Katon akan didesain sebagai desa wisata budaya. Nantinya, pelancong yang datang ke desa itu mendapat kesempatan belajar menapis dari ibu-ibu di sana. Mereka juga dapat membawa kain tapis sebagai oleh-oleh khas Lampung.

Yang menjadi tantangan saat ini adalah menjamin selalu terciptanya produk baru. Selain tas dan jilbab tapis yang sedang tren, perajin juga harus memikirkan produk lain yang unik dan bernilai jual tinggi. Dengan begitu, kesejahteraan perajin tapis semakin membaik. (VINA OKTAVIA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Travel Tips
Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Travel Update
Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Travel Update
Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Travel Update
Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Travel Tips
Layanan Shower and Locker Dekat Malioboro, Personelnya Bakal Ditambah Saat 'Long Weekend'

Layanan Shower and Locker Dekat Malioboro, Personelnya Bakal Ditambah Saat "Long Weekend"

Travel Update
Museum Batik Indonesia: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket Masuk 2024

Museum Batik Indonesia: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket Masuk 2024

Hotel Story
3 Destinasi Wisata Unggulan Arab Saudi, Kunjungi Museum Bersejarah

3 Destinasi Wisata Unggulan Arab Saudi, Kunjungi Museum Bersejarah

Travel Tips
Mengenal Subak Jatiluwih yang Akan Dikunjungi Delegasi World Water Forum 

Mengenal Subak Jatiluwih yang Akan Dikunjungi Delegasi World Water Forum 

Jalan Jalan
Area Baduy Dalam Buka Lagi untuk Wisatawan Setalah Perayaan Kawalu 

Area Baduy Dalam Buka Lagi untuk Wisatawan Setalah Perayaan Kawalu 

Travel Update
5 Wisata di Bandung Barat, Ada Danau hingga Bukit

5 Wisata di Bandung Barat, Ada Danau hingga Bukit

Jalan Jalan
Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Travel Update
5 Cara Motret Sunset dengan Menggunakan HP

5 Cara Motret Sunset dengan Menggunakan HP

Travel Tips
Harga Tiket Masuk Balong Geulis Cibugel Sumedang

Harga Tiket Masuk Balong Geulis Cibugel Sumedang

Jalan Jalan
Tips Menuju ke Balong Geulis, Disuguhi Pemandangan Indah

Tips Menuju ke Balong Geulis, Disuguhi Pemandangan Indah

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com