JAKARTA, KOMPAS.com - Barongsai atau kelompok hewan rekaan budaya Tionghoa ternyata amat beragam, salah satunya kilin. Kilin sendiri merupakan kasta tertinggi dari barongsai dalam tradisi Tionghoa.
"Ia dalam tradisinya kilin derajatnya paling tinggi diantara tatanan barongsai. Karena fungsinya sendiri buat ritual," tutur Irwan Rahardja, keturunan keempat pelestari kilin Perguruan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih, kepada KompasTravel di Pulo Geulis, Bogor, Jumat (23/2/2018).
Kilin dianggap tunggangan para dewa. Ia tak boleh sembarang keluar untuk sekadar menghibur, seperti barongsai. Apalagi jika diperuntukkan hanya untuk kepentingan komersial saja.
"Kilin punya fungsi khusus untuk mengantar dewa, bukan sekadar penghibur. Baik pada saat Imlek ataupun Cap Go Meh," tambahnya.
Tak heran, masyarakat etnis Tionghoa di berbagai tempat begitu menantikan hewan rekaan ini keluar hanya beberapa saat dalam setahun.
Dari perawakannya, meski ukurannya relatif sama dengan barongsai, kilin memiliki bulu yang lebih sedikit. Terlihat dari sisik dan kepalanya kilin yang minim bulu.
Kilin memiliki perawakan naga yang lebih dominan dari barongsai. Contohnya ia punya tanduk di kepalanya. Selain itu yang sangat mencolok ialah kilin memiliki janggut yang panjang.
Lalu untuk gerakan tubuhnya, hewan ini amat kompleks. Karena kilin merupakan jenis hewan rekaan yang menggambarkan filosofi 13 unsur binatang.
"Kilin itu dipercaya sebagai hewan tunggangan dewa yang terbuat dari 13 unsur binatang. Seperti tanduk rusa menjangan, sisik naga, empat kaki dari binatang yang berbeda seperti kuda, dan bebek, sedangkan ekornya kura-kura," tutur Pieter, instruktur dari PGB Bangau Putih, Bogor, yang merupakan satu-satunya sanggar pelestari kilin.
"Uniknya kilin ini keluar gimana dewa yang diundangnya. Kalau di Cap Go Meh tahun ini ternyata dewanya tidak mau, ya sudah kilinnya nggak main," ungkap Irwan Rahardja pada KompasTravel.
Tambur yang dimainkan saat penampilan kilin, pun berbeda dengan barongsai biasanya. Terkesan lebih berwibawa dan sakral dengan ketukan-ketukan khusus.
Tak Banyak yang Melestarikan Kilin
Ketua Persaudaraan Liong Barong Bogor, Guntur Santoso mengatakan tak banyak masyarakat yang mau melestarikan budaya ini. Di China sendiri, kilin sudah amat komersial, sehingga yang berkembang pesat memang barongsai.
"Selain karena tidak bisa dikomersialkan, juga perawatannya dengan berbagai embel-embel ritualnya cukup banyak, dan harus diikuti bagi siapa yeng memilikinya," katanya kepada KompasTravel beberapa waktu lalu.
Menurutnya dan beberapa warga Tionghoa di Bogor memang PGB Bangau Putih jadi satu-satunya di Indonesia yang masih melakukan adat tradisi kilin.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.