Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Wajib punya Amdal

Kompas.com - 08/08/2018, 19:05 WIB
Budiyanto ,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

SUKABUMI, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat kembali menyoroti pembangunan sarana prasarana pendukung wisata alam di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) di wilayah Sukabumi, Jawa Barat.

Kali ini, lembaga swadaya masyarakat bidang lingkungan hidup berjejaring nasional ini menyoroti pembangunan sarana prasarana di wilayah Resort Situgunung, Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit.

Terlebih lagi saat ini telah diketahui terjadi penebangan belasan pohon dalam pembangunan sarana prasarana pendukung wisata alam tersebut. Penebangan pohon dilakukan pihak Balai Besar TNGGP di zona pemanfaatan.

Walhi menyatakan pembangunan sarana prasarana pendukung wisata alam di taman nasional itu wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 tahun 2012 tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL.

Pasal 3 (1) rencana usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan: a. di dalam kawasan lindung; dan/atau b. berbatasan langsung dengan kawasan lindung, wajib memiliki Amdal. (2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

"Dalam lampiran III tersebut ada 20 yang masuk kawasan lindung, salah satunya taman nasional," kata Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Dadan Ramdan kepada Kompas.com, Selasa (7/8/2018) malam.

"Jadi pembangunan di zona pemanfaatan juga tetap wajib Amdal. Karena di dalam kawasan konservasi," sambungnya.

Meskipun, lanjut dia, pembangunan sarana prasarana itu digadang-gadang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi atau sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Konservasi Hayati) serta turunannya.

"Permen LH Nomor 12 tahun 2012 itu justru memperkuat UU Konservasi (UU No 5/1990) dalam aspek teknis," ujar dia.

Menurut Dadan bila di dalam kawasan konservasi itu akan dimanfaatkan sebagai obyek wisata alam seharusnya tidak mengubah bentang alam, dan mengganggu atau merusak ekosistem. Apalagi membangun sarana prasarana baru.

"Meskipun di zona pemanfaatan, betonisasi itu seharusnya tidak ada, setiap pembangunan harus mengikuti bentang alam yang ada dan benar-benar dari alam bukan dengan muncul sarana baru,apalagi sampai menebang pohon," harapnya.

"Kami tetap menolak wisata alam di dalam kawasan konservasi yang merusak seperti itu," lanjut dia.

Bongkahan pohon damar yang ditebang di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Resort Situ Gunung, Kadudampit, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (7/8/2018). KOMPAS.com/BUDIYANTO Bongkahan pohon damar yang ditebang di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Resort Situ Gunung, Kadudampit, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (7/8/2018).

Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNGGP, Wasja menjelaskan pembangunan sarana prasarana wisata alam di Resort Situgunung sudah sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi. Pembangunan fisik ini semuanya berlokasi di zona pemanfaatan.

"Pembangunan ini peruntukannya untuk pengembangan wisata dengan tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat," jelas Wasja kepada wartawan selesai menerima perwakilan Walhi Jabar di Resort Situgunung, Selasa sore.

Dia menuturkan sepanjang aktivitas di dalam kawasan TNGGP sudah tertuang dalam rencana pengelolaan, tentunya sejak awal sudah dilakukan kajian teknis.

"Kajian teknis ini merujuk pada tiga pilar, yakni perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan," tutur dia.

Terkait Amdal, lanjut dia harus dipilah. Namun bukan berarti tidak perlu membuat dokumen Amdal. Karena Amdal itu sendiri merupakan studi kelayakan.

Harus dilihat juga dua undang-undang yaitu UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi dan UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Kedudukan kedua undang-undang ini setara, masing-masing mempunyai ruang gerak tersendiri," kata Wasja.

"Menurut saya konservasi dari sisi legal formal sudah melebih Amdal. Karena apapun yang ada di dalam konservasi tetap unsur pelestarian keberlanjutan itu yang dikedepankan,"ucap dia.

Wasja menerangkan di Resort Situ Gunung ini terdapat dua kegiatan fisik. Pertama pembangunan sarana prasarana wisata alam yang dilaksanakan oleh TNGGP dan kedua pembangunan jembatan gantung, sarana di Curug Sawer yang dilaksanakan dengan pola kerjasama 5 tahunan yaitu PT Fontis Aqua Vivam (FAV).

"Pembangunan fisik oleh PT Fontis bersifat kerjasama, makanya kami sebut sebagai mitra. Karena nantinya bangunan fisik seperti jembatan gantung akan diserahkan kepada negara, dalam hal ini TNGGP," terangnya.

"Jadi tidak benar kami melakukan perusakan. karena fungsi kami melakukan perlindungan dan pengamanan sesuai amanat PP Nomor 45 tahun 1996 tentang perlindungan hutan," sambung dia.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com