Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendakian Gunung di Bali Akan Dilarang Sepenuhnya, Hanya Bisa Wisata di Bawah

Kompas.com - 12/06/2023, 21:01 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Terkait aturan larangan pendakian gunung-gunung di Bali yang disampaikan Gubernur Bali I Wayan Koster, sudah bisa dipastikan akan dilarang sepenuhnya.

Nantinya para pendaki memang tidak boleh lagi mendaki gunung di Bali, jika aturan sudah berlaku secara resmi.

Hal ini sekaligus membantah dugaan kemungkinan pendakian gunung di Bali masih boleh dilakukan, tetapi dengan syarat yang lebih ketat.

Baca juga: Pro Kontra Larangan Mendaki Gunung di Bali, Saat Ini Masih Dikaji

“Aturannya benar-benar dilarang ya sebenarnya. Pak Gubernur menyampaikan, aturannya dilarang (mendaki) sampai ke atas. Hanya boleh di bawah saja,” kata Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun kepada Kompas.com, Senin (12/6/2023).

Ia menjelaskan bahwa jika dilihat dari aturan pihak kehutanan Bali yang lama dan sudah ada sejak dulu, memang sesungguhnya pendaki tidak boleh sampai ke zona inti atau puncak gunung.

“Tetapi kalau dilihat aturan yang lama, memang itu zona inti enggak boleh sampai ke puncak, aturan dari kehutanan. Memang dibagi beberapa zona, ada zona inti dan lain-lain, sebenarnya tidak boleh. Tetapi balik lagi pengawasan,” imbuhnya.

Oleh karena itu, kata Tjok Bagus, Gubernur Bali dan pihak-pihak terkait sudah sepakat, secara tegas mengatakan bahwa pendaki tidak boleh lagi mendaki semua gunung di Bali.

Hanya di area bawah, jaga taksu pariwisata Bali

Tjok Bagus menyampaikan, aturan larangan mendaki gunung di Bali dibuat juga untuk menjaga taksu atau keagungan dari tempat-tempat yang disucikan.

“Karena taksu-nya Bali kan juga salah satunya kawasan gunung itu, yang suci. Jadi lebih kepada pak gubernur mau mengembalikan lagi, mengagungkan kembali,” tutur dia.

Baca juga: Aturan Larangan Naik Gunung di Bali Masih dalam Tahap Kajian

Lebih lanjut, ia menjelaskan, jika pendakian masih dilakukan dan terjadi hal-hal kurang baik seperti yang sebelumnya, dikhawatirkan taksu dan nilai spiritual pariwisata Bali menjadi hilang.

“Nanti gara-gara ini taksu Bali hilang, wisatawannya jadi tidak datang. Taksu itu sama dengan wibawa, keagungan, kharisma. Tapi ada vibrasi daripada spiritualnya, spiritualnya bisa hilang,” ujar dia.

Ilustrasi orang Bali.PIXABAY/KEULEFM Ilustrasi orang Bali.

Dikutip dari laman resmi Desa Galung Bali, Senin (12/6/2023), masyakarat Hindu di Bali pada umumnya yakin dan percaya bahwa taksu adalah kekuatan suci Tuhan yang dapat membangkitkan dan meningkatkan daya kreativitas, intelegensia, serta kemampuan intelektualitas yang dihubungkan pula dengan kemahakuasaan manifestasi Tuhan.

Dengan demikian, untuk tetap menjaganya, Tjok Bagus mengatakan area gunung yang dibuka hanya bagian bawah saja.

“(Yang boleh) memang di bawah saja, misalnya untuk kegiatan apa, kaya modelnya taman wisata alam yang di bawah saja,” tutur dia.

Baca juga: Larangan Mendaki di Gunung Bali, Pengamat: Tempat Suci sejak Dulu

Adapun untuk penerapannya, kata Tjok Bagus, waktunya masih belum pasti meski akan segera diresmikan.

“Penerapannya secepatnya, bentuknya perda atau pergub. Akan dibuat semacam regulasi oleh pak gubernur, sekarang lagi digodok dengan Kadis kehutanan Bali,” ungkap dia.

Akan alihkan pekerja di sekitar gunung

Tjok Bagus juga menyampaikan bahwa prinsip pariwisata Bali adalah pariwisata berbasis budaya yang berkualitas dan bermartabat.

“Itu dasar kami mengapa ada larangan mendaki gunung. Terutama dari para sulinggih atau para pendeta yang mengatakan bahwa gunung merupakan kawasan suci di Bali,” kata dia dalam The Weekly Brief with Sandi Uno, Senin.

Hasil penataan Kawasan Suci Pura Besakih di Kecamatan Rendang, Karangasem, Bali. Kementerian PUPR Hasil penataan Kawasan Suci Pura Besakih di Kecamatan Rendang, Karangasem, Bali.

Ia mengungkap, meski di area gunung ke depannya tidak ada lagi pendakian, para pelaku sektor wisata tidak perlu khawatir. Sebab, pihaknya berencana mengalihkan para pekerja ke sektor lain.

“Kalau di sana tidak ada kegiatan wisata, kami sudah memetakan ada 186 pemandu wisata kami kumpulkan yang akan kami transformasi menjadi tenaga kontrak. Sehingga tidak menyulitkan usaha masyarakat tapi mencarikan solusi,” tutur dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com