Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Pesona Taman Wisata Alam Kerandangan Lombok, Tempat Terbaik Jelajah Hutan Sambil “Bird Watching"

Kompas.com - 19/06/2023, 20:17 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

Setelah mengalami dua pengalaman tersebut, Wahyudi menyimpulkan bahwa keberadaan satwa di TWA Kerandangan memiliki potensi yang besar jika dikembangkan melalui pendekatan pariwisata berkelanjutan.

Ia yakin bahwa pemanfaatan TWA Kerandangan secara baik dan bijak dapat memberikan dampak ekonomi lebih luas.

Baca juga: Masalah Ekonomi Disebut Jadi Sebab Aipda Paembonan Bunuh Diri

Berbekal pengalamannya keluar-masuk hutan TWA Kerandangan serta data awal jenis-jenis burung yang saat itu jumlahnya baru 23, Wahyudi berupaya mengembangkan taman wisata tersebut.

Dia memantau kembali jenis burung, aktivitas, dan perilaku satwa di TWA Kerandangan, kemudian mencocokannya dengan data awal yang dimiliki.

Apabila menemukan perilaku, lokasi, atau jenis burung yang belum terdata, Wahyudi mencatatnya sendiri. Tidak jarang ia sampai menginap di dalam hutan.

Pada suatu kesempatan, Wahyudi berdiskusi dengan salah seorang rekannya dari Universitas Mataram untuk membahas soal pendekatan pariwisata berkelanjutan. Diskusi ini semakin memantapkan niatnya untuk menggali potensi dengan pendekatan pariwisata berkelanjutan.

Baca juga: Potensi Ekonomi Hijau dan Biru

Tidak lama setelah itu, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB menjalin kerja sama dengan Universitas Mataram untuk melakukan riset dan pendataan yang lebih mendalam tentang keanekaragaman hayati di TWA Kerandangan.

"Saya juga terlibat di tim itu karena saya hafal kawasan pal batas, juga titik-titik pengamatan. Dari situ, kami tahu sampai saat ini ada 56 jenis burung," ujar Wahyudi.

Seiring waktu, ia semakin paham dan mengetahui tentang pola serta kebiasaan aktivitas hewan yang ada di dalam kawasan.

Seperti beberapa waktu lalu, saat Wahyudi mengajak tim kampanye Sadar Wisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menjelajah TWA Kerandangan. Ia dengan cekatan mendefinisikan jenis-jenis burung hanya dengan mendengar kicauannya.

Baca juga: Menyaksikan Detik-detik Pelepasan Burung Nasar di Pegunungan Alpen Swiss: Dulu Diburu, Kini Disayang

Di beberapa titik, Wahyudi meminta pengunjung untuk fokus memperhatikan pergerakan di sejumlah ranting karena tak lama lagi ada pergerakan satu jenis burung.

Tak lama berselang, terlihat burung Cekakak Sungai yang melompat dan kemudian menghilang di ujung pohon.

"Daerah sini memang kawasan dari burung itu (Cekakak Sungai), aktivitasnya pada jam-jam ini (sore hari)," kata Wahyudi.

Wahyudi juga kerap mengajak pengunjung ke titik pengamatan yang tak jauh dari jalur jalan setapak dengan melewati sungai berbatu. Dia biasanya akan meminta wisatawan untuk berjongkok dan mengintip dari balik jaring hitam yang melintang.

Baca juga: Begini Awal Mula Fahrizal Mampu Tirukan 11 Suara Burung Kicau

Dengan lihai, Wahyudi mengeluarkan suara-suara tertentu untuk memancing suara burung yang ada. Dalam suasana hening, tiba-tiba terdengar suara balasan yang begitu indah.

Tak lama, satu jenis burung mendekat dan memamerkan eksotisme bulunya yang berwarna-warni. Kegiatan ini merupakan salah satu pengalaman mengesankan bagi wisatawan.

Dorong masyarakat jaga kelestarian flora dan fauna

Wahyudi berharap, potensi besar TWA Kerandangan bisa menyadarkan banyak pihak akan pentingnya nilai jual kawasan pariwisata ini. Lewat wisata ini, ia juga ingin mengingatkan masyarakat untuk terus menjaga kelestarian flora dan fauna di alam.

Dia menyadari bahwa upaya tersebut memang tidak mudah. Oleh karenanya, kolaborasi dengan berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat.

Baca juga: Mengapa Burung Berkicau di Pagi Hari?

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com