KOMPAS.com - Pameran Repatriasi di Galeri Nasional Indonesia, menampilkan benda-benda bersejarah milik Indonesia yang dulu dijarah oleh Belanda.
Ada sekitar 152 benda bersejarah yang bisa dilihat, termasuk di dalamnya beberapa koleksi masterpiece yang ada di Musuem Nasioal Indonesia.
Pameran ini digelar dengan mengusung tajuk "Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara". Lokasi persisnya di gedung A Galeri Nasional Indonesia, Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 14, RT 6/ RW 1, Gambir, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.
Baca juga: 4 Tips Berkunjung ke Pameran Repatriasi, Registrasi Online Dulu
Pameran Repatriasi digelar gratis untuk umum hingga 10 Desember 2023, mulai pukul 10.00 WIB sampai pukul 22.00 WIB.
Tidak semua koleksi yang dipajang di pameran boleh didokumentasikan demi keamanan. Maka dari itu, masyarakat harus datang langsung melihat ke lokasi.
Beberapa waktu lalu, tepatnya pada Jumat (1/12/2023) Kompas.com berkesempatan mampir ke lokasi.
Berikut beberapa koleksi yang dipamerkan, beserta cerita setiap koleksi berdasarkan buku panduan yang ada di lokasi pameran.
Candi Singasari yang dikenal sebagai Candi Menara punya beberapa arca pendamping. Di antaranya ada Arca Ganesha, Arca Durga, Arca Mahakala, dan Arca Nandiswara.
Arca tersebut punya sejarah panjang mulai dari keberangakatannya dari Indonesia menuju Belanda, hingga dikembalikan lagi ke Indonesia.
Penyerahan arca-arca masa kerajaan Singasari ini telah dilakukan pada 10 Juli 2023 di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda.
Pada Pameran Repatriasi, arca tersebut berada di ruang pamer pertama. Diposisikan melingkar saling membelakangi satu sama lain.
Ketika masuk ke ruangan ketiga, pengunjung akan melihat koleksi benda pusaka milik Pangeran Diponegoro ketika melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Baca juga: 14 Aturan Berkunjung ke Pameran Repatriasi, Boleh Memotret di Area Tertentu
Beberapa benda tersebut yakni ada pelana kuda, peti pakaian, dan tombak Kiai Rondhan. Menurut sejarah, tombak Kiai Rondhan tertinggal ketika Pangeran Diponegoro disergap pasukan Belanda di Pegunungan Gowong.
Sementara itu, untuk koleksi pelana kuda, yaitu pelana asli yang digunakan oleh Pangeran Diponegoro ketika berkuda. Pelana ini berwarna coklat dengan nuansa orange dan bentuknya bulat.
Pada masa penjajahan, Belanda menjarah sebanyak 230 kilogram emas, 7.000 kilogram perak, dan banyak perhiasan serta batu mulia dari Lombok.
Penjarahan tersebut bermula dari adanya ekspedisi Lombok yang dilancarkan oleh pasukan tentara kerajaan Hindia Belanda atau KNIL pada 1894.
Baca juga: Pengalaman Berkunjung ke Pameran Repatriasi, Lihat Pusaka Pangeran Diponegoro
Benda-benda rampasan berupa perhiasan hingga senjata di Pameran Repatriasi kini dipajang rapi di balik kaca pelindung.
Pengembalian benda bersejarah ini dari Belanda ke Indonesia punya cerita panjang, pengunjung bisa membaca sejarah singkatnya melalui deskripsi yang ada di bagian dinding pameran ketika berkunjung.
Benda-benda ini dikembalikan secara bertahap, yakni pada 1977 dan kemudian disusul pada 2023.
Selain di Lombok, penjarahan barang bersejarah juga terjadi di Bali. Penjarahan ini bermula dari Perang Puputan Klungkung pada 28 April 1908 yang dilakukan oleh pasukan KNIL terhadap Kerajaan Klungkung.
Baca juga: 5 Aktivitas di Pameran Repatriasi, Lihat Arca dan Ambil Majalah Gratis
Pada saat perang, Raja Klungkung yaitu Dewa Agung Jambe II tews dibakar. Beberapa benda pusakanya dijarah Belanda dari Puri Smarapura, yang salah satunya yaitu keris pusaka Klungkung.
Pada 1956, keris ini diakuisisi oleh National Museum van Wereldculturen, lalu disimpan di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda. Keris ini baru dikembalikan ke Indonesia pada 2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.View this post on Instagram