Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makan Bajamba, Tradisi Menyatukan Keberagaman

Kompas.com - 06/12/2014, 12:15 WIB
SEJARAH panjang tambang batubara, yang muncul sejak abad ke-17 dan terhenti pada akhir abad ke-20, telah meletakkan keberagaman budaya di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Kota ini menjadi tempat tinggal dan milik bersama berbagai etnis seperti Minangkabau, Jawa, Batak, Tionghoa, Sunda, dan lainnya. Alih-alih memicu kerenggangan, keberagaman itu justru menjadi modal melahirkan keharmonisan pada setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Satu di antaranya adalah tradisi Makan Bajamba atau makan besar secara bersama-sama yang digelar setiap 1 Desember.

Jam menunjukkan pukul 08.00 ketika warga Sawahlunto, laki-laki maupun perempuan, tua muda, mulai berdatangan ke Lapangan Segitiga, Senin (1/12/2014). Pagi yang cerah itu semakin berwarna karena warga datang dengan berbagai busana. Ada yang mengenakan pakaian adat, berbatik, seragam kantor, atau seragam sekolah. Semuanya tumpah ruah di lapangan yang menjadi salah satu ruang terbuka di Kota Sawahlunto itu.

Pada saat yang sama, para perempuan terlihat membawa jamba atau nampan berisi berbagai jenis makanan yang dijunjung di atas kepala masing-masing. Begitu tiba, jamba itu diletakkan di atas tikar atau karpet yang digelar di bawah tenda yang didirikan menutupi hampir semua sisi taman. Setelah itu, ada yang langsung menghidangkan makanan-makanan itu dengan piring di atas karpet, tetapi ada juga yang tetap membiarkannya di atas jamba.

Makanan yang dibawa sesuai dengan makanan tradisional dari etnis masing-masing. Di warga etnis Minangkabau misalnya, terlihat makanan tradisional seperti rendang, gulai, dan lainnya. Sementara warga dari etnis Jawa terlihat menyiapkan tumpengan, jajan pasar, ingkung (ayam yang diolah dengan santan dan bumbu khas), dan semur tahu. Adapun warga etnis Sunda menghidangkan nasi timbel, sambel terasi dan lalapan, pais tahu, gemblong, tempe tahu bacam, dan rujakan.

Bersama warga lainnya, para perempuan tersebut kemudian duduk berlesehan melingkari jamba atau makanan itu. Agar tetap teratur, panitia menandai masing-masing petak tenda sesuai asal mereka karena acara itu tidak hanya dihadiri sepuluh nagari dari empat kecamatan, tetapi juga seluruh etnis yang ada, satuan kerja perangkat daerah (SKPD), sekolah, lembaga, dan beberapa perusahaan swasta di Sawahlunto. Perantau yang pulang kampung dan wisatawan asing juga terlihat berbaur dalam acara itu.

Setelah menyanyikan lagu ”Indonesia Raya”, seperti kebanyakan acara adat di Minangkabau, Makan Bajamba didahului dengan pengantar dari para ninik mamak (pemuka adat) dan penghulu suku, serta Wali Kota Sawahlunto Ali Yusuf. Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Irman Gusman, yang hadir juga ikut memberikan sambutan.

Setelah doa, Makan Bajamba dimulai di mana warga bersama-sama menyantap berbagai makanan yang telah dihidangkan. Karena sifatnya terbuka, ada juga warga Minangkabau ikut menyantap makanan Jawa, begitupun sebaliknya.

Hari itu, 1 Desember 2014, ribuan warga berkumpul di Lapangan Segitiga untuk merayakan ulang tahun ke-126 Sawahlunto. Sebuah kota yang tercatat dalam sejarah pernah berjaya karena tambang batubara sejak tahun 1888, kemudian dibuat tak berdaya karena habisnya batubara yang menopang kehidupannya di tahun 1998. Meski sulit, upaya membangun kembali kota yang berada sekitar 90 kilometer dari Padang (ibu kota Sumatera Barat) itu bisa berwujud.

Hal itu tidak terlepas dari keberhasilan menata sisa kejayaan tambang yang dipadukan dengan keberagaman budaya. Warga dari etnis Minangkabau, Jawa, Batak, Tionghoa, Sunda, dan lainya bersatu padu memulai kehidupan baru di Sawahlunto.

Kebersamaan itu yang terus dipertahankan dalam semua aspek kehidupan mereka, termasuk acara Makan Bajamba yang sejatinya adalah tradisi masyarakat Minangkabau.

”Yang tinggal di Sawalunto dari berbagai etnis. Oleh karena itu, tidak memungkinkan untuk mengangkat satu etnis saja. Kalau satu etnis naik, maka semuanya juga naik. Seperti Makan Bajambah ini. Pemiliknya orang Minang, tapi Jawa dan Sunda tetap dibawa. Semua sama, tidak ada yang menonjol,” kata Purwoko, Ketua Paguyuban Adikarsa Raharja atau Paguyuban etnis Jawa di Sawahlunto.

Menurut Purwoko, tidak ada formula khusus yang membuat kebersamaan antar-berbagai entnis itu muncul. Kebersamaan itu terjadi dengan sendirinya dari pendahulu etnis mereka saat didatangkan Belanda ke Sawahlunto untuk menjadi petambang batubara.

Istilah ”Dhulur Tunggal Sekapal” atau saudara satu kapal membuat merasa senasib sepenanggungan.

”Hal itu terjaga hingga saat ini. Multikultur sudah mendarah daging bagi kami,” ujar Purwoko.

Suasana itu pada akhirnya tidak saja terjadi saat Makan Bajamba saja, tetapi juga muncul pada berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Dengan tetap mempertahakan identitas masing-masing, semua etnis terbuka untuk mempelajari seni budaya etnis lain. Tidak mengherankan jika pada kesempatan lain di Sawahlunto, kita melihat makanan Minang seperti rendang yang terasa khas karena dibuat oleh orang Jawa, pertunjukan wayang kulit berbahasa Minangkabau, atau orang Minangkabau bermain karawitan atau kecapi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

7 Wisata Sejuk di Yogyakarta, Pas Dikunjungi Saat Panas

7 Wisata Sejuk di Yogyakarta, Pas Dikunjungi Saat Panas

Jalan Jalan
5 Desa Wisata Penyangga Borobudur Highland di Purworejo Dapat Pelatihan dan Pendampingan

5 Desa Wisata Penyangga Borobudur Highland di Purworejo Dapat Pelatihan dan Pendampingan

Travel Update
Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Raya Cibodas

Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Raya Cibodas

Travel Update
Hidden Gem di Batam, Wisata Sambil Olahraga ke Golf Island

Hidden Gem di Batam, Wisata Sambil Olahraga ke Golf Island

Jalan Jalan
Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Binatang Bandung

Lokasi, Cara Beli, dan Tiket Masuk Kebun Binatang Bandung

Jalan Jalan
KAI Tambah 4 Perjalanan Kereta Api pada 12-31 Mei 2024

KAI Tambah 4 Perjalanan Kereta Api pada 12-31 Mei 2024

Travel Update
Planetarium Jagad Raya Tenggarong di Kaltim: Lokasi dan Tiket Masuk

Planetarium Jagad Raya Tenggarong di Kaltim: Lokasi dan Tiket Masuk

Travel Update
5 Hotel Dekat Bandara Internasional Juanda Surabaya

5 Hotel Dekat Bandara Internasional Juanda Surabaya

Hotel Story
Tiket.com Beri Promo ke Singapura, Ada Diskon hingga 30 Persen

Tiket.com Beri Promo ke Singapura, Ada Diskon hingga 30 Persen

Travel Update
Aktivitas Vulkanik Gunung Slamet Naik, Ratusan Pendaki Gagal Gapai Atap Jawa Tengah

Aktivitas Vulkanik Gunung Slamet Naik, Ratusan Pendaki Gagal Gapai Atap Jawa Tengah

Travel Update
Rute ke Gereja Ayam Bukit Rhema, Cuma 10 Menit dari Candi Borobudur

Rute ke Gereja Ayam Bukit Rhema, Cuma 10 Menit dari Candi Borobudur

Travel Tips
Kota Batu Cocok untuk Olahraga, Event Sport Tourism Akan Diperbanyak

Kota Batu Cocok untuk Olahraga, Event Sport Tourism Akan Diperbanyak

Travel Update
Lihat Sunrise di Gereja Ayam Bukit Rhema Harus Reservasi Dulu, Ini Cara dan Tarifnya

Lihat Sunrise di Gereja Ayam Bukit Rhema Harus Reservasi Dulu, Ini Cara dan Tarifnya

Travel Update
Perjalanan Salatiga-Yogya-Pacitan yang Indah, Menikmati Pesona Pantai Banyu Tibo dan Buyutan

Perjalanan Salatiga-Yogya-Pacitan yang Indah, Menikmati Pesona Pantai Banyu Tibo dan Buyutan

Jalan Jalan
Gereja Ayam Bukit Rhema di Borobudur, Pesona Sunrise Dikelilingi 5 Gunung

Gereja Ayam Bukit Rhema di Borobudur, Pesona Sunrise Dikelilingi 5 Gunung

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com