Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (133): Ya Hussain

Kompas.com - 05/02/2009, 07:41 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Bulan Muharram membawa kemuraman di seluruh penjuru Pakistan. Seketika, banyak orang berbaju hitam-hitam. Hingar bingar musik dan lagu India tak lagi terdengar. Para penabuh genderang jalanan, orang-orang bersurban dan bertrompet pemeriah pesta pernikahan, lenyap dari berbagai sudut kota. Tak ada orang yang menikah dalam bulan ini. Muharram adalah bulan perkabungan.

Saya berada dalam bus antar kota yang menghubungkan Rawalpindi dengan Lahore. Kaset tua membunyikan lagu-lagu penuh kesedihan. Sebenarnya ini bukan lagu, tetapi alunan syair tentang perkabungan. Musiknya juga bukan dari alat musik, tetapi dari dada yang ditepuk secara serempak, berirama. Ada kekuatan magis di dalamnya, semua yang mendengarnya pasti larut dalam kesedihan.

Di Indonesia, Muharram dirayakan sebagai Tahun Baru Islam. Di Pakistan, Muharram adalah waktu di mana orang meratapi kematian Imam Hussain, cucu Nabi Muhammad S.A.W yang gugur dalam perang Karbala. Perang ini adalah lambang keberanian untuk mengorbankan nyawa untuk membela kebenaran dan melawan kebatilan.

Puncak perkabungan Muharram adalah hari Ashura, jatuh pada tanggal 10 Muharram. Kata Ashura berasal dari bahasa Arab, artinya ‘kesepuluh’. Pada hari inilah Hussain gugur dalam pertempuran melawan pasukan Yazid, tahun 61 Hijriyah.

Ashura adalah hari teramat penting bagi umat Syiah, sekitar 20 persen jumlahnya di kalangan Muslim Pakistan. Tetapi Ashura dinyatakan sebagai hari libur nasional, dan juga hari penting bagi orang Sunni untuk merenungi suri tauladan Imam Hussain. Walaupun demikian, tak semua suka dengan kedatangan Ashura. Seorang kawan orang Lahore malah mengajak saya piknik ke luar kota, “Biarlah kota ini menjadi gila, kita bersenang-senang saja di bukit yang indah.” Karena selain identik dengan perkabungan, Ashura juga berkerabat dekat dengan kata ‘tangisan’, ‘darah’, dan ‘penyiksaan’.

Kota Lahore sunyi. Jalanan lengang dan semua toko tutup. Sesekali ada truk bak terbuka yang melintas, mengangkut penumpang yang semua berpakaian hitam. Di sepanjang jalan mereka berseru, “Ya Hussain! Ya Hussain!”

Pukul 11, udara masih dingin. Seribuan orang sudah berkumpul di halaman, duduk rapi dalam baris dan saf. Para pria ini berwajah muram. Beberapa memasang ikat kepala kuning bertulis huruf Arab “Ya Hussain”. Perempuan duduk di tempat terpisah di belakang tirai purdah. Ada pula bocah kecil bersembunyi di balik badan orang tuanya.

Lautan manusia ini berwarna muram. Kebanyakan pria berpakaian shalwar hitam dan kamiz hitam. Warna kedua yang mendominasi adalah putih. Kaum wanita dibalut dengan cadar berwarna hitam, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Mereka semua dibalut kesedihan, yang diteriakkan oleh seorang penceramah.

Acara ini adalah majlis, pertemuan agama. Seorang pembicara mengisahkan  tentang Perang Karbala. Suaranya naik turun. Sesenggukan. “Padang gurun panas menyengat, air tak ada, semuanya kering. Tapi O.... Hussain, ya Hussain, ia berjalan tertatih-tatih menegakkan hukum Allah. Ia tak gentar, o...Hussain.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com