Oleh: Fabiola Ponto dan Nina Susilo
"Lihat, Papa. Asapnya banyak sekali. Lihat yang itu, bentuknya seperti seekor kelinci. Si kelinci rupanya berada di antara kabut putih yang berada di atas Gunung Bromo."
Sisshadre Thamudarn (9) bersama kakaknya, Sudhharshern (11), dan adiknya, Harish (4), bersemangat menunjuk kepulan asap kelabu kecoklatan yang pekat. Gunung Bromo tidak terlihat karena kabut menutup rapat. Akan tetapi, keduanya sangat bersemangat.
Hawa dingin dan angin bertiup cukup kencang di Gunung Bromo melalui Penanjakan II, Dusun Cemorolawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Minggu (19/12/2010) pagi. Membuat kulit semriwing.
Toh kondisi itu tidak mengganggu tiga putra pasangan warga Malaysia, Kunalan dan Anita Thamudarn. Berdiskusi dalam bahasa Inggris, Kunalan menjelaskan tentang gunung berapi dan proses erupsi.
Kunalan mengatakan sudah mengetahui kondisi Gunung Bromo dari siaran televisi Indonesia. Kunalan, yang lancar berbahasa Indonesia, sudah tiga tahun bekerja di Balikpapan. Bulan ini dia mengajak istri dan tiga anak berlibur di Jatim. Perjalanan dimulai dari Gunung Bromo ke Batu.
Tetap menarik wisatawan
Kendati berstatus Siaga dan aktivitas manusia dalam radius 2 km dari kawah dilarang, Gunung Bromo tetap menarik sebagai tujuan wisata. Apalagi, erupsi Gunung Bromo sejauh ini tidak besar. Material vulkanik seperti pasir dan batu umumnya jatuh di sekitar kawah.
Adapun material yang dikeluarkan dan terbawa angin sampai jauh umumnya abu vulkanik. Penyebaran abu vulkanik ini sangat tergantung pada arah angin. Kemarin, abu vulkanik mengarah ke timur laut, ke arah Probolinggo. Tidak heran di sepanjang perjalanan menuju Bromo, jalan, pepohonan, tanaman di kebun, rumah, dan kendaraan diselimuti abu vulkanik.
Hampir sepanjang jalan tanaman dan daun-daun di pepohonan miring seperti akan roboh karena menjadi berat oleh abu vulkanik.